1. Born as an enemy

34.5K 935 9
                                    

Before you guys read this, cerita ini berunsur 18+. Akan ada banyak kata-kata kasar yang tidak patut ditiru dan adegan mature yang (kemungkinan) lumayan eksplisit.

Cerita ini juga sudah hampir selesai di draft saya, jadi nggak perlu khawatir didrop/unpublish di tengah-tengah cerita kayak cerita saya yg lain (hehe).

Dan akan update setiap hari (kalo gak lupa).



Happy reading.


***





Delvin dapat mengecap rasa manis dan sedikit pahit ketika ia menyesap bibir di depannya. Cowok itu tersenyum merasakan remasan erat di rambutnya.

"Ahhh Vin..."

"Yes babe?"

Anastasha, perempuan yang bibirnya sedang Delvin lumat itu menepuk bahunya beberapa kali. Menandakan supaya cowok itu berhenti dan memberinya ruang untuk bernafas.

Delvin menurut dan menjauhkan wajahnya. Lantas mengusap benang saliva yang menjuntai di bibirnya dan bibir Anastasha.

"Bibir kamu manis banget sayang."

Anastasha tersipu malu mendengar pujian cowok itu. Delvin tersenyum asimetris. Sangat mudah membuat perempuan polos seperti Asha untuk salah tingkah. Delvin cukup melemparkan pujian-pujian cheesy dan mendekatinya pelan-pelan supaya gadis itu membiarkannya mencicipi bibirnya.

Delvin menarik tengkuk Asha lagi. Kali ini menciumnya lebih lama sampai tiba-tiba, sebuah dehaman suara seseorang menginterupsi kegiatan keduanya.

Anastasha terbelalak lebar dan mendorong Delvin untuk menyudahi ciumannya.

Sementara cowok itu berdecak sebal lantas menoleh pada si pengganggu. Seorang perempuan cantik dengan tubuh tinggi khas model runway itu bersedekap sambil menatap Delvin tajam dan dingin.

"Get a room please. Ini perpus, bukan tempat berkembang biak." Ketusnya yang membuat Asha menunduk malu. Perempuan bername tag Dirandra Selena itu menoleh pada Asha sebelum beralih pada Delvin. "Oh ya, bukannya kemarin gue liat lo kissing sama anak cheers? Terus minggu lalu gue juga liat lo mojok sama murid pindahan di kantin. Minggu lalunya lagi gue liat lo lagi perang lidah sama murid blasteran di deket toilet. Apa cewek lo emang ganti setiap minggu? Ck, ck."

Asha melotot kaget mendengar ucapan Dirandra. Sedangkan Delvin sudah melotot penuh peringatan.

"Asha jangan dengerin dia. Dia cuma—"

"Vin, kamu bilang kamu mau berubah dan berhenti jadi player demi aku?"

Dirandra menatap kasihan perempuan yang sudah berkaca-kaca di depannya. Poor girl. What did she expect when she dating the freakin fuckin bastard playboy?

"Aku udah berubah Asha! Masa kamu lebih percaya orang lain ketimbang aku? Pacar kamu sendiri?"

"Cuma orang bego yang mau percaya sama cowok yang gonta-ganti cewek tiap minggu kayak lo." Dirandra memotong ucapan dua sejoli itu lagi. Membuat Delvin melotot kesal dan memberinya tatapan penuh peringatan ; shut up your fuckin mouth.

Anastasha sudah menangis dan secepat mungkin berlari begitu saja meninggalkan Delvin.

Delvin mengacak-acak rambutnya kesal kemudian menoleh pada Dirandra dan tersenyum miring. "Jangan-jangan lo sebenernya iri sama cewek-cewek itu dan pengen jadi cewek gue juga. Makanya lo hafal banget sama siapa aja gue kesini."

Dirandra mendengus dan tersenyum geli. "Gue? Iri sama cewek-cewek buta cinta itu? Boy listen, bukan salah gue kalau gue punya ingatan yang bagus. Gue cuma ada di waktu dan tempat yang salah. Dan gue juga nggak menyukai itu. So, berhenti berdelusional." Melenggang pergi begitu saja, Dirandra membiarkan cowok yang terkenal sebagai Player sekolahnya itu mengumpat.

Delvin memutar bola matanya jengah kemudian menatap punggung Dirandra dengan seringaian lebar penuh arti.

Apa Delvin jadikan saja Dirandra target selanjutnya?

Tapi bagaimana cara Delvin menggaet perempuan yang terkenal misterius dan dingin itu?

***

End GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang