"Kenapa, Gan?"
"Lo sempat lihat dia kan? Stalker it—"
Seno dan Hanif tergelak bersamaan saat tanpa sadar keduanya berbicara bersamaan. Setelah melepas keberangkatan Yosa juga... Anya, Seno gegas menuju salah satu cafe yang masih ada di dalam bandara. Cafe yang dijadikan Hanif tempat menunggu sahabat sekaligus atasannya setelah mengantar sang kekasih.
"Elo ngomong duluan deh, gue kayaknya butuh kopi buat normalin jantung gue," desah Seno dengan napas putus-putus.
"Elo kenapa? Wajah mendadak cerah kayak habis dapat lotre gitu, Gan."
Sudah beberapa hari ini Hanif menemukan satu panggilan untuk Seno yang langsung mendapat persetujuan dari orangnya langsung. 'Gan', singkatan dari 'Juragan'. Karena Seno menolak keras saat Hanif akan memanggilnya dengan sebutan boss atau semacamnya yang terkesan sangat kaku.
"Ya karena habis ketemu stalker itu dong." Senyum di kedua sudut bibir Seno masih bertengger manis meski ia sedang memanggil pramusaji café dan memesan matcha latte dingin.
"Astaga, ternyata bener kata Rega ya, level keplayboy-an lo udah di taraf mengkhawatirkan," komentar Hanif lantas menegakkan punggungnya di sandaran kursi.
"Dia beda, Hanif. Be-da," seru Seno memberi penekanan.
"Tetap aja elo udah punya calon tunangan, nggak lucu aja kalau akhirnya elo malah cinlok sama stalker yang elo pekerjakan untuk menyelidiki Yosa."
"Belum kok." Seno segera menyesap minuman dinginnya begitu pramusaji yang menyajikannya berlalu pergi.
"Apanya belum?"
"Gue belum tunangan sama Yosa. Lagian gelagat dia dan mamanya mulai ngadi-ngadi belakangan ini. Gue lagi ngumpulin banyak bukti aja buat putus sebelum semuanya terlambat."
"Terus? stalker itu, siapa namanya.."
"Reva. Dia bilang namanya Reva."
"Kalaupun elo batal tunangan sama Yosa, terus malah kepincut sama stalker yang gak jelas itu, semuanya bakalan berakhir indah?" tanya Hanif dengan nada meledek.
Seno memberengut sesaat ketika membalas tatapan iba dari Hanif. "Ahh, bodo amat lah, gue cuma ikutin apa kata hati gue, Nif," bela Seno karena ia memang belum menemukan nama perasaan yang tepat untuk Reva.
"By the way, elo tadi sempat lihat wajahnya kan? Reva? yang pake baju hitam-hitam itu," sambung Seno kembali menanyakan hal yang sama.
"Liat sih, tapi dari jauh. Jadi nggak begitu yakin juga pernah lihat dia atau enggak. Tapi dari postur tubuhnya yang kurus gitu, kayaknya emang nggak pernah kenal deh."
"Yakin?" ulang Seno memastikan.
"Coba suruh buka masker,"
Seno berdecak sekali. "Tadi dikeramaian, Nif. Mana mungkin dia mau nunjukin wajah, kecuali kalau ketemu secara langsung empat mata kayak gue sama dia yang kapan hari itu, dia pasti nggak pake masker."
"Kapan kalian bisa ketemu empat mata lagi, bakalan gue pastiin wajahnya. Kali aja bener kalau dia masih kenalan lama elo atau mungkin ... " Hanif memicingkan mata pada Seno dengan tatapan curiga.
"Mungkin apa? apa?" tantang Seno.
"Mungkin aja dia mantan cewek-cewek yang pernah glandotan sama elo kayak di club beberapa hari lalu itu," tebak Hanif apa adanya. Berhubung atasannya ini punya pamor sebagai playboy ulung yang sering berganti-ganti teman wanita, tentu tak salah jika Hanif berpikiran seperti itu kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Stalker
RomantikAnya, gadis cantik yang punya pekerjaan rahasia sebagai penguntit profesional harus menerima takdirnya ketika tanpa rencana hatinya tertaut pada Senopati Rajata. Clientnya sendiri. Senopati, seorang playboy kelas kakap dan kaya raya dari trah Dwisas...