BAB 8

102 37 2
                                    

PENGUMUMAN UNTUK PENGGILA PROMO KAYAK AKU~

Selama Hari Kemerdekaan dari tanggal 01 Agustus - 17 Agustus 2023. SEMUA karyaku di KARYAKARSA seharga Rp. 7.800,- dan bisa dinikmati SEUMUR HIDUP! Jangan sampai ketinggalan~ *harga di atas kecuali PDF

■□■□■□■□■

Bukan hal baru bagi Naruto Uzumaki untuk melihat tubuh telanjang seorang perempuan mengingat profesinya. Saat masih menjadi dokter umum dan bertugas di rumah sakit, dia terbiasa untuk itu, tetapi situasinya tentu saja tidak seperti hari ini. 

Naruto terpaku pada awalnya, dia tidak menyangka harus melihat semua itu di tengah situasi mereka. Naruto menemukan tubuh gadis itu kurus, alih-alih mengomentari berat badannya, dia menemukan sesuatu yang mencengangkan. Meski bukan pertama kalinya, masih saja dia merasa syok melihatnya.

Dia mungkin akan baik-baik saja dan tampaknya tak akan peduli kalau yang ada di depannya adalah seorang penari telanjang yang mencoba menghiburnya bersama teman-temannya di ruang privat kelab malam. 

"Apa bukan hanya padaku saja kamu seperti ini, Nn. Hyuuga?" dia berusaha untuk tenang, di tempat duduknya. Namun sebenarnya dia panik, bagaimana kalau kliennya datang ke klinik di tengah kondisi Hinata yang seperti ini. Naruto bisa saja berdalih, dan mereka percaya ada banyak pasien yang impulsif seperti gadis itu Orang akan memercayainya, dan dalam sekejap dia tenang. "Nn. Hyuuga, perlu kamu tahu, aku tidak bisa sembarangan menyentuhmu karena kamu seorang pasien. Jadi, pakai kembali bajumu sebelum orang lain dapat melihatnya. Aku tidak suka!"

Hinata mengabaikan Naruto. Tubuhnya yang kurus dan penuh bekas luka di sana-sini, tetapi yang ingin ditunjukkannya kepada sang dokter bukan yang itu. Dia memutar tubuhnya di posisi yang sama, memperlihatkan punggung yang penuh oleh penyiksaan tak wajar. Itu adalah luka bakar yang terlihat mengerikan. Lukanya pasti membekas, meskipun diobati—tidak, tentu saja gadis itu belum mengobatinya. Tekstur kulitnya melepuh total dan memerah.

"Apa yang terjadi padamu?" suara Naruto meninggi.

"Ibu tiriku menyiram dengan kuah miso panas, dan memukul di bagian yang melepuh. Aku tidak berkutik. Aku tidak bisa apa-apa," Hinata kemudian membungkuk, tubuhnya bergetar ketakutan, berpikir mau sampai kapan dia bertahan dalam situasi tak menguntungkan sejak ayahnya membawa wanita itu ke rumah mereka. Ayahnya bahkan tak dapat melakukan apa-apa selain menangis dan dalam bahasa isyarat meminta maaf kepadanya.

Naruto memungut seluruh pakaian Hinata, saat melihat ada orang yang datang, dia membawa gadis itu pergi ke kamar belakang. Beruntung bahwa kamar itu sudah dibersihkan oleh perawatnya, biasanya memang diperlukan untuk hal-hal semacam ini. Pasien pingsan atau mengalami hipervetilasi yang disebabkan oleh trauma dan kecemasan yang meningkat. Naruto tak langsung membantu gadis itu mengenakan bajunya. Dia tidak mau membuat luka di tubuh gadis itu semakin menyakitkan. Dia hanya menyuruhnya tengkurap, lalu menyelimuti di bagian area pinggang.

"Maaf, aku perlu melepaskan pengait bra, ini terlalu ketat, jangan menggunakannya untuk sementara waktu."

Gadis itu hanya mengangguk setelah dia menyembunyikan wajahnya di atas bantal. Dia malu, tapi mau bagaimana lagi, karena dia akan melakukan apa saja agar terbebas dari kekejaman sang ibu tiri. Dia harus meyakinkan sang dokter untuk mencarikan rumah perlindungan baginya dan ayahnya.

Masih mengamati luka itu, Naruto malah mendengar kliennya membunyikan bel di meja penerima tamu. Dia pun keluar dari ruangan itu tanpa mengatakan apa-apa kepada Hinata. Kemudian menyambut kliennya dengan ramah.

"Maaf, ada satu pasien yang mengalami hipervetilasi, sementara di hari Minggu ini perawatku libur. Anda bisa menunggu saya di ruang pemeriksaan, tidak apa-apa, 'kan? Saya akan mengurus sebentar salah satu pasien yang membutuhkan pertolongan," sang dokter berbicara sembari mengenakan sarung tangan medisnya. Membawa beberapa alat pembersih luka dan cairan infus bersamanya.

In a Lonely and Sleepless NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang