Chapter XIV : Sebuah Rahasia

160 30 10
                                    

Jangan lupa vote sama komen💃

"Kadang, orang lain hanya ingin tau lukamu, bukan ingin bersimpati padamu."

17 Januari 2024

Adya segera bangkit ketika sebuah pesan masuk ke handphonenya ia lantas berpamitan pada anggota The Alfa ataupun Black Diamond.

Dengan kecepatan penuh Adya melajukan mobilnya tanpa peduli dengan keamanannya, hatinya berdegub kencang mengingat pesan dari ART di rumahnya.

Ketika mobilnya telah terparkir di depan rumahnya dia segera masuk ke adalah rumah, suara petir tiba-tiba menyambar hingga tidak lama rinai hujan turun membasahi bumi.

"Saya pikir gak bakal pulang," sindir laki-laki paruh baya berusia 40 tahunan yang masih terlihat muda kepada Adya.

Kepala Adya menunduk, dia tidak berani menatap mata laki-laki di hadapannya.

"Maaf, pah." Lirih Adya kepada Alex -Papahnya- yang menatapnya tajam.

"Kamu pikir maaf kamu cukup buat ngapusin rasa malu saya?" Cerca Alex.

Adya diam, mulutnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Alex.

"Bodoh, pembawa sial, pembunuh!" hina Alex dengan begitu mudahnya, tangannya bahkan terangkat untuk memukul gadis di hadapannya.

"Jam sembilan malam keluyuran, ngejalang kamu?" Cercaan pertanyaan Alex hanya dibalas kata maaf dari Adya membuat Alex mendengus jengah.

Hingga rasa panas menjalar memenuhi pipi Adya, dalam sekali tamparan sudut bibir gadis itu sudah kembali sobek, padahal baru beberapa hari lalu baru saja di obati.

Adya mengangkat wajahnya menatap Alex membuat Alex menggeram marah, dia tidak suka jika Adya berani menatapnya seperti itu.

Dengan cepat Alex mengambil sapu lalu mulai memukulkan gagang sapu ke punggung Adya.

Satu hal yang paling Adya benci dari dirinya, dia tak pernah berani untuk melawan.

Bibirnya digigit dengan keras agar dia tidak berteriak, bahkan dapat Adya rasakan darah mulai keluar karena gigitannya yang terlalu keras.

Suara hujan menyamarkan suara gagang sapu yang menghantam punggung Adya.

"BODOH, PEMBUNUH!" Tangan Alex terus memukul Adya, dia tanpa ampun terus memukul Adya dengan keras.

"AMPUN, PAH! AKH!" Teriak Adya saat dia sudah tidak sanggup menahan rasa sakit yang menyerang punggungnya, dia memohon agar Alex berhenti.

Ditengah Alex yang masih memukul Adya, ART yang tadinya mengirim pesan kepada Adya berlari dan memeluk Adya erat.

"CUKUP PAK, KASIAN NENG ADYA, NENG ADYA BUKAN PEMBUNUH!"

"Bi," lirih Adya menatap wajah Ira -ART yang mengasuh Adya sejak dia kecil- yang menangis sambil memeluknya dari belakang.

Alex menatap tajam Ira, dia memberikan peringatan, "Menjauh Bi."

"Jangan seperti ini pak, Bu Dea bakal marah kalau bapak-"

"JANGAN BAWA-BAWA DEA!" Alex membentak, dia menatap penuh kemarahan pada Ira dan Adya.

Amarahnya yang memuncak membuat dia melemparkan sapu tersebut mengenai sebuah vas yang ada di ruang tamu.

"KELUAR DARI RUMAH INI!"

"PAH!"

"ANDA DENGAR 'KAN, IRA?! KELUAR DARI SINI!"

Adya melepaskan pelukan Ira, dia berlutut pada Papahnya.

"Pah, jangan usir bi Ira, Adya mohon," mohon Adya kepada Alex.

Tubuh Adya yang memohon ditendang Alex dengan keras, dia bahkan menginjak tangan Adya tanpa peduli rasa sakit yang di alami oleh Adya.

"Kalau begitu, kamu jangan tidur di dalam rumah malam ini, tau pintu keluar 'kan?"

Dengan tubuh yang terasa remuk Adya mengangguk. "Jangan neng, biar bibi-"

"Jangan pernah keluar dari rumah ini bi," potong Adya lebih dulu, dia memeluk Ira sebelum keluar dari rumah.

Dirinya tidak peduli dengan kondisi di luar rumah yang sedang hujan deras sedangkan tubuhnya sedang dalam kondisi buruk.

Langkah Adya terasa berat harus keluar dari rumah, jam sudah menunjukkan pukul 00.00 AM.

Ia berjalan tak tentu arah, dia keluar dari kompleks dan berjalan sendirian ditengah lebatnya hujan.

Adya menyukai hujan, sebab hanya hujan yang bisa menyembunyikan air matanya, tak ada isakan hanya ada tangisan tanpa suara. Bukankah itu lebih menyakitkan?

Adya terus berjalan tanpa peduli dengan rasa pedih di punggungnya dan rasa dingin yang menusuk tubuhnya, dia hanya ingin terus berjalan tanpa tau kemana tujuannya, tempat yang dia katakan sebagai rumah saja tertutup untuknya malam ini, lantas kemana ia harus bermalam?

Langkah Adya terhenti sebentar, dia menunduk untuk menatap lamat kakinya yang sudah terasa sangat sakit.

Kepalanya juga mulai terasa pusing, matanya meminta untuk ditutup, otaknya sudah lelah dan memintanya berhenti sejenak.

Ditengah keterdiamannya, Adya tidak merasakan lagi rintik yang jatuh menghantam dirinya, tapi Adya jelas masih mendengar suara hujan di sekitarnya.

Adya terdiam ketika matanya melihat kaki seorang laki-laki yang berada dihadapannya, dengan cepat Adya mendongak.

Matanya beberapa kali mengerjap ketika cahaya dari lampu jalan menyilaukan matanya.

Ketika ia sudah bisa menyesuaikan cahaya yang memasuki retinanya, dapat Adya lihat wajah orang yang tengah memayungi dirinya.

Rambut laki-laki itu sedikit basah, mungkin karena sempat terkena hujan.

"Xavier?" Xavier mengangkat sebelah alisnya ketika Adya memanggilnya dengan nada bertanya.

Mata Adya yang terlihat merah membuat Xavier merasa yakin bahwa Adya habis menangis.

Namun, ada hal yang membuat Xavier semakin bingung, luka yang dulu pernah di obati oleh Xavier sekarang berdarah lagi dan dia dapat melihat sebelah pipi Adya merah yang artinya itu bekas tamparan.

"Are you okay?" Tanya Xavier membuat Adya hanya diam, merasa Adya sedang tidak baik-baik saja Xavier berinisiatif untuk memeluk Adya. "Kalau lo mau cerita-"

BRUK

Baru lima detik Xavier memeluk Adya, Adya mendorong Xavier dengan kencang, ia bahkan menatap tajam Xavier.

"Jangan lancang!" Marah Adya, Xavier kaget ketika Adya tiba-tiba mendorongnya, dia tentu bingung kepada Adya yang menatapnya tajam.

Tubuh Xavier sudah basah di guyur hujan, payung yang dari di pegangannya jatuh sebab dorongan Adya yang mendadak.

"Kita gak saling kenal, cuman kebetulan kita satu kelas dan duduk bersebelahan, bukan berarti lo bisa lancang kaya gitu, jangan ikut campur urusan gue, Xavier. Jaga batasan lo!"

Setelah mengatakan hal tersebut kepada Xavier, Adya berlalu meninggalkan Xavier yang masih agak kaget dengan sikap Adya.

Xavier pikir Adya orang yang cukup welcome terhadap orang baru, tapi ternyata gadis itu sedikit temperamen.

Karena penolakan mentah-mentah dari Adya, Xavier segera kembali ke mobil yang dikendarainya, dia memang baru saja pagi dari rumah The Alfa menuju markas Black Diamond.

Namun karena tidak sengaja melihat Adya yang sedang hujan-hujanan di jalan dia memilih untuk menepi untuk bertanya tentang kondisi Adya, tapi ternyata sikap Adya sangat menolak kehadirannya.

Adya berhenti di depan sebuah ruko yang sudah tutup, dia memilih untuk menumpang tidur di sana.

Makin kesini makin kesana😭
Helpp gw ngerasa ini alurnya mandet anjirr😭
Sabar gw bakal coba benerin arah konflik sesungguhnya, janji sblm atau ketika chapt 20 konfliknya mulai ada yang selesai😢

Who is she? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang