33. Pretty please

1.5K 142 16
                                    

"DIRA!"

Delvin langsung berlari menemui Dirandra setelah mandi kilat dan memakai jaket olahraganya di ruang ganti. Tas duffelnya nyaris terjatuh ketika ia memeluk dan mengangkat sedikit tubuh Dirandra ke udara.

"Gimana? Gue keren kan? Lo baru pertama liat gue full tanding jadi pasti lo terpana liat skill gue main basket." Celoteh Delvin dengan percaya diri. Membuat Dirandra tersenyum hangat dan merapihkan rambut cowok itu yang masih basah akibat guyuran shower asal.

"Iya iya kamu keren." Akunya dengan pasrah.

Delvin tersenyum lalu menduselkan wajahnya pada ceruk leher perempuan itu. Perpaduan wangi maskulin dan feminim yang sangat Delvin sukai dari parfum Dirandra. Mendadak merasa lega dan bersyukur karena hubungannya dengan Dirandra telah kembali membaik.

"Kenapa?" Dirandra mengerutkan kening dengan bingung melihat cowok di pelukannya tersenyum lebar seolah habis mendapat lotre.

Delvin terkekeh kecil lalu menggeleng pelan sebelum kembali menghirup ceruk leher Dirandra.






Dirandra memarkirkan mobilnya di parkiran basement gedung apartemen mereka ketika tersadar kalau Delvin sudah tertidur pulas di kursi samping kemudi. Cowok itu pasti kelelahan karena habis bermain full match tanpa diganti. Pantas saja Dirandra tidak mendengar celotehan cowok itu lagi tetang betapa kerennya dia mencetak hampir sepertiga skor pertandingan di perjalanan tadi.

Baru saja Dirandra berniat ingin membangunkan Delvin, cewek itu mendadak mengurungkan niatnya. Wajah Delvin memang terlihat lebih kalem saat sedang tertidur. Tidak setengil saat cowok itu membuka mata apalagi membuka mulutnya yang hobby flirting dan berucap ria itu. Apa Dirandra buat cowok itu terus menutup mata saja?

Dirandra menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran asal itu lalu mendekat untuk membuka seat belt yang dikenakan Delvin. Tapi tatapannya justru malah jatuh pada bibir tipis yang pucat karena kelelahan itu. Dirandra menelan salivanya sendiri dengan gugup lalu bergerak mendekat.

"Dira...?"

Jantung Dira nyaris mencelos jatuh ketika tiba-tiba saja Delvin membuka mata dan mengerjap bingung karena jarak wajah Dirandra dengan miliknya yang begitu dekat. Dirandra yang panik langsung menjauh dan kembali duduk di kursinya.

"Gu-gue cuma mau lepasin seat beltnya... Se-sekalian bangunin lo..." Dirandra buru-buru melempar pandangannya keluar jendela mobil.

Delvin yang tersadar langsung berdeham gugup dan duduk tegak di kursinya. Apa benar begitu? Bukankah Dirandra tadi seperti hendak menciumnya?

"I-iya gue tau kok..." Delvin meneguk salivanya sendiri. Wajahnya terasa panas secara mendadak. Sial, kenapa dia harus salting seperti anak polos yang bahkan tidak pernah ciuman sih?





***







Pagi-pagi sekali, Dirandra sudah berkutat di dapur  ketika sepasang lengan kokoh memeluk pinggangnya dari belakang. Tanpa perlu menolehpun Dirandra sudah tahu siapa bayi manja yang selalu mendusel di lehernya itu.

"Dira kok lo udah bangun sih? Kan gue masih ngantuk..." Delvin bergelayut manja dengan dagu bersandar di bahu Dirandra. Matanya masih terpejam dan didengar dari suaranya, cowok itu seperti baru saja bangkit dari kasur sebelum langsung menemui Dirandra seperti balita yang linglung ditinggal ibunya di pagi hari.

Dirandra yang mendengar suara itu hanya mendengus sambil terus fokus memotong sayuran didepannya. Mengetahui fakta kalau Delvin sempat effort memasak untuk dirinya meskipun tidak bisa, membuat Dirandra bertekad tidak akan membiarkan cowok itu memasak lagi. Setidaknya tanpa pantauan dirinya jika tidak ingin bahan makanan bulanan habis dalam sekali sarapan.

End GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang