■□■□■□■□■
Rasa lelah dan kantuk tak bisa disepelekan, membuat Hinata tidak sengaja membenturkan kepalanya ke dinding kaca karena tiba-tiba terjatuh. Dia tidak dapat menahan semua itu sekaligus. Lagi pula, dia sudah tahu bakal menunggu selama ini. Lebih banyak sesi berbicara dan mendengarkan lantaran memang begitu prosedurnya.
Belum lagi, tidak dikiranya Tokyo jauh lebih panas dari tempat tinggalnya. Satu-satunya gunung yang bisa dilihat dari tempat ini hanya gunung Fuji. Meski banyak kebun raya, semua itu masih tidak membantu sirkulasi udara yang lebih baik agar tak sepanas padang pasir. Gedung-gedung tinggi itulah penyebabnya. Tidak ada kesejukan yang menyapu kulit penduduknya. Satu-satunya surga tetap berada di rumah, di bawah pendingin ruangan.
Si penerima tamu tiba-tiba memanggil namanya. "Nn. Hyuuga," dia terlonjak kaget saat setengah mengantuk mendengarnya. Sayup-sayup suara penerima tamu membuat Hinata langsung sadar serta meninggalkan rasa pening tak terkira. "Anda baik-baik saja? Apakah perlu saya buatkan teh dingin lagi?"
"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit mengantuk."
Tidak jauh dari tempatnya duduk, pintu yang ada di dekatnya itu terbuka perlahan. Sempat dia berpapasan dengan tatapan dingin seseorang. Mata biru itu mungkin saja menyejukkan, tapi gelap, penuh misteri bahkan ketegasan yang membuat tubuh Hinata tegang seketika. Pandangan intimidasi mencekiknya, sampai-sampai membuatnya terdiam.
"Tidak ada kalimat yang benar-benar bisa saya katakan sebagai pujian untuk Anda, dr. Uzumaki," ada sesosok pria tua yang keluar setelah dr. Uzumaki. Dia tampaknya puas dengan pelayanan pria itu—tidak mudah mendengarkan orang lain bercerita keluh kesah mereka. Telinganya harus tajam. Kesabarannya harus besar. Pantas kalau perlu biaya lebih banyak untuk bisa menggunakan jasanya. Seorang psikiater profesional, nama pria itu melambung lebih tinggi ketika menjadi tamu langganan di tengah maraknya tayangan yang mengulas total dari dampak buruk memiliki mental yang rusak karena kekerasan.
Pria tua tadi melewati Hinata setelah terlalu banyak berterima kasih kepada dr. Uzumaki yang mungkin berjasa membantunya banyak hal hari ini. Melihat kepuasan pasien lain, Hinata semakin yakin kalau dia tidak salah datang ke sini. Seluruh perjuangannya terbayar melihat orang lain senang. Tidak memikirkan apakah dia akan mendapatkan hal yang sama setelah bertatapan langsung dengan sang dokter tadi. Dia tak boleh melupakan bagaimana pria itu menatapnya tajam dan mencari tahu dari gerak-geriknya.
"Masih ada satu lagi ya?" tanya sang dokter kepada si penerima tamu, yang kemudian menggerakkan tangannya, seakan memaksa pria itu untuk melirik ke samping. Wajah pria itu mendadak lebih ramah dari saat Hinata melihatnya baru keluar dari ruang konsultasi. "Halo, silakan ikut aku masuk ke dalam," suaranya yang berat dan serak sangat menyejukkan hati Hinata, berpikir kapan ya, dia bisa berbicara seperti pria itu, yang membuat orang lain merasa tenang. Pria itu melihat papan yang diberikan oleh si penerima tamu. "Nn. Hinata Hyuuga, mari."
Pria dengan setelan jas yang bagus di depannya adalah dokter yang dia banggakan. Seseorang yang mungkin saja dapat menolongnya dan mau mendengarkannya yang bodoh ini. Pria itu pasti tidak akan meremehkannya apalagi menertawakannya seperti orang lain.
Masih berada di tempatnya, sang dokter menunggu Hinata dengan sabar untuk segera melangkah masuk ke ruangan. Memang sudah menjadi kebiasaan kalau orang yang baru pertama kali datang agaknya tampak canggung sepeti gadis itu.
"Apa Anda tidak jadi masuk, Nn. Hyuuga?"
"Maaf."
Sang dokter masih menahan pintu agar tak tertutup. Membiarkan Hinata masuk ke dalam, entah mengapa Hinata merasa dia tengah diperhatikan. Tatapan seperti hewan buas, tapi semua itu pasti hanya sekadar perasaannya saja. Kondisinya memang mudah mencurigai orang lain. Sang dokter tak mungkin berusaha melukainya atau meremehkannya.
Apakah semua pria kota besar seperti dr. Uzumaki? Tak dapat dipungkiri, ketampanan sang dokter mampu membuat Hinata salah tingkah. Sekejap dia lupa tempatnya. Sang dokter tak mungkin menyukai gadis ketinggalan zaman sepertinya. Ada banyak calon mempelai yang lebih baik—masalahnya mengapa dia harus berpikir sampai ke sana. Bodoh dan itu memalukan seperti biasanya. Kalau sampai sang dokter tahu apa yang dipikirkan olehnya, itu benar-benar mengerikan. Semua orang tahu betapa profesionalnya dokter sebut, dapat menilai emosi orang lain hanya dari tatapannya, sedangkan Hinata tidak mau sampai ketahuan.
Hinata mendekati kursi tepat di bawah pendingin ruangan. Aromaterapi memanjakan penciumannya begitu masuk ke sana. Hinata suka aroma ini, mungkinkah lavendel?
Dulu, sang ibu suka menanam lavendel saat banyak nyamuk yang mengganggu karena ayahnya membuat kolam ikan yang bahkan tidak terawat, tetapi malah tidak boleh dibongkar. Dia merindukan saat-saat keharmonisan itu terjalin erat.
"Ugh!"
Dr. Uzumaki mendekati Hinata saat gadis itu tiba-tiba berseru dengan kesakitan tetapi mencoba ditahan. "Apa kamu tidak apa-apa?" dia berlutut, mencermati lutut Hinata yang tergores pinggiran meja. Seorang pasien pagi ini meraung karena stres, dan merusak bagian mejanya. Dia lupa mengambil penambal agar tidak melukai pasien lainnya. "Tunggu sebentar, ya, aku akan ambil perekat untuk menutupi bagian ini."
Meskipun itu bukan kesalahannya, Hinata tetap saja malu dan merasa bersalah dibuatnya.
Dr. Uzumaki tidak lama datang kembali dan menambal bagian yang sudah rusak tadi. Tidak lupa dia membawakan salep luka yang kemudian dioleskan pada lutut Hinata. Gadis itu terkejut melihat sikap lembut dr. Uzumaki. Dia hampir sulit menerima kebaikan tulus dari orang lain, itu sebabnya Hinata selalu takut dan tidak mudah untuk memercayai siapa pun.
"Lain kali lebih hati-hati, Nn. Hyuuga."
"Maafkan saya, dr. Uzumaki."
Hinata kembali merasakan kecanggungan yang selalu dialaminya. Kali ini dr. Uzumaki pun menghidangkan teh dingin, persis seperti yang diminumnya tadi.
"Terima kasih."
"Kita punya waktu 90 menit, tetapi bisa bertambah atau berkurangnya waktu tergantung pasien. Aku tak pernah membatasi. Jika ingin memulai, kita bisa melakukannya sekarang. Tapi bila kamu ingin diberikan waktu lebih lama untuk mempersiapkan diri, kita bisa berhenti sebentar, dan menunggu sampai kamu benar-benar sudah siap."
■□■□■□■□■
BERSAMBUNG
In a Lonely and Sleepless Nights. Ch 1 © 10 Oktober 2016
Ditulis ulang: 30 Juli 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
In a Lonely and Sleepless Night
Fanfic✿ Baca cepat di Karyakarsa ✿ Update 2 minggu sekali di Wattpad ✿ Pre-Order versi cetak Rp. 130.000,- Tragedi yang disebut sebagai Oktober Berdarah menyebabkan banyak orang kehilangan keluarganya. Sebuah bus pariwisata dibajak oleh sekelompok perampo...