Swan bermimpi untuk menjadi seorang balerina yang tampil memukau dengan tarian indahnya di depan banyak khalayak. Sejak berusia lima tahun, ia memang sangat menggandrunginya-- setelah melihat teater balet di pusat kota waktu itu. Mereka begitu indah, setiap liukkan yang tercipta, musik yang mengiri--membawa Swan ke dunia yang ia ciptakan sendiri. Beruntung, ibunya memberikan dukungan akan mimpi yang hendak ingin diciptakannya. Hanya saja, saat itu, Swan harus menunda karena masalah yang pelik.
Tepat berumur enam tahun, sebagai kado hari jadinya, sang ibu mendaftarkan Swan kecil untuk mengikuti pelatihan balet di Purple Ballet Center. Swan masih ingat ketakutan yang belum bisa mereda. Melihat sekitar, terasa orang-orang menatap ingin memakannya.
Itu terjadi hingga sebulan di pusat pelatihan. Sang ibu pasti akan selalu menyaksikan putri kecilnya yang tumbuh besar itu melakukan tarian balet dengan bantuan dari pelatih. Walau putri kecilnya pasti akan merasa takut, gelisah dan bahkan menangis. Sang ibu--Anyelir begitu sabar menghadapi putrinya hingga putrinya--Swan bisa terbiasa dan kini menjadi balerina yang cantik. Bahkan, Swan telah menyabet banyak penghargaan.
Semua ingatan itu tidak bisa terlupakan begitu saja. Dari sana, Swan dapat memahami banyak hal. Walau ketakutan itu terkadang masih mengelilinginya. Swan terus saja menghindari banyak interaksi tidak penting. Ia sebenarnya lebih suka menyendiri, walau impian yang ia miliki memaksa untuk terus berinteraksi dengan banyak orang. Sangat memuakkan.
Kini, hembusan napas kesekian kalinya keluar. Latihan yang dipandu oleh Miss Chu telah selesai beberapa saat yang lalu. Akan tetapi, Swan masih memilih duduk termenung di ruang ganti--masih lengkap dengan pakaian latihannya. Padahal, beberapa rekannya sudah berganti dan kembali ke rutinitas masing-masing. Jika saja Qia tidak ada di samping Swan dan membuatnya tersentak, Swan serasa akan terus berada di dalam ruang ganti.
"Kau belum berganti pakaian, kenapa? Tidak lama lagi pelatihan akan ditutup," ucap Qia yang memerhatikan Swan masih lengkap dengan atributnya. Sementara ia sendiri sudah berganti pakaian--siap untuk meninggalkan area pelatihan.
Swan menoleh sekilas, lalu menghela napas. "Tidak kenapa-kenapa. Baiklah, aku akan berganti pakaian. Aku harus ke toko untuk membantu ibu. Tidak lama lagi tokonya akan tutup," ucap Swan bangkit. Namun, Qia langsung menahannya dengan wajah berbinar.
"Kita pulang bersama kalau begitu. Sekarang juga sudah larut dan aku ingin membeli beberapa kue. Bolehkan?" ucapnya sangat berharap. Mata itu, membuat Swan agak ngeri dan tidak bisa menolak permintaan Qia. Walau sebenarnya ia bisa menaiki bis seperti biasanya.
Ia hanya mengangguk, lalu kembali melangkah untuk segera berganti pakaian. Sementara Qia menunggu sembari memainkan ponsel. Sekitar lima menit, Swan telah berada di hadapan Qia dengan pakaian yang dikenakan ke kampus.
"Aku sudah selesai," ucapnya yang menyadarkan Qia akan kesibukannya pada ponsel.
Gadis itu mengangguk lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tidak lupa, menggenggam jemari Swan untuk keluar dari area pelatihan. Tidak ada suara apapun selain senandung dari Swan. Bahkan kala sebuah mobil kini berhenti di hadapan mereka--disusul keberadaan seorang pria rapi dengan setelan jas yang bersiap untuk menjemput sang tuan putri. Perlakuan yang sudah seharusnya Qia dapatkan.
Qia yang melihat Swan terdiam mengibaskan tangan dengan pelan. "Apa yang kau pikirkan? Ayo, aku ingin bertemu dengan Bibi Anyelir, Swan," ucapnya dengan seru.
Swan tersenyum tipis mendengarnya. Ia bisa melihat ketulusan Qia yang ingin berteman dengan rakyat biasa seperti dirinya dan hanya bisa menyusahkan saja. Rasanya sangat menyesakkan jika mengingat perbedaan kasta dalam ikatan pertemanan mereka. Namun, sekali lagi, Qia tidak mempermasalahkan dan bahkan melarang untuk terus mengungkitnya.
Mobil Rolls-Royce berwarna abu-abu itu pun kini melaju dengan kecepatan sedang di jalanan yang masih basah akan air hujan--sampai sekarang hujan masih turun walau hanya gerimis saja. Swan bukannya tidak bersyukur, hanya saja hujan membuat beberapa hal yang harus ia lakukan sejenak tertunda dan terkadang membuatnya enggan untuk melakukan apapun.
Di dalam mobil mewah itu pun, hanya berisi ocehan Qia soal latihannya lalu kue-kue yang akan dibelinya. Swan yang dalam mode malas, hanya menanggapi dengan senyum atau deheman. Itu bahkan berlangsung setibanya di sebuah bangunan minimalis dengan eksterior yang elegan--dominasi warna putih, abu-abu dan hitam. Tidak lupa sorotan cahaya di bagian nama bangunan tersebut yang berkilau di malam hari.
Swan Bakery. Toko yang dibangun Ibu Swan saat dirinya berusia enam tahun. Memulai peruntungan setelah memutuskan pindah di kota dan nyatanya, banyak kalangan atas yang suka dengan berbagai varian kue atau roti yang dibuatnya. Hal tersebut menjadi batu loncatan dari ibunya--Anyelir yang sebelumnya hanya iseng dan ternyata Tuhan berada di pihak mereka.
Swan dan Qia yang masih berada berada luar toko itu, lalu menarik langkah untuk mendekat. Swan tanpa ragu membuka pintu--terdengar lonceng--sebagai tanda seseorang datang dan pergi, membuat seorang wanita dengan usia yang hampir memasuki setengah abad tengah merapikan kue-kue menoleh. Senyum di wajah keriput itu menyambut kedatangan dua gadis yang sangat ia harapkan kehadirannya.
"Swan, Putri Qia? Bagaimana latihan kalian?" Sembari wanita yang bernama Anyelir itu mendekat lalu memberikan pelukan hangat. Qia yang tampak begitu semangat.
"Bibi Anye, tadi latihannya seru dan sangat lancar. Kami menikmatinya dan bagaimana dengan keadaan Bibi Anye? Oh iya, aku ingin membeli Breadsticks dan waffle dengan rasa cokelat, tiramisu dan keju," ucap Qia yang membuat Swan melirik dengan sinis.
"Banyak sekali. Kenapa tidak membeli semuanya saja?" Swan menimpali sebagai candaan. Namun, Qia malah sedikit berpikir sembari melihat beberapa kue yang menggugah selera di dalam lemari pendingin.
"Ide bagus. Aku mau itu juga Bibi Anye, bungkuskan, ya," pintanya yang menunjuk sebuah kue pai krim dengan penyajian kue yang dihiasi gula bubur. Swan pun hanya bisa menggelengkan kepala.
Anyelir terkekeh dibuat tingkah satu-satunya teman Swan. "Tunggu sebentar, Bibi akan segera membungkusnya," ucap Anyelir yang bergegas melakukannya. Sebenarnya, Swan ingin membantu sang ibu, tetapi ibunya bersikeras menolak dan menyuruhnya untuk menamani Qia duduk di sebuah kursi yang berada di bagian pojok--mendapatkan pemandangan indah dari luar yang masih gerimis.
Qia terlihat meregangkan tubuhnya lalu tersentak kala mengingat sesuatu. "Swan, kau ingat Mia'kan? Kakakku yang sangat di jaga dan dikendalikan oleh keluarga?" tanyanya spontan. Lantas membuat Swan yang tadinya fokus pada pemandangan luar menoleh dengan raut wajah bingung.
"Ada apa dengan Putri Mia?" Ingin rasanya Qia menyuruh Swan untuk tidak terlalu formal jika membahas ia atau keluarganya, tetapi urung karena Swan tetap saja seperti itu.
"Kakakku akan dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai. Miris sekali," ucapnya dengan lirih. Terlihat kesedihan di bola mata Qia--Swan bisa melihatnya. Hanya saja, Swan tidak bisa memberikan begitu banyak respon.
"Aku mengerti kekhawatiranmu, tetapi memangnya siapa yang akan menjadi calonnya?" tanya Swan yang sedikit penasaran. Ia mengenal Putri Mia yang notabenenya adalah kakak dari Qia sendiri. Pertama kali mereka bertemu saat Qia mengajaknya ke acara amal waktu itu.
Terlihat Qia yang menghela napas. Mengamati Swan dengan perasaan cemas. "Pangeran Mahkota Martin. Terlebih kala desas-desus yang kudengar, Pangeran Mahkota Martin itu masih mencintai mendiang kekasihnya. Bukankah kakakku begitu kasihan dengan nasibnya?" Lalu Qia bangkit dari duduknya lantas mengacak-acak rambut miliknya.
"Menjengkelkan sekali! Kakakku itu lebih pantas bersama dengan orang yang ia cintai, bukan malah dengan Pangeran Mahkota Martin," ucapnya menambahi.
Swan mengangguk sebagai respon. Ia bingung untuk berkata apa. "Ya, itu tetapi semua ada di tangan Putri Mia."
Mendengar itu, Qia menjadi tidak semangat. Ia berkacak pinggang. "Tidakkah kau mengatakan sesuatu yang lebih bergairah lagi?"
"Maksudnya?" Swan menaikkan sebelah alis.
Qia mendengus sebal. "Cinta, kakakku berhak bersama dengan pria yang ia cintai. Mereka menikah, memiliki anak dan keluarga yang bahagia. Aku juga menginginkannya. Bukankah semua orang juga menginginkan itu?" Qia menjelaskan dengan raut bahagia. Mengingat, itu adalah impian yang sama untuk hidupnya di masa depan nanti.
Swan sejenak diam mendengar pertanyaan itu. Hanya saja, tidak lama Swan menggelengkan kepala. "Kau salah. Aku tidak menginginkan itu."
Qia lalu menghentikan imajinasinya. Ia tahu soal Swan yang tidak tertarik untuk membuat hubungan lebih dengan lelaki. Bahkan, jika menebak soal Swan yang menyimpang pun itu tidak benar. Swan seperti gadis yang sebenarnya juga membutuhkan cinta dan pasangan. Hanya saja, ego dalam diri Swan yang begitu besar serta trauma yang pernah Qia dengar sekilas dari mulut sang sahabat, membuat Swan seperti itu. Namun, Qia tipikal ingin membagi kebahagiaan, cinta dan kasih sayang yang ia rasa kepada Swan sehingga ia selalu berusaha membuat Swan merasakan hal-hal manis tersebut.
Swan tentu paham akan apa yang ia ucapkan. Tidak ada rasa penyesalan, karena murni dalam hatinya yang sudah membatu. Ia pun tidak terkejut dengan respon yang diberikan oleh Qia. Hanya saja, dua kartu dengan warna emas membuat atensinya teralihkan kala Qia menaruhnya di atas meja.
"Kartu?"
Qia mengangguk. "Kartu Peringatan Ulang Tahun Pangeran Mahkota Martin. Walau aku belum sepenuhnya yakin dengan Sang Pangeran Mahkota, aku memberimu ini setelah meminta lebih dari ibuku," ucap Qia yang tidak membuat Swan paham. Ia malah tidak mengerti. Terbukti dari raut wajahnya yang membuat Qia pun tersenyum tipis.
"Ayo kita ke pesta dansa!"Aye! Baru update lagi🤣 mohon maaf😄🙏 intinya, sampai jumpa di bab selanjutnya😙😃
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince and The Swan
RomanceTentang Swan--seorang balerina yang bermimpi untuk memiliki tempat pelatihan balerina sendiri. Swan yang tidak percaya akan pria dan ikatan pernikahan atau cinta sekalipun akibat kejadian di masa lalu, nyatanya harus terlibat masalah dengan seorang...