13

8 1 0
                                    

Aku baru saja ke atas untuk memeriksa perlengkapan sekolahku karena minggu depan udah masuk semester dua.

Di saat yang sama saat aku keluar dari kamar, Kakak sudah memegang kerah Romeo.

Aku memandang mereka datar dengan tatapan 'aku nggak bakal tanya apa-apa, aku nggak peduli, jangan libatin aku', pokoknya walau aku penasaran kenapa mereka tiba-tiba musuhan lagi setelah akrab beberapa menit yang lalu, aku lebih milih nggak tahu apa-apa.

Di tengah keheningan itu, suara ponsel Kakak berdering. Kakak mengambil ponselnya saat video call Mama tertera. Dia duduk, sambil menarik kerah baju Romeo di dekatnya. Lalu, Kakak ngobrol dengan speaker yang dihidupkan.

“Udah sampai, Kak?”

“Udah, Mah. Ini lagi bareng Kiran tersayang dan hewan peliharaannya.”

Kakak mengarahkan kamera ke wajahku dan Romeo. Dan polosnya bocah satu itu hanya tertawa sambil nengatakan halo. Dia bener-bener nggak keberatan dipanggil hewan peliharaan.

“Wah Romeo, sudah lama Mama nggak lihat.”

“Hehe iya Ma, soalnya aku sakit beberapa hari yang lalu.”

“Oh iya kah, kok Mama merasa kayak 3 tahun ya.” Mama tertawa riang. “Kenalin ya, itu kakaknya Kiran, Arkan.”

“Iya, Mah. Udah dikenalin.”

Kakak mencekik leher Romeo saat mendengar obrolan akrab Mama dan Romeo. “Jangan panggil Mamaku sok akrab gitu, hewan peliharaan.”

“Ah, Kak, jangan ngambek karena kalah main game dong.”

Hm, tenyata karena game.

“Mah, kalau Mamah kalau ada waktu main ke rumah ya. Tadi Mama nyariin soalnya.” Romeo mengambil ponsel Kakak dan melepaskan diri segera. Kakakku sewot tapi lebih memilih membenarkan pakaiannya dan tiduran di atas sofa.

Lagian manusia pada normalnya seharusnya istirahat setelah perjalanan delapan jam dan bukannya malah main sama game. Nggak, lagian dari awal dia memang nggak normal.

Oh, kayaknya nggak perlu lagi?” Mama menunjukkan dirinya lagi duduk di depan perkumpulan ibu-ibu dan disebelahnya ada Mama Romeo.

“Wah, halo Mama.” Romeo menyapa Mamanya. “Ngapain, Ma?”

“Belanja~ kamu ngapain disana?”

“Kangen pacar aku, Ma—”

BLETAK!

Kakak melempar Romeo dengan bantal sofa dan kembali tidur karena puas lemparannya tepat sasaran.

“Arkan—”

Mamaku refleks meneriaki Kakak, tapi Romeo yang sedang mengusap kepalanya segera memotong ucapan Mama. “Nggak usah dimarahin Mah, Kakak soalnya lagi ngambek karena kalah main game.”

Oh, kalian sudah akrab. Baguslah.”

“Kalau gitu aku tutup telponnya ya Mah, Kakak udah tidur.”

“Oke~”

Romeo menutup telponnya dan menaruh ponsel Kakak di atas meja. Dia sejenak melihat Kakak dan kemudian mengambil ponselnya lagi lalu menjatuhkannya ke muka Kakak dengan wajah sebal. “Pacarku, kok.”

Di luar dugaan, Romeo ternyata cukup pendendam. Aku harus lebih berhati-hati sekarang.

“Kakak udah tidur, aku ke tempat Juliet dulu ya, Keran. Ah, jangan lupa siapin selimutnya Juliet.”

“Iya, iya, sana.”

Makin kesini aku makin merasa bak pesuruh. Romeo sialan. Nggak, kayaknya aku jadi Cinderella? Parahnya, aku malah kesasar jadi Cinderella di cerita Romeo dan Juliet yang mana nggak akan menemukan pangeranku.

Aku mengambil ponsel di wajah Kakak dan melemparnya lagi. “Juliet sialan!”

Setelah seharian tidur di sofa. Hari itu Kakakku bangun dengan dua benjolan di dahinya. Dia bertanya-tanya asalnya darimana tapi memilih nggak bertanya dan menutupi dengan rambutnya karena takut itu disebabkan oleh makhluk yang selalu bisa dilihatnya.

Oh ya aku lupa bilang, Kakakku itu semi indigo.

***

09.09.2023


Comedic Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang