Hari itu sama seperti biasanya, sarapanku di pagi hari adalah ayam. Secara keluargaku pencinta ayam semua, kecuali aku. Pagi ini kami makan ayam tepung yang krispi. Dan aku yang masak, karena Mama kalau buat ayam tepung nggak bisa kriuk-kriuk.
“Assalammualaikum.” masih sepagi buta itu suara seseorang terdengar di balik pintu.
“Siapa, Pa?” tanya Mama heran.
“Kiran aja yang buka, Ma.” aku berjalan melewati ruang tamu dan berakhir membuka pintu. “Ngapain kamu kesini?”
Dan dia cuma Romeo. CUMA Romeo ya.
Masih pagi-pagi dia sudah nyengar-nyengir nggak jelas. “Mana juliet ya?”
“Keluargaku lagi sarapan, cari noh di kandang sono.” aku menunjuk-nunjuk halaman belakang.
“Oh, oke. Mau bilang ke Papa sama Mama kamu dulu kalo gitu. Biar dapet restu.” dia terkekeh.
Ish, ada-ada aja maunya.
“Ma, ini temen aku. Namanya Romeo, anak kompleks sebelah, satu sekolah sama Kiran.”
Mama dan Papa mengangguk-angguk tapi dengan pandangan mata curiga.
“Beneran cuma temen?”
Romeo menggaruk-garuk tengkuknya, “Enggak Pa, kami pacaran kok.”
Pada detik selanjutnya, aku tersedak potongan ayam.
“Kiran pulang nanti kita ngobrol sebentar ya~” Mama tersenyum dengan ngeri.
Mati aku. Dasar Romeo goblok.
“Pa, Pa, bareng Romeo nemuin ayam ya?" seperti anak kecil yang merengek, Romeo mengajak Papa ke kandang ayam di halaman belakang.
“Ayam? Kamu suka ayam?”
“Cinta dong Pa.” dia menunjukkan jempol dan serentet gigi putih mengkilapnya.
“Ya udah, sekarang kita lihatnya, sini kamu Kiran temenin pacarnya.”
Aku mendekat ragu-ragu, “Kok Papa setuju gitu sih?”
“Asal dia suka ayam, orang gila pun nggak masalah jadi pacar kamu!” seru Papa dengan kejamnya.
“Masa orang gila sih,” sewotku bicara sendiri.
Sementara Mama sekarang berubah wajahnya menjadi malaikat pelindung, padahal semenit lalu sudah seperti mau mencabut nyawa aja.
“Pa, kenalin ini namanya Juliet.” seakan-akan ayam itu miliknya, Romeo mengangkat Juliet dan memeluknya. Ayam sialan, bikin ngiri aja.
“Kok justru dia yang kamu kasih nama Juliet, bukannya pacar kamu?” Papa mulai bertanya heran.
Romeo tersangka utama pertanyaan itu cuma tergelak, “Kalo ceritanya berakhir mirip di mitologi kan enggak enak Pa. Makanya aku kasih nama Juliet buat Juliet.” dengan wajah innocent nya itu dia menjawab dan berhasil meyakinkan Papa.
Dih, alangkah mudah dia mempengaruhi Papa.
“Kamu suka ayam tapi enggak melihara ayam?”
“Pengen Pa. Tapi sama Mama tiap kali ayamnya besar cuma berakhir di kuali.”
“Hahaha, Papa ngerti perasaan kamu.”
Terus … Papa dan Romeo saling tertawa terbahak-bahak padahal menurut aku pribadi enggak lucu. Serius, hambar banget.
“Pah, aku sekolah dulu ya, salaman.” Romeo pamitan dan memasukkan Juliet ke kandangnya.
Matanya itu loh, udah kayak mau pisah berpuluh-puluh tahun. Kendatipun sudah seaneh itu, Papa masih menganggapnya wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comedic Love Story
Humor[Demi kenyamanan membaca. Disarankan follow sebelum baca] Meski aku pacaran sama dia, aku bukan pacar dia. Dia Romeo, sang pangeran yang akhirnya menemukan "Juliet" nya. Dan sialnya, aku hanyalah Cinderella di dalam ceritanya. [Warning!! Dibutuh...