Gedung sekolah SMA Neo V itu bertingkat 5, tapi dari lantai dua saja sepertinya sudah cukup puas untuk menyaksikan pemandangan aktivitas marid-murid seisi sekolah. Banyak dari mereka yang memanfaatkan waktu buat belajar dan sekedar duduk menikmati susana pagi. Sama seperti Echan dan Nana, yang memilih balkon lantai dua.
"Sok ganteng banget pacar lo, najis." Chanssa mendecih waktu liat Jeno dengan wajah dingin dan garis mata yang tajam lagi jalan membelah tatapan-tatapan penuh damba dari depan gerbang sampai memasuki lorong-lorong kelas. Tatapan-tatapan itu berubah jadi ungkapan kagum saat rambut Jeno berterbangan tertiup angin pagi yang terasa masih segar.
"Mane car." Desah Nana pandangannya beralih menatap jendela kelasnya yang menampilkan teman-temannya di dalam-- sedang belajar sebelum bel masuk.
"Sekolah bareng, jajan bareng, tiap hari bareng, mana bisa gak jatuh cinta." Ledek Echan yang hampir setiap pulang pasti pake banget sosok Jeno udah ada dirumah dia. Echan heran deh, sebenernya Jeno tuh punya temen apa enggak. Soalnya dari jama zigot, Jeno sama Nana udah bertemen. Dan dugaan Echan, dulu mama, papa janjian deh sama bunda, daddy-nya Jeno waktu mau bikin mereka tapi ternyata papa gocekannya mantep jadilah jackpot dapet mereka bertiga bukan Nana doang.
"Bisa aja tuh, gue sama Jeno udah lama temenan dan semua baik-baik aja."
"Yakin?"
"Iya!" Ujar Nana santai, karena ya memang dia seratus koma lima yakin banget kalau dia bisa terus baik-baik aja sama Jeno tanpa harus memiliki.
"Lo-nya yakin, Jenonya??"
"Ya pokoknya gue yakin."
"Kalau sekarang? Masih yakin?" Ujar Echan dengan senyuman penuh arti.
Nana tetep ngangguk yakin dengan mata yang mengikuti arah pandang Chanssa.
"Liat deh, cowok lo lagi di pepet tuh. Panas gak?"
Nana refleks menelan ludahnya, dia ngerasa kalo dirinya baik-baik aja sama apa yang dia lagi liat sekarang ini. Tapi beda sama jantungnya yang malah berdegup sangat cepat seolah menolak Nana yang bersikap baik-baik aja. Apa ini termasuk jika dia sedang menipu dirinya sendiri? Entahlah, tapi Nana ingin tetap merasa baik-baik aja.
"Nah, kan, ditunjukin semestanya langsung kalo Jeno juga bakal baik-baik aja. Hidup Jeno itu bukan cuma gue doang kok Chan." Ungkap Nana santai.
Jeno punya hidupnya sendiri gak melulu soal Nana, jadi ya itu udah jadi hak Jeno buat deket atau menjalin relasi dengan siapapun. Emang punya hak apa Nana buat ngelarang jalan hidup Jeno. Pada akhirnya dia bakal punya pendamping pilihannya sendiri dan ketika itu tiba, Nana pun akan mengerti. Percaya deh!
Perlahan namun pasti, mereka akan saling melepaskan satu sama lain. Itulah proses pendewasaan. Melepas apa yang seharusnya dilepas untuk meneruskan masa depan.
Iya, Nana yakin kok walaupun emang Jeno hampir selalu ada di hari-hari Nana, bahkan sepertinya Jeno melewatkan masa-masa SD sampai SMP-nya bersama Nana. Dia menyaksikan sendiri bagaimana Jeno tumbuh dan begitupun Jeno. Terkadang Nana berpikir, apa dia udah merampas kehidupan Jeno hingga lelaki itu hanya mengenal kata pertemenan bersamanya.
"Apa emang setiap keluarga dokter punya lingkup pertemanan yang sempit ya, itu-itu aja. Selain sesama dokter ya sodara, bahkan kadang sama tetangga aja kayaknya gak saling kenal ya?"
"Enggak juga ah!"
"Coba aja perhatiin deh. Daddy-nya Jeno dokter plus petinggi rumah sakit, bundanya Jeno dokter. Jeno tuh dari keluarga yang notabennya dokter semua. Mama juga dokter satu kampus plus satu kerjaan sama bunda-nya Jeno dulu. Gue yakin Jeno juga bakal jadi dokter." Ujar Echan menerka-nerka. "coba nanti pas lulus lo mau ambil jurusan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's Little Monsters
FanfictionSuka cerita ini? You can follow me for more stories♡ Tentang mereka yang saling melindungi satu sama lain. Percayalah, mereka tidak seburuk kelihatannya. Tentang papa Suh, seorang single parent yang harus menjaga 4 buah hatinya. Injun, Echan, Nana...