XXIII : Yes, I Will

62 13 1
                                    

Musik berirama mengisi seluruh penjuru ruangan latihan. Sekitar delapan anak-anak perempuan dengan leotard yang mereka kenakan, menuntun pointe masing-masing untuk menciptakan gerakan tari yang tegas--sesuai arahan seorang gadis yang bersedekap.

“Hayati dan coba lakukan dengan tegas! Tidak perlu terburu-buru!” Gadis itu kembali berujar dengan suara lembutnya.

Gerakan sederhana dari balet itupun tercipta dan tersinkronisasi. Ketukan lagu dan detail-detail gerakan terlihat sudah cukup jelas--membuat rasa kagum tumbuh pada dirinya atas pencapaian para murid.

Anak-anak tersebut begitu anggun melakukan latihannya. Akan tetapi, hanya sebentar saja karena salah satu di antara mereka langsung saja terjatuh.

Swan terkejut, lantas mendekat. “Kau baik-baik saja, Lyn? Apa ada yang terluka? Kakimu terkilir—“

“Aku baik-baik saja, Kak Swan! Aku terjatuh karena kurang fokus dalam melakukan keseimbangan. Tidak ada yang luka.” Sembari anak perempuan bernama Lyn itu tersenyum lebar dengan meluruskan kedua kakinya. Tentu saja, empat anak lainnya mengelilingi mereka.

“Huh, dasar! Kau membuat Kak Swan dan kami semua jantungan, Lyn!” Salah seorang anak berseru, Nena begitu sebal yang membuat Lyn mengerucutkan bibirnya.

Swan yang melihat hal tersebut, hanya bisa menggelengkan kepala. Sontak saja, ia menoleh pada arloji miliknya. “Oke, Adik-adik sekalian. Syukur kalau Lyn baik-baik saja dan sekarang, latihan sudah selesai. Untuk latihan nanti, Kak Blue yang akan memandu, oke?”

Lima anak tersebut mengangguk. “Baik, Kak Swan. Terima kasih untuk hari ini.” Mereka berujar serempak kemudian menundukkan kepala sebelum bergegas ke lantai bawah--tempat loker dan ruangan berganti pakaian terletak.

Swan hanya bisa tersenyum tipis melihat kelakuan anak-anak itu. Mengingatkan awal dari perjuangannya. Alhasil, Swan kini tinggal seorang diri. Ia pun memilih untuk membersihkan area tempat latihan untuk memudahkan staf umum. Lantas, setelah itu, ia beralih ke sebuah lemari yang ada di bagian pojok--tempat untuk menyimpan beberapa peralatan dan beberapa buku tentang balet.

Swan begitu fokus, hingga tidak menyadari jika seseorang mengamati dirinya dari kejauhan. Hingga, kala ia membalikkan tubuh, Swan bisa melihat seorang pria berkacak pinggang dengan mata menyipit--tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri.

Jemarinya kini sudah memegang dada. “Astaga, Ocean! Kau mengejutkanku!” ucapnya dengan kesal. Untung saja, Swan tidak berteriak. Hanya gerakan spontan saja dan makin sebalnya, Ocean hanya tertawa.

“Maaf, awalnya ingin mengetuk tetapi pemandangan melihat seekor angsa sedang membersihkan mengalihkan seluruh fokusku.” Tentu saja, Swan dibuat merotasikan bola matanya. Walau sebenarnya, jantung Swan sudah berdetak tidak karuan.

“Angsa kepalamu!” Swan mencibir. Rasa-rasanya Ocean tidak bisa berhenti tertawa, tetapi jika ia lakukan terus menerus, jelas Swan akan semakin sebal.

Ocean terlebih dahulu menarik langkah untuk mendekat ke arah Swan sembari memegang sebuah map. Ia menyodorkan map itu. “Legalisasimu sudah di terima. Ini akta terbitnya dan juga aku mengambil akta terbit dari Instansi Pendidikan. Seorang rekan memberitahu jika sudah selesai cetak,” ucap Ocean yang bersamaan kala Swan meraih map itu dan membukanya.

Raut bahagia tercetak jelas di wajah cantik Swan. “Wah, aku tidak menyangka. Akhirnya bisa terbit juga.” Ia berseru bahagia.

“Ya, Tora sudah mulai berjalan dengan baik. Terlebih, Pemilu sudah diadakan beberapa hari yang lalu, bukan? Walau kurasa, tetap saja akan ada kesenjangan nanti,” ucap Ocean yang membalas Swan.

Swan mengangguk. Sebelumnya, ia harus menunggu dengan jangka waktu yang tidak ditentukan karena kekacauan yang terjadi. Swan sempat putus asa, tetapi beruntung, Ocean mengulurkan bantuan dan akan mengurus secepatnya--walau setidaknya membutuhkan waktu yang cukup untuk dirinya harus menunggu.

The Prince and The SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang