8. Something about you

12.5K 577 2
                                    

Delvin membuka pintu balkon kamarnya dan Dirandra, lantas terkejut mendapati asap rokok yang menguar di sekitar balkon.

Cowok itu terbatuk kecil lalu mengibaskan tangan untuk mengusir bau tersebut.

"Lo ngerokok?!" Pekiknya terkejut mendapati Dirandra sedang mengapit benda batangan diantara mulutnya.

Dirandra yang melihat reaksi Delvin itu mengerjap bingung. "Lo nggak?"

Delvin menggeleng cepat. Agaknya masih shock dengan sisi lain Dirandra yang baru ditemukannya. Maksudnya, siapa yang menyangka seorang perempuan elegan dan independen seperti Dirandra yang selalu mencerminkan manusia sempurna tanpa celah justru malah merokok?

Andai Delvin tidak berbicara 4 mata dengan Zevanya ia mungkin akan lebih terkejut dari ini. Lagipula, siapa sih yang akan masih waras jika tinggal bersama keluarga super pengekang seperti Aryan dan Zevanya?

Justru akan aneh jika Dirandra sama sekali tidak ada inisiatif memberontak.

"How could?" Tanya Dirandra lebih tak percaya dari Delvin yang memergokinya merokok.

Delvin mengernyit bingung. "Gimana bisa apanya? Rokok bikin mulut gue gak enak waktu kissing."

"Ah, I see... Should've known." Dirandra mengangguk lalu memasang ekspresi seolah mengatakan kalau seharusnya ia tahu jawaban itu akan keluar dari mulut playboy seperti Delvin Atharizz. "Pantes mulut lo manis."

Delvin terbatuk keras. Antara tersedak ucapan frontal Dirandra atau karna asap rokok yang menusuk hidungnya.

"Gue kira lo perawatan atau pake skincare sampe punya bibir fluffy." Tambah Dirandra yang langsung direspon delikan sengit Delvin.

"Gue atlet basket. Coach ngelarang semua pemainnya buat ngelakuin hal-hal yang ngerusak stamina. Salah satunya ngerokok." Jawab Delvin akhirnya.

Dirandra mengangguk paham. Tidak menyangka kalau seorang begajulan seperti Delvin akan menaruh effort sebesar itu pada sesuatu yang disukainya.

Padahal Dirandra sering sekali melihat teman laki-lakinya merokok. Bahkan yang terlabel sebagai murid baik-baik sekalipun.

"Terus gimana sama alkohol?"

"Itu..." Delvin terdiam kehilangan kata. "Gue cuma minum beberapa bulan sekali. Jadi harusnya gak jadi masalah. Lo kenapa kepo banget sih, ck?"

Dirandra mengedikan bahunya apatis. "Gue kan cuma nanya."

Delvin mendengus kesal. Lalu hendak kembali memasuki kamar. Tapi sebelum ia menutup pintu, cowok itu melongokan kepalanya dan melihat kearah Dirandra dengan serius.

"Jangan kebanyakan ngerokok. Emang lo mau jadi jaksa yang paru-parunya bocor?" Lalu bergegas pergi dan menutup pintu balkon agar asapnya tidak masuk kedalam.

Dirandra yang mendengar itu termenung di tempatnya.

Seberapa banyak ibunya itu bercerita pada Delvin?


***


Jam menunjukan pukul 3 pagi ketika Delvin terbangun dan menemukan kalau ranjang disampingnya kosong. Cowok itu mengerjapkan mata beberapa kali lalu bangkit dari kasur.

Apa jangan-jangan Dirandra betulan tidur di sofa ruang tamu?

Tapi baru saja Delvin menginjakan kaki diluar pintu kamar, cowok itu langsung menemukan Dirandra sedang tertidur di bawah sofa dengan kepala diatas meja bersama tumpukan buku pelajaran. Delvin menggaruk tengkuknya. Baru ingat kalau sore tadi mereka sempat bertengkar karna Delvin kelewat berisik saat bermain games dan Dirandra yang butuh ketenangan untuk belajar langsung keluar dari kamarnya.

Delvin melangkah mendekat. Berniat untuk membangunkan perempuan itu tapi langsung urung ketika melihat wajah lelah Dirandra.

Cowok itu langsung teringat perkataan Zevanya mengenai Dirandra yang tidak akan berhenti belajar sampai ia benar-benar lelah. Menghela nafas panjang, Delvin malah ikut duduk lesehan disamping Dirandra dan menopang wajahnya menggunakan tangan.

Kalau diam begini kan Dirandra jadi lebih ramah dan mengurangi kadar juteknya.

Tanpa sadar, jemari Delvin bergerak untuk menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajah Dirandra ke belakang telinganya. Yah, Delvin tidak akan munafik dengan mengatakan kalau Dirandra jelek.

Perempuan itu sangat cantik. Justru kelewat cantik dan berkelas. Tapi sikap independen dan mandirinya itu kadang membuat para lelaki di sekolah segan. Sehingga mereka mungkin lebih memilih mengagumi Dirandra daripada mejadikannya pacar betulan.

Lagipula yang namanya lelaki itu akan lebih senang jika merasa dibutuhkan. Sementara Dirandra terlihat bisa melakukan segalanya seorang diri.

"Lo cantik. Coba kalau kelakuan lo nggak kayak ibu tiri Cinderella." Gumam Delvin dengan random. Cowok itu menguap lebar sebelum akhirnya mengangkat Dirandra kedalam gendongan dan membawa perempuan itu untuk berbaring di ranjang kamar.


***


Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden dan jatuh di wajah Dirandra. Perempuan itu mengerjapkan mata untuk memulihkan penglihatan ketika merasakan sesuatu memeluk pinggangnya dengan erat.

Dirandra menunduk. Sudah menduga siapa pemilik tangan yang menjadikan tubuhnya guling dadakan itu.

Tapi bukannya ikut bangun karna gerakan tubuh Dirandra, cowok itu malah menyamankan posisinya dan menduselkan wajahnya ke perut Dirandra.

Dirandra mendengus pelan. Sudah berhari-hari mereka tidur di ranjang yang sama tapi baru kali ini Delvin melewati pembatas guling yang dipasangnya sendiri.

Tapi tunggu, seingat Dirandra perempuan itu tidak tidur di ranjang semalam. Ia ingat sedang belajar untuk ujian masuk universitas di ruang tamu dan tidak mengingat kepindahannya kedalam kamar.

Tidak mungkin kan Delvin yang apatis membawanya sendiri ke kamar? Lebih mungkin jika Delvin menyeretnya keluar apartemen saat sedang tertidur lelap.

Atau itu memang mungkin?

Dirandra menggelengkan kepalanya lalu melepas kedua tangan Delvin dengan perlahan. Mengikat rambutnya menjadi gulungan acak lalu bersiap untuk membuat sarapan pagi.






"GUE TELAAAT!"

Suara teriakan Delvin yang menggelegar hingga ke penjuru apartemen itu membuat Dirandra tersentak kaget.

Detik berikutnya, cowok itu berlari keluar kamar dengan seragam berantakan dan tas duffel yang diselempangkan di bahunya. Dengan heboh memakai kaos kaki dan sepatu dari rak.

"Masih ada waktu 25 menit lagi." Ujar Dirandra sambil melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukan pukul 6.40 pagi. Merasa bingung karna sebenarnya mereka hanya butuh 15 menit untuk sampai sekolah.

"Hari ini gue ada evaluasi pagi buat tournament basket. Lo kenapa gak bangunin gue sih?!" Keluh Delvin.

Dirandra yang merasa dikomplain memutar bola matanya jengah. "Gue bangunin lo sejam yang lalu 5 kali. Lo nya aja yang kebo."

Delvin berdecak. Kesal sendiri karena tali sepatunya tidak terikat dengan benar.

"Lo gak sarapan?" Tanya Dirandra yang melihat Delvin sudah bergegas pergi.

"Gak."

Dirandra mengernyit. Apa tidak pingsan evaluasi basket tanpa sarapan?


***

End GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang