BAB 3

142 39 0
                                    

PENGUMUMAN:

Menyambut hari Kemerdekaan RI, ada harga spesial untuk Karyakarsa nanti, semua harga fanfikku (kecuali PDF) di sana turun harga jadi Rp. 7.800,- dari tanggal 01-17 Agustus 2023, yang bisa dinikmati SEUMUR HIDUP. 

■□■□■□■□■

Berkat liputan khusus di televisi, tidak mungkin semua orang tidak mengenal Uzumaki House—sebuah tempat layanan kesehatan jiwa yang dikelola secara pribadi. Pemiliknya adalah Naruto Uzumaki, pria berusia lebih dari tiga puluh tahun yang cukup tanggap dan peduli akan kesehatan jiwa masyarakat di sekitarnya.

Bagian paling umum yang tidak dapat dirahasiakan lagi, di mana masyarakat tak terlalu peduli pada mental mereka yang rapuh. Kebanyakan dari mereka memilih untuk mengakhiri hidup tanpa solusi yang tepat, bahkan berpikir kematian tak akan merugikan siapa pun termasuk diri mereka sendiri. 

Pria itu tidak ingin orang-orang mudah menyerah. Dr. Uzumaki sangat ramah dan murah senyum kepada siapa pun. Beliau pria yang pantas dihormati sebab tak pernah segan untuk membantu seseorang tanpa pamrih, menyelamatkan jiwa-jiwa yang rapuh itu agar tak mudah menyerah. Hinata memiliki keberanian setelah pria itu mengulurkan tangan lewat tayangan di televisi. Mengajak banyak orang jangan pernah takut untuk mengungkapkan kekerasan di sekitar mereka. 

Sebelum berada ke dalam sesi selanjutnya, masih menikmati teh dingin dan macaroon yang dihidangkan untuknya. Hinata meneliti sekelilingnya. Selain aromaterapi yang memanjakan penciumannya, dekorasi tempat ini pun tidak terlalu banyak. Salah satu sudut dipenuhi oleh rak tetapi tak terlalu diisi oleh banyak buku. Lampu gantung kecil kristal sungguh mewah. Hinata dibuat takjub oleh keindahan dan suara gemercik dari kristal lampu yang tergantung di atasnya.

Hinata menatap lampu gantung itu dengan pandangan kosong sambil menggigit macaroon sedikit demi sedikit. Dia tidak mendengar apa pun kecuali suara itu dan pendingin ruangan. Tempat ini nyaman sampai dia rasanya ingin tidur pulas demi memulihkan diri. Lagi pula, sang dokter memberinya banyak waktu untuk terbiasa satu ruangan dan menganggapnya menjadi seorang teman agar dapat menceritakan semua keluhan-keluhan yang tertahan. Mata Hinata menjadi lemah, dia tidak bisa menahan kantuknya sampai sang dokter mengambil macaroon yang akan terjatuh dari tangan gadis itu.

Kepala Hinata mendarat pada bantalan sofa. Dia tertidur pulas dan seolah terbebas dari semua beban-beban mental. Dia mengabaikan sesi konsultasi yang berharga, sementara sang dokter hanya duduk sambil memperhatikan dengan tatapan meneliti dan dingin di tempatnya. 

"Nn. Hyuuga," berselang sepuluh menit dari saat Hinata ketiduran, gadis itu terbangun tanpa panik dan menatap sang dokter. "Apa kamu sangat mengantuk?"

"Tidak, Dok."

"Baiklah. Apakah kita bisa melakukan sesi konsultasinya? Tapi jika kamu masih ingin istirahat, kita bisa mengulur waktunya lebih lama," tatapan Hinata sedikit kosong saat menatap sang dokter. "Apa yang kamu lakukan selama ini? Sudah berapa lama kamu selalu mewaspadai keadaan di sekitarmu?"

Hinata memutar ingatan ke belakang. Tampaknya dia berusaha menyusun semua kejadian-kejadian nahas yang dialaminya, dibuatkan serangkaian kalimat agar dapat disampaikan kepada sang dokter dengan baik di dalam kepala yang terus berantakan dan tak beraturan. Ada banyak yang dipikirkannya sampai-sampai tidak dapat mengungkapkan seluruh isinya. Mentalnya sudah rapuh setelah kematian ibunya karena insiden berdarah yang tidak dikiranya dilalui oleh mereka.

Sebagai seorang spesialis, dr. Uzumaki lebih banyak diam dan bertanya seperlunya, bukan berarti dia tidak peduli dengan apa yang terjadi pada pasiennya. Pria itu lebih senang bila sang pasien yang memberikannya keluhan langsung tanpa dia memberikan pertanyaan yang kadang-kadang bisa disalahartikan. 

Selain membuka praktik pelayanan kesehatan jiwa secara pribadi, dr. Uzumaki sering kali berkunjung untuk hadir dalam praktik setiap hari Senin dan Kamis di Tokyo Hospital, rumah sakit terbesar di ibu kota. Di rumah sakit tersebut, selain departemen bedah, departemen psikiatri cukup terkenal dalam menangani kondisi trauma seseorang. Setelah itu, dr. Uzumaki melanjutkan untuk berkunjung  ke tempat para lansia. Dia bertanya kondisi kesehatan mereka dan memberikan kudapan secara cuma-cuma. Semua orang sangat tersentuh oleh kebaikannya itu.

Namun bagi Hinata yang belum dapat mengenalnya baik selain kabar yang didengar dari televisi, dia hanya mengamati dr. Uzumaki seperti gadis linglung dan tak yakin. Kedua tangannya diletakkan di atas lutut selagi meremas rok paling bagus yang dimilikinya itu. Awalnya dia menunduk, lalu kembali mengamati dr. Uzumaki yang tersenyum.

"Semua berproses, tidak perlu terburu-buru."

"Jika tidak segera, saya tidak tahu kapan saya dapat menceritakannya, dan sebelum berhasil datang ke sini karena pertemuan kedua, ibu tiri saya mungkin saja bakal menemukan saya, lalu memukuli saya seperti yang sudah-sudah," mata dr. Uzumaki memandangi Hinata tajam, ada sesuatu yang ingin disampaikan pria itu terlihat dari mulutnya yang sedikit terbuka, tetapi kemudian mengurungkan niatnya, dan bibir tipis lelaki itu kembali mengatup rapat, berpikir lebih baik memilih kalimat yang tepat.

"Jika hal itu sampai terjadi, kamu dapat menghubungiku. Aku mungkin tidak bisa datang dengan cepat karena jarak, tetapi setelah berhasil menyelamatkanmu, aku akan membawamu ke tempat perlindungan. Apa kamu percaya padaku, Nn. Hyuuga?"

Selama ini tidak ada yang berani menolongnya, itu sebabnya Hinata tidak yakin apakah dia sebaiknya setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang dokter kepadanya.

Sekali pernah, dia melihat temannya berusaha peduli kepadanya, keesokan harinya temannya diserang oleh orang tak dikenal dan sang ibu tiri mengakui bahwa dia menyuruh orang untuk melukai temannya lantaran berani-beraninya ikut campur urusan orang lain. Mulai sejak saat itu, Hinata tidak ingin melibatkan orang lain termasuk dr. Uzumaki. Akan tetapi, tujuannya datang ke sini bukankah untuk mencari pertolongan? Dia harusnya percaya pada pria itu, yang dapat menyelesaikan semua yang menjadi ketakutannya.

"Ada banyak orang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga," dr. Uzumaki kembali bersuara. Seolah dapat membaca pikiran Hinata yang kalut dan dilema. Gadis itu memiliki banyak pertimbangan, dan tentu saja, tidak ingin memberatkan orang lain atas apa yang menimpa dirinya.

Hinata menunduk, tetapi itu hanya sesaat. Dia kembali lagi mencermati dr. Uzumaki.

"Banyak sekali penyebabnya, terutama kasus sepertimu, di mana ibu tiri yang semena-mena, saudara yang tidak segan-segan melecehkan, atau suami yang tak dapat mengontrol emosinya—yang mana pun dari itu, mereka takut, sama sepertimu. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Semua orang berhak datang kemari untuk meminta tolong padaku. Untuk saat ini aku tidak secara pribadi memberikan tempat khusus perlindungan, tetapi aku bekerja sama dengan banyak orang agar pasien seperti Nn. Hyuuga dapat diselamatkan."

Dugaannya benar, tanpa bicara pun, dr. Uzumaki memahami maksudnya. Banyak orang yang tidak sabaran dan lelah menghadapi segala tingkahnya yang kata mereka sulit untuk dihadapi. Kehadiran dr. Uzumaki membuat dada Hinata berdenyut lebih cepat karena senang.

"Tidak ada siapa pun di sini kecuali kita berdua. Segala bentuk pengakuanmu dari rasa sedih dapat kamu ungkapkan dengan lebih berani. Tidak akan ada yang mencemooh dirimu, termasuk aku, karena itu tidak berhak. Semua orang memiliki rasa sakit dan penderitaan dari hidup yang mereka jalani. Aku, kamu, bahkan penerima tamuku di luar, mereka memiliki masalah sendiri untuk diselesaikan. Tentu saja, dari kita semua butuh orang lain. Kamu hanya perlu menemukan orang yang tepat untuk mendengarkan semua rasa sedihmu itu, maka tepat sekali kamu datang kepadaku."

Wajah cerah dan bahagia Hinata yang tersenyum, tampak polos, membuat sang dokter mengerang kecil selagi kedua tangannya meremas gemas pada lengan sofa yang dia duduki. Bagaimana bisa ada orang kejam yang melukai gadis polos di depannya ini. Gadis apa adanya yang lebih berhak dilindungi daripada disakiti. 

■□■□■□■□■

BERSAMBUNG

In a Lonely and Sleepless Nights. 2 © 11 Oktober 2016

Ditulis ulang: 30 Juli 2023

In a Lonely and Sleepless NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang