27. A little hope

8.2K 493 3
                                    

"Dira, bisa mamah bicara sebentar sama kamu?"

Dirandra yang sedang membantu menyiapkan sarapan pagi bersama Liliana pagi itu langsung menghentikan kegiatannya menyiapkan piring. Liliana tersenyum lembut lalu menunjuk kursi di sebrang meja agar Dira duduk disana.

Dirandra yang paham langsung menurut dan memandang Liliana dengan ekspresi bingung. Dari sikapnya, Liliana seolah ingin mengatakan hal serius pada Dirandra. Dengan gerakan hati-hati, Liliana meraih lengan Dirandra dan menangkupnya dengan hangat. Sorot matanya seolah menyimpan berbagai macam perasaan. Dan Dirandra tidak bisa menebak apa yang menjadi penyababnya.

"Mamah sebenarnya ingin bicara soal ini sejak lama," Liliana berhenti sejenak. Seolah sedang menata kalimat yang pas untuk ucapan selanjutnya. "Mamah minta maaf sama kamu, karna sudah menjodohkan kamu dengan Delvin di usia yang sangat muda. Sebenarnya mamah sangat merasa bersalah karna mungkin, mamah sudah merampas masa muda kamu. Atau bahkan merampas kesempatan kamu untuk bertemu laki-laki lain yang lebih baik dan yang kamu inginkan."

Dirandra terhenyak sedikit. Tidak menyangka kata-kata itu akan terdengar dari mulut mertuanya.

Selama ini, Dirandra selalu menganggap orang tua hanyalah orang-orang egois yang hanya mau dimengerti dan merasa paling tahu karna hidup lebih lama. Mereka kadang tidak mau mengakui kesalahannya dan merasa lebih superior ketika diberitahu kesalahannya.

Jadi pernyataan yang dilontarkan Liliana jelas merupakan hal baru yang didengar Dirandra.

Betapa beruntungnya Delvin mempunyai orang tua yang begitu pengertian.

"Mamah tahu mamah sangat egois. Mamah terlalu fokus dengan pikiran bahwa mamah harus mencarikan pasangan yang baik untuk Delvin. Mengingat anak itu bukanlah anak yang pandai memilih perempuan. Sampai mamah lupa kalau yang perlu diperhatikan bukan hanya anak mamah saja, tapi pasangannya juga. Kamu juga Dirandra..."

Dirandra hanya bisa terdiam mendengar penuturan Liliana. Entah bagaimana rasanya sedih sekaligus melegakan mengetahui ada orang lain yang berusaha memahami perasaannya. Setelah sekian lama ia selalu berusaha menyembunyikan perasaan dan keinginan sebenarnya.

"Mamah minta maaf karna sudah membebani kamu dengan keberadaan Delvin. Karena sudah menjodohkanmu dengan anak seperti dia. Delvin mungkin sudah pernah menyakiti kamu tanpa sepengetahuan Mamah. Dan mamah minta maaf juga untuk itu."

Dirandra akhirnya membuka mulut untuk bersuara. "Dirandra tahu, Delvin mungkin nggak sebaik cowok lain di luar sana mah. Tapi Delvin selalu berusaha jagain Dira."

Mendadak saja ingatan bersama Delvin memasuki kepala Dirandra. Bagaimana cowok itu selalu menggendongnya keatas kasur jika Dira berakhir ketiduran saat belajar. Bagaimana cowok itu mengobati mimisannya. Atau bagaimana cowok itu menyadari luka pada kakinya disaat orang lain sama sekali tidak memperhatikannya.

Delvin selalu ada disaat lemah Dirandra. Dan cowok itu tidak pernah mengeluh atau memprotes meskipun Dirandra beberapa kali menyusahkannya. Meskipun ada saat dimana Delvin membuatnya kesal. Tapi cowok itu tetap menunjukan kepeduliannya menggunakan caranya sendiri.

"Dirandra... Mamah minta kamu jawab dengan jujur pertanyaan Mamah. Apa kamu masih mau mempertahankan pernikahan kamu dengan Delvin? Mamah sama sekali nggak akan marah dengan apapun jawaban kamu. Mamah yang akan menyampaikan hal ini kepada orang tua kamu jika kalian memutuskan untuk berpisah. Mamah sangat menyayangi kamu seperti anak mamah sendiri semenjak kamu menikah dengan Delvin. Dan akan seterusnya seperti itu meskipun kalian berpisah kelak."

Dirandra tertegun cukup lama mendengar pertanyaan itu.

Sejak awal, laki-laki yang ia idamkan untuk menjadi pasangannya kelak adalah laki-laki pintar, pengertian, bertanggung jawab, setia, dan bisa melindunginya. Karna seberapa kuatpun Dirandra untuk berdiri sendiri, ia masih mempunyai sisi lemah yang ingin dilindungi.

End GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang