Pagi hari Cio sudah siap dengan seragam nya. Cio juga sudah memberi kabar pada teman-teman nya untuk tidak perlu menjemput Cio, karena dia memilih untuk tidak merepotkan siapapun. Cio sudah sangat muak dengan drama hutang budi. Setelah selesai, Cio kembali mengecek beberapa tugas dan catatan dan semua nya telah ia selesaikan dengan baik. Cio keluar dari rumah dan menenteng sepasang sepatunya, dan ia kembali di hadapkan macan tutul yang sudah menunggu di depan pintu kos.
"Kurang baik apalagi coba keluarga gue sama Lo. Ayo buruan, berangkat bareng." Matahari segera meninggalkan Cio dan menunggunya di mobil.
Cio memakai sepatu dan segera menghampiri Matahari dan Bulan.
"Biar gue yang nyetir."
"Nggak!" Tolak Matahari. "Gue masih mau hidup, Lo duduk manis aja di belakang." Cio mengangguk dan menurut, Cio melihat Bulan yang hanya diam di samping Matahari. Cio tersenyum dalam hati, pasti Bulan sudah di briefing Matahari sebelum mereka pergi ke sekolah.
Setelah sampai di parkiran, Cio melihat Shena berdiri disana bersama kedua sahabatnya. Cio ingin segera pergi namun Shena menahan tangan pria itu.
"Gue boleh ngomong sebentar, ini benar-benar penting."
"Ayo, Lan." Matahari menarik Bulan agar segera pergi dan meninggalkan Cio bersama Shena.
"Ayo," ajak Shena yang sudah siap di dalam mobil.
"Lo mau bawa gue bolos?"
"Udah ayo cepetan."
Cio menarik nafas dalam-dalam dan membuang kasar. Pria itu menurut dan masuk ke dalam mobil dengan malas-malasan. Perjalan mereka di temani keheningan. Ntah kemana Shena akan membawa nya, Cio tidak terlalu peduli akan hal itu. Dia hanya ingin segera mengakhiri semua ini dengan hal-hal baik. Dari mimpi kemarin Hana mengatakan, bahwa Satria akan kembali jika ia menjemputnya. Cio melupakan satu pertanyaan, kapan dia akan datang menjemput? Cio sedikit takut jika Hana akan datang sebelum dia benar-benar menyelesaikan beberapa kisah nya.
Shena ternyata membawa Cio ke sebuah lapangan yang sangat luas. Disana kedua remaja ini berdiri menatap tanah datar yang begitu hampa tanpa ada pepohonan yang tumbuh menemani.
Shena perlahan menyeka air mata yang bercucuran deras melintasi wajah cantik nya. "Gue tahu gue salah. Gue gak pernah menganggap kehadiran Lo sebagai anugerah terindah yang harus gue syukuri. Gue selalu anggap Lo sebagai satu masalah yang terus membuntuti gue kemanapun gue pergi. Gue salah besar, bahkan sampai hari ini gue belum menemukan seseorang yang begitu tulus mencintai gue selain Lo. Gue belum menemukan seorang pria yang mampu melumpuhkan egois gue, dan semua itu hanya Lo yang bisa lakuin." Shena terduduk lemah dihadapan Cio dengan tangis yang enggan berhenti.
"Gue salah Cio. Gue menyesal mengabaikan semua hari-hari yang sangat indah itu, gue menyesal mengabaikan semua momen terindah yang nggak akan pernah terulang lagi hingga kapan pun. Gue tahu Lo benci gue, gue tahu lo nggak akan pernah bisa maafin gue untuk semua kesalahan gue."
Cio membungkuk memegang kedua bahu Shena, dan membantu nya untuk berdiri. Cio memegang kedua pipi gadis yang pernah ia cintai itu agar menatap matanya. Cio menyelipkannya beberapa helai rambut yang menutupi wajah indah Shena. "Gue memaafkan untuk semua kesalahan Lo, Shen. Karena ada begitu banyak ruang maaf untuk setiap kesalahan orang yang kita cintai."
"Lo masih mencintai gue?"
Cio tersenyum kecil dan menggeleng. Cio menunjuk hati nya. "Walaupun gue udah maafin Lo, tapi gak ada lagi ruang disini untuk Lo, Shen."
Dengan cepat Shena memeluk Cio, dan dengan senang hati Cio membalas pelukan Shena. Merasakan setiap deru nafas gadis yang pernah mengisi kekosongan hati Cio. Cio mungkin tidak mengetahui hal-hal baik yang pernah Shena berikan untuk nya. Tapi Cio tidak akan pernah melupakan bahwa Shena menjadi satu-satunya hingga saat ini orang yang pernah singgah dalam hatinya.
"Lo baik-baik aja kan?" Shena mengangguk mendengar pertanyaan Cio.
Cio menggenggam erat kedua tanga Shena, tangan yang begitu lembut dengan kuku yang begitu indah dan terawat. Cio juga menatap lekat Netra yang kini juga tengah menatapnya, walaupun dipenuhi air mata. Namun Cio masih bisa melihat banyak harapan kecil disana. "Boleh gue minta satu hal, Shen?"
Shena mengangguk. "Apapun itu, untuk Lo."
Cio menarik Shena ke dalam pelukannya dan mengelus puncak kepala gadis itu hingga turun sampai ujung rambutnya. "Berhenti ganggu Bulan."
∞∞∞
Matahari dan Bulan berjalan beriringan masuk ke dalam kantin. Ini adalah untuk pertama kalinya Bulan menginjak kan kaki nya di kantin setelah hampir tiga tahun menimba ilmu di SMA Bina Nusantara. Tidak ada lagi rasa takut yang Bulan rasakan, kepala yang dulunya selalu tertunduk kini dengan tegas berdiri tegak. Rambut yang selalu ia kuncir kini terurai begitu saja, di tambah dengan Bandana berwarna putih yang tertancap indah disana. Bandana itu adalah pilihan Cio, dan dengan senang hati Bulan mengenakan nya.
Semua pasang mata menatap Bulan dengan takjub. Gadis itu sangat cantik dengan seragam yang begitu pas pada tubuhnya, tidak seperti biasanya. Ia selalu mengenakan seragam oversize. Untuk pertama kalinya juga seluruh siswa dan siswi Bina Nusantara melihat senyuman yang begitu indah dari bibir seorang Bulan, hingga memperlihatkan lesung pipi kecil di kedua ujung bibirnya. Hari-hari Bulan semakin menyenangkan setelah ia dekat dengan Cio, dan Bulan tidak ingin semua ini berakhir begitu saja.
"Kita keliatan kembar, Lan. Tapi masih cantikan gue sih." Matahari merapikan rambut Bulan yang terlihat sedikit berantakan akibat angin yang lumayan kencang.
"Tumben rombongan Cio gak ada yang ganggu Lo lagi?" tanya Matahari.
Bulan pun menggeleng. "Bukan nya bagus, akhirnya aku bisa menikmati masa SMA dengan sangat menyenangkan." Matahari mengacungkan jempolnya setuju.
Cio datang dan segera duduk di samping Bulan. Membuat banyak orang lagi-lagi terkejut. Namun, Cio hanya santai dan mengecek ponsel, ada beberapa misi yang sudah ia selesaikan. Cio hanya ingin melihat beberapa agenda keluarga nya. Yang ingin segera ia selesaikan.
"Lo nggak boleh suka sama Bulan, apalagi sampai cinta!" Matahari menunjuk-nunjuk Cio dengan sendok garpu di genggaman nya.
Cio yang tadinya fokus ke arah ponsel, kini menoleh dan menatap intens netra Matahari. "Kenapa?"
"Pokoknya gak boleh!" Matahari lanjut memakan bakso, dan bersenandung pelan.
"Kenapa?" tanya Cio lagi.
"Karena nggak cocok aja." Matahari memajukan tubuhnya, hingga ia bisa menatap Bulan dan Cio lebih jelas. "Bulan cantik, lucu, baik, pemaaf. Dan Lo?" Matahari memutar bola matanya, membayangkan kalau Cio sama sekali tidak pantas untuk Bulan, yang menurut nya lemah lembut.
Cio melepaskan sendok yang berada di genggaman Bulan, dan menarik nya hingga tepat di depan mata Matahari, Cio menarik pelan tangan Bulan mendekatkan ke arah bibirnya, dan dengan gerakan cepat mengecup pelan punggung tangan Bulan.
Matahari melotot dan memuntahkan bakso yang sudah hampir masuk ke dalam tenggorokan nya. Dengan cepat Matahari merampas tangan Bulan dari Cio, hingga membuat perempuan itu sedikit tersentak. Matahari mengambil hand sanitizer yang berada di saku kirinya dan menyemprotkan pada punggung tangan Bulan. Matahari menepuk-nepuk wajah Bulan. "Sadar, Lan. Jangan mau tergoda sama setan."
-Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARITY [TRANSMIGRASI BOY] || SELESAI
FantasySatria Adinata. Mahasiswa fakultas teknik yang dikejutkan dengan perubahan pada dirinya, kala ia terbangun di sebuah ranjang rumah sakit. Satria terperangkap di tubuh seorang remaja laki-laki yang memiliki kehidupan pahit dan sangat menyakitkan. Aka...