BAB 17

98 21 0
                                    

■□■□■□■□■

Hinata tidak terbiasa tidur terlalu lama. Baginya, bangun lebih awal daripada orang-orang sudah menjadi kebiasaannya, sejak orangtuanya, adik kembarnya, semua hidup dalam tempat tinggal dan hubungan yang hangat. Hari di mana dia tidak pernah menyangka, masa depannya akan berubah dalam sekejap.

Ruangan itu dipenuhi oleh suara detik jam yang menggema. Itu artinya tidak ada siapa kecuali dirinya yang tinggal sendirian seperti sebelum-sebelumnya, hanya yang membedakan, tempat ini masih layak. Kasur yang hangat, ruangan yang lembap sempurna, sirkulasi yang tidak menyesakkan itu kemajuan yang tak terbayangkan. Setelah ini, dia akan hidup seperti ini selamanya. Hinata memastikan untuk hidup selayaknya gadis normal di kota-kota besar tanpa menyulitkan dr. Uzumaki. Pria itu sudah baik membantunya untuk lepas dalam mimpi buruk.

"Kenapa kamu sudah bangun?"

Tidak disangka-sangka, dr. Uzumaki masih ada di sana. "Aku mengira dr. Uzumaki sudah pulang."

"Pulang? Tentu saja kita harus pulang bersama-sama. Mulai sekarang tempat tinggalku adalah tempat tinggalmu juga. Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini, dan kamu pergi ke Tokyo tanpa pengawasanku. Detektif wanita itu juga sudah tahu, kalau ke depannya kamu berada dalam pengawasanku."

Hinata kira semua itu hanya mimpi. Dia terbebas dari rumah mengerikan itu dan terbebas dari ibu tirinya yang menyebalkan. Hari di mana dia akan bermimpi indah. "Bagaimana dengan ayahku?"

"Kamu bisa bertemu dengan beliau kapan pun. Besok pagi dia akan dibawa ke panti lansia dan dipantau kesehatannya. Aku yakin, pengobatan yang tepat akan membuat pria itu bisa berjalan kembali dan berbicara. Kamu tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya. Untuk saat ini ada yang lebih penting yaitu menjaga kesehatanmu."

"Terima kasih banyak. Aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikan dr. Uzumaki. Jangan pernah sungkan untuk meminta sesuatu padaku. Aku pasti akan membalasnya, apa pun itu."

Apa pun itu? Naruto terdiam, dia mengamati Hinata dengan tatapan dingin seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Hinata menjadi lebih terbiasa saat pria itu berubah menjadi seperti sekarang. Gadis itu sama sekali tidak takut ataupun terpengaruh bila pria itu punya maksud lain. Lagi pula, Hinata melupakan apa saja mengenai kebahagiaannya. Dia terbiasa untuk tertindas menjadi sangat lemah. Apakah mungkin dia terlalu memercayai dr. Uzumaki sampai dia sendiri membuang seluruh logika yang masih tersisa?

Setelah dengan tatapan sinis dan dingin itu, sang dokter kembali tersenyum, lalu menangkap pipi Hinata. "Jangan mudah berkata bahwa kamu dapat melakukan apa saja. Suatu hari, kamu mungkin saja tidak membutuhkanku lagi. Aku sangat sedih, bila kamu tidak menepati janjimu. Jadi, aku mohon kamu tidak mengatakan hal semacam itu lagi," begitu Naruto akan menarik tangannya, Hinata menangkap tangan pria itu, dan memaksanya untuk tetap membelai pipinya. "Hinata?"

Hinata tersenyum kepada dr. Uzumaki yang termenung. "Aku tidak akan pernah mengikari janjiku."

Dalam ingatan yang samar dan tidak masuk akal. Naruto masih dapat melihat semua kebahagiaan kecil yang dihabiskannya bersama Hinata. Meskipun di tengah-tegah hubungan mereka itu dipenuhi oleh kesalahpahaman dan keragu-raguan, sehingga dia kehilangan seluruh akalnya, lantas mau tak mau dia harus mengulang seluruh kemalangan yang menjadi takdir mereka berdua.

"Apakah dr. Uzumaki tidak ingin mendengarnya? Apa yang terjadi padaku saat itu?"

"Aku tidak ingin membebanimu. Kamu boleh cerita jika sudah saatnya tiba."

"Inilah saatnya," ucap Hinata. Kali ini dia menurunkan tangan sang dokter, kemudian digenggamnya erat di atas pangkuannya begitu dia mengambil duduk susah payah. Hinata pun segera memejamkan mata ketika hendak menceritakan semua kejadian pada malam itu. "Seorang pria menggunakan  topi dan masker. Sulit mengenali wajahnya. Dia bahkan mengenakan setelan gelap. Badannya sangat tinggi. Semua yang ada padanya sangat begitu familier. Pria misterius itu pasti pernah kutemui di suatu tempat, tidak salah bila aku menduga bahwa dia rentenir yang sering datang. Tapi aku yakin, tidak ada yang setegap dan setinggi pria itu."

Naruto masih mengamati dan mendengarkan semua kesaksian Hinata di malam kejadian.

"Pria itu terlihat tidak sungguh-sungguh untuk menyakitiku," kata Hinata kali ini, tatapan Naruto berubah menjadi membingungkan bagi Hinata yang tidak dapat menilainya. "Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berteriak. Aku berupaya agar ibu tiriku tidak tewas begitu saja. Bukan karena aku merasa takut. Wanita itu, bukankah sebaiknya tidak dibunuh? Melainkan, dia dipermalukan dan dilempar untuk melunasi semua utang yang dia ciptakan."

Pandangan Hinata menembus mata biru dr. Uzumaki yang kelam dan misterius. Satu-satunya yang Hinata temukan adalah rasa sakit dan putus asa. Pria itu seolah tidak hidup—dr. Uzumaki makin terlihat seperti orang yang sudah lama mati. Tidak ada semangat yang terlihat. Hinata merasa dia salah menilainya, tetapi saat diamati lebih dalam, pria itu seolah terlalu lama hidup di dalam sebuah kepalsuan yang tanpa henti mencekiknya. 

"Pria itu berniat memerkosaku. Tapi aku merasa semua tindakannya ragu-ragu. Aku tidak tahu apakah penilaianku benar. Tapi sepertinya dia mencoba membuat alasan agar semua tampak seperti penjarahan."

"Aku tidak menyangka kalau kamu itu gadis pintar. Kenapa kamu tidak menceritakan itu kepada detektif wanita itu?" Hinata menunduk, dia mengamati tangan dr. Uzumaki yang digenggam olehnya.

"Firasatku berkata, aku tidak harus menceritakan semua itu kepada mereka."

"Kenapa?"

Saat mata mereka bertemu, tidak ada lagi kecanggungan. Sepanjang waktu ketika mereka masih sama-sama memandang, hanya senyum Hinata yang dapat Naruto lihat dan membekukannya. Gadis itu memesona. Gadis itu sangat cantik di matanya, dan seorang pun tidak boleh memilikinya. Dia akan mencintai dan menyukai gadis itu tanpa kecanggungan, kepolosan, atau kecemasan yang terus membuatnya menderita.

"Aku mencintaimu," ada sengatan kecil yang tidak terkira setelah mendengarnya. "Apakah aku boleh mengatakan kepadanya seperti itu? Aku akan membayar seluruh apa yang sudah dia lakukan kepada ibu tiriku. Aku bukan gadis tidak tahu diri," Hinata tersenyum lebar, tidak seperti tadi. Kali ini dia tersenyum dengan meletakkan pipinya di atas tangan besar sang dokter. Kehangatan menjalar dan membuat semburat merah di pipinya makin kentara. Demi Tuhan! Gadis itu sangat-sangat cantik lebih dari biasanya. "Jika kami bertemu lagi, aku akan melakukan apa saja untuknya. Bukankah berterima kasih tidaklah cukup?"

Naruto menghadiahi Hinata ciuman lembut dan saling membalas satu sama lainnya. Tangan Naruto merayap di balik setelan pasien Hinata, sedangkan tidak butuh waktu lama ketika mengalungkan tangannya ke leher sang dokter yang tiba-tiba berdiri dari duduknya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang pasien, Hinata merengut. Jari besar laki-laki itu menyentuh titik sensitif di bawah perutnya. Hinata tidak menyangka, suasana yang kelam itu berubah intim seketika. Meski begitu, ciuman itu tidak berhenti begitu saja.

"Dokter!" Hinata mengamati wajah Naruto yang tetap dingin, tetapi mata pria itu penuh nafsu. "Ini pertama kalinya bagiku. Apakah dr. Uzumaki bisa dengan lembut melakukannya?" 

■□■□■□■□■

BERSAMBUNG

In a Lonely and Sleepless Nights. 7 © 15 Oktober 2016

Ditulis ulang: 10 Agustus 2023

In a Lonely and Sleepless NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang