"Sen, apaan sih pagi-pagi udah stand by di sini?" Yosa menatap keheranan pada calon tunangannya yang sudah duduk santai sambil memainkan ponsel di teras rumahnya.
"Mau nganterin kamu ke bandara dong," jawab Seno melengkungkan senyum tipis. Kakinya yang menyilang masih ia pertahankan saat menoleh pada Yosa yang baru saja keluar rumah memastikan kedatangannya.
"Aku kan bareng sama anak-anak agency?" Yosa menghentakkan kakinya seolah sebal dengan kedatangan sang kekasih.
"Lho, kan lebih enak dianterin sama pacar kesayangan dari pada bareng sama temen-temen modelmu itu?" Seno meletakkan ponselnya di atas meja kaca kecil di hadapannya demi memandangi wajah manyun Yosa. Sahabat baik yang kini statusnya naik menjadi calon tunangan.
"Tapi aku udah janji sama mereka mau berangkat bareng," cebik Yosa saat duduk tepat di samping Seno.
"Tinggal telpon aja, terus batalin. Udah. Beres," seru Seno tanpa beban. Berbanding terbalik dengan Yosa yang semakin manyun tak setuju.
"Tapi kan—"
"Udah buruan batalin janjinya sama temen-temen, dari pada mereka keburu ke sini trus kalian malah riweh loh." Seno kembali menarik senyum di kedua sudut bibirnya. Sangat yakin kalau Yosa akan menuruti pintanya daripada harus berdebat panjang.
"Hiih, kamu tuh nyebelin banget kalau lagi kumat ngebossy gini, Sen." gerutu Yosa setelah selesai mengetik pesan di ponselnya lantas ia kirim entah pada siapa.
"Bawel ah, buruan sana siap-siap. Jangan sampe ketinggalan pesawat!" titah Seno lagi saat mengibaskan sebelah tangannya sambil tertawa kecil.
"Bener tuh kata Seno. Udah buruan sana siap-siap, daripada telat!" ibu Yosa yang datang sambil membawa minuman dingin ikut mengomeli putrinya.
"Iissh, bela aja terus tuh si Seno calon mantu kesayangan mama," sambar Yosa saat berpapasan dengan sang ibu.
"Duuh, maaf jadi ngerepotin, Tante." Melihat Tyas yang datang dengan nampan di tangannya, Seno refleks berdiri dan mengambil alih nampan berisi teh dingin dan makanan kecil tersebut.
"Nggak repot kok, cuma teh aja." Tyas, ibu kandung Yosa mengibaskan telapak tangannya sambil tersenyum penuh arti.
"Ngomong-ngomong, Seno lagi sibuk banget ya belakangan ini? Sampe jarang main ke sini," ujar Tyas saat sudah duduk berhadapan dengan Seno.
Seno mengangkat satu alisnya sekilas. Perasaan ia tak ada kesibukan yang terlalu menyita waktu belakangan ini. Akan tetapi, Yosa sendiri yang menolak saat Seno menawarkan diri untuk menjemputnya di rumah atau di agency model untuk mengantarkannya pulang. Mendengar kalimat tanya dari Tyas, makinlah menjadi saja kecurigaan Seno pada Yosa yang kabarnya tengah main belakang dengan pria lain tanpa sepengetahuan dirinya.
"Hmm, sibuk di rumah sakit aja sih, Tante. Melajari sistem ini itunya sama Om Wiryo," jawab Senopati pada akhirnya setelah beberapa saat hening.
"Jadi kapan dong kamu ambil alih Rosemary Hospital?"
Senopati meneguk salivanya susah payah. Dalam benaknya kembali terngiang percakapannya dengan Rega dan Yudhis bebebrapa bulan silam. Kedua sahabatnya ini berasumsi jika keluarga Yosa adalah pihak yang nampak paling terobsesi dengan nama besar keluarga Dwisastro. Lagi-lagi pendapat itu hampir saja mempengaruhi penilaian Seno setelah mendengar kalimat terakhir dari Tyas barusan.
"Hmm, Rosemary ya..." Seno sengaja menggantung kalimatnya. Menerka-nerka reaksi yang akan diberikan oleh perempuan di depannya ini.
"Iya, katanya kamu nggak mau ambil alih Galeea Group punya papa kamu. Tapi kamu tertarik sama Rosemary punya Opa Oma kamu ya? bagus sih itu, prospek ke depannya lebih jelas kayaknya. Karena sampai kapanpun orang-orang tetap membutuhkan layanan kesehatan kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Stalker
RomanceAnya, gadis cantik yang punya pekerjaan rahasia sebagai penguntit profesional harus menerima takdirnya ketika tanpa rencana hatinya tertaut pada Senopati Rajata. Clientnya sendiri. Senopati, seorang playboy kelas kakap dan kaya raya dari trah Dwisas...