35. Like a thunder

1K 90 17
                                    

Delvin menghentikan R7nya di pelataran parkir SMA Winagara. Parkiran itu terlihat lebih lengang dari biasanya karena hari weekend. Padahal hari ini libur, harusnya Delvin bisa melanjutkan cuddlingnya dengan Dirandra tapi ia malah ada jadwal latihan basket menjelang semifinal. Membenarkan letak duffel bag di bahunya, cowok itu langsung turun dari motor ketika pandangannya menangkap keberadaan seorang gadis familiar sedang berdiri tidak jauh dari posisinya.

"Jelita?"

Delvin mengedipkan matanya bingung sekaligus khawatir salah lihat. Tapi cewek itu masih berdiri disana dengan wajah pucat dan gugup menatap Delvin ragu-ragu.

"Kak Delvin..."

"Jelita? Kenapa?" Delvin buru-buru menghampiri cewek itu. "Lo sakit?"

Jelita menggeleng cepat sembari menggenggam erat tali tas selempangnya. Cewek itu hanya memakai dress berenda selutut dan cardigan tipis.

"Ada yang mau aku omongin sama Kak Delvin. Apa kakak bisa-" Jelita menghentikan ucapannya secara mendadak. Membuat Delvin mengernyit bingung karna tiba-tiba saja cewek itu menutup mulut dan berlari kearah selokan parkiran.

"Eh? Loh?" Delvin yang melihatnya terkejut tapi langsung buru-buru mengejarnya. Dengan panik mengelus punggung Jelita sementara cewek itu berjongkok dan menumpahkan isi perutnya.

"Ta lo masuk angin ya? Kenapa malah ke sekolah gue sih bukannya ke rumah sakit?" Delvin mengernyit tak habis pikir kemudian memapah Jelita untuk berdiri dan duduk di kursi koridor sekolahnya. Dengan sigap, mengambil botol minum di tas duffelnya dan memberikannya pada Jelita. "Gue anterin ke klinik ya? Muka lo pucet udah kayak mau pingsan gitu." Delvin sudah mulai panik tapi orang yang dikhawatirkan justru malah menggeleng pelan tanda menolak.

"Nggak papa kak..." jawabnya dengan lemah.

"Tapi kalau lo pingsan disini gimana? Ntar gue disangka ngapa-ngapain anak orang lagi." Delvin mengeluarkan ponselnya. Berniat untuk menelfon Jeffan dan meminta ijin. Toh, dia sudah datang terlambat. Tidak ada salahnya mengantar Jelita terlebih dulu agar ia jadi punya alasan untuk disampaikan selain alasan kelamaan cuddle dengan Dirandra (yang jelas tidak akan diterima Jefan dengan mudah).

"Kak Delvin, sebenernya aku nggak masuk angin..." ucapan Jelita itu membuat Delvin mengernyit bingung.

"Terus apaan? Asam lambung? GERD? Magh? Migrain?" Tanyanya bertubi-tubi. "Ya mau lo sakit apapun itu at least lo harus pergi ke dokter dulu. Tunggu disini, gue mau nelfon temen gue du-"

"Kak Delvin..." Jelita memotong dengan cepat kemudian mengeluarkan sesuatu di kantong cardigannya dan mengulurkannya pada Delvin ragu-ragu. Sebuah benda panjang dan pipih dengan dua garis yang familiar.

"Ini..." kerutan di dahi Delvin semakin dalam. Ini tidak seperti yang dipikirkannya kan? Jelita kan anak polos. Tidak mungkin dia melakukan hal yang aneh. "... Ini... Lo covid?"

Jelita menatap Delvin dengan ekspresi yang sulit dibaca. Membuat Delvin berdeham pelan.

"Ini punya lo?" Tanya Delvin lagi.

Jelita mengangguk kaku.

"Oh..." Sepasang mata Delvin membulat lebar. "LOH? NI PUNYA LO?!" tanyanya dengan shock. Matanya berpindah dari test pack ke perut Jelita yang tertutupi dress dengan cepat. Jangan-jangan mual tadi karena...

"Ta, lo serius?! Ini punya lo?! Lo gak lagi bercanda kan?!" Delvin menatap tak percaya. Maksudnya, bagaimana mungkin cewek sepolos dan sebaik Jelita berani melakukannya. Mencium bau alkohol saja ia mual.

Jelita hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun sementara Delvin masih menganga tidak percaya.

Tapi tunggu... Untuk apa Jelita memberitahunya soal ini? Maksudnya, mereka kan tidak sedekat itu sampai Delvin harus mengetahui aibnya. Jadi kenapa?

End GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang