14. ∞ Ketakutan ∞

1.7K 143 0
                                    

Bulan dan Cio kembali berkeliling Mall, setelah makan siang keduanya juga sudah membeli dress yang di inginkan oleh Bulan.

"Lan, bantu gue pilih bunga yang bagus." Cio membawa Bulan ke salah satu toko buket bunga.

"Kamu mau beli?"

Cio mengangguk. "Buat mama."

Bulan tersenyum manis, Cio adalah pria yang sweet. Dan dia juga sangat mencintai ibu nya. Padahal Bulan tahu bagaimana hubungan keduanya.

"Mawar ini bagus kok." Bulan menyerahkan satu buket bunga mawar yang sangat indah.

Cio menerima bunga itu, dan segera membayar nya. Bulan dan Cio ingin segera pulang. Namun lagi-lagi hujan turun sangat deras, Cio dan Bulan tidak membawa mobil. Angin kencang disertai petir yang menyambar, membuat Cio mengurungkan niat nya untuk memesan taksi online, pria itu memilih untuk mematikan ponsel nya dan mengajak Bulan ke salah satu cafe dan memesan minuman hangat.

"Lo pesan apa, Lan?" Cio tampak membaca buku menu yang baru saja di bawa oleh seorang waiters.

"Coklat aja deh."

"Coklat nya dua ya mbak." Cio menyerahkan buku menu itu dan kembali fokus menatap Bulan yang ada di depan nya.

Cio memandang Bulan yang sesekali menggosok-gosok lengan untuk menghangatkan diri. Gadis itu hanya memakai dres dengan lengan yang pendek. Hujan di sertai angin di luar sana pasti membuat gadis itu kedinginan. Cio berdiri dan berjalan ke arah Bulan, perlahan pria itu membuka jaket nya dan memakai kan nya pada Bulan.

"Cio kamu kan masih sakit."

"Tapi gue tahan dingin." Bulan kembali diam mendengar jawaban pria yang kini sudah duduk di hadapannya.

"Cio, aku takut Shena marah." Bulan menatap sendu ke arah hujan luar sana.

"Kenapa dengan Shena?" Cio sebenarnya sudah tahu tentang perlakuan Shena pada Bulan di sekolah. Video itu dengan cepat menyebar dan menjadi viral. Hanya saja Cio tidak ingin marah-marah untuk saat ini.

"Aku takut dia salah paham."

"Buat apa Lo mikirin perasaan orang lain, apakah mereka juga mikirin perasaan Lo?" Cio kembali menikmati coklat panas yang sudah dibawa oleh waiters.

"Saling menghargai perasaan emang penting, tapi aku tahu aku salah disini."

Cio berhenti dari aktivitas nya dan meletakkan sendok itu, perlahan Cio menegakkan tubuh nya dan menatap lekat mata Bulan yang juga tengah menatap nya. "Salah?"

Bulan mengangguk. "Nggak seharusnya kan, aku jalan berdua sama pacar orang. Kita potong rambut bareng, kita makan bareng, kita ke cafe bareng, kita juga jalan-jalan di mall."

"Yang bilang gue pacar orang siapa?"

Bulan menghembuskan nafas kasar. "Semua orang di Bina Nusantara juga tahu, kalau kamu pacar Shena."

Cio melipat kedua tangan nya di atas meja, dan menatap lurus ke arah Bulan. Pria itu terus tersenyum dan Bulan yang hanya diam saja menoleh ke arah Hujan yang semakin deras.

"Tapi cuma Lo yang nggak tahu, kalau gue sama Shena udah lama putus."

"Tapi Shena bilang kalian masih pacaran."

"Dan Lo percaya sama Shena?" Bulan mengangguk dengan pertanyaan Cio.

"Buat apa juga Shena bohong."

"Supaya nggak ada yang deketin gue." Cio menarik tangan Bulan dan menggenggam nya, dengan senyuman lebar Cio berkata, "Lo cemburu?"

Dengan cepat Bulan melepaskan genggaman tangan Cio. "Nggak!"

Cio kembali tertawa kali ini memperlihatkan giginya. Hari ini Bulan bisa melihat wajah Cio yang berseri tidak seperti biasanya, datar dan tidak memiliki ekspresi.
Cio mengangkat tangan nya di udara dan mendarat di kepala Bulan, dan menepuk-nepuk pelan, dan akhirnya menoleh ke arah lain. Tanpa laki-laki itu sadari, perlakuan yang hanya se sederhana itu mampu memporak-porandakan hati Bulan.

∞∞∞

Hari sudah semakin gelap, Cio juga sudah mengantar Bulan sampai ke rumah gadis itu. Dan malam ini Cio kembali ke rumah nya dengan membawa bunga yang telah ia beli. Cio kembali menghela nafas ketika sampai di rumah, rumah yang sangat sunyi. Bahkan rumah ini layaknya rumah tidak berpenghuni, Cio heran. Kenapa orangtuanya masih bisa mempertahankan rumah tangga tanpa interaksi seperti ini, kedua orang dewasa itu hanya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Cio masuk ke dalam rumah dan meletakkan bunga itu di meja makan. Tidak lupa Cio juga sudah menulis empat kata di bunga itu menggunakan pena dan kertas origami. Cio sangat yakin, jam segini ayah dan ibu nya pasti belum makan malam. Setelah mendengar suara langkah kaki, Cio segera berlari ke belakang lemari dan bersembunyi disana.

"Gimana soal proyek yang di Jerman, kapan kamu mau lihat kesana?" tanya Lita yang berjalan beriringan dengan Bambang.

"Besok atau lusa, karena masih banyak yang harus aku urus di kantor. Belum lagi beberapa hari ini omset turun drastis."

Kedua nya sudah duduk berseberangan di meja makan. Lita kembali berdiri dan melihat buket bunga mawar merah yang lumayan besar di atas meja, Lita mengambil nya dan membaca tulisan pada buket itu. I love you Mama♡.

"Ini dari kamu?" Bambang yang tadi sedang fokus makan kini menoleh ke arah Lita, dan melihat bunga ditangan istri nya itu. Dengan cepat Bambang menggeleng.

"Dari siapa bunga ini?"

"Dari Cio mungkin."

Lita segera melempar bunga itu ke lantai hingga hancur dan berserakan. Cio memegang dadanya yang terasa nyeri. Namun detik berikutnya ia tersenyum, dia tidak memiliki banyak waktu. Cio ingin segera memperbaiki hubungan nya dengan Lita. Setelah kepergian Lita, Cio keluar dari persembunyiannya dan ingin ikut makan bersama Bambang. Cio duduk di samping ayah nya dan mengambil minum untuk Bambang.

"Gimana hari ini, Pa?" Cio makan dengan lahap sembari sesekali bertanya kepada sang ayah. Walaupun sebenarnya perut Cio sudah sangat mual karena makan banyak di mall bersama Bulan. Dan kali ini dia juga makan bersama ayah nya.

"Baik."

"Oh iya, kemarin Cio sempat lihat Papa jalan ke hotel sama perempuan. Dia siapa, Pa?"

Bambang berhenti makan dan melihat Cio yang tersenyum di sela makan nya. "Se umur hidup itu terlalu lama, Pa. Nggak ada yang melarang papa untuk pergi bersama perempuan lain, walau ke hotel sekalipun. Dengan catatan papa tidak punya istri. Cio bisa lihat nggak ada lagi cinta antara Mama dan Papa, jadi apalagi yang papa pertahankan? Kalau papa pergi dengan perempuan lain disaat papa masih menjadi suami Mama, yang salah akan tetap papa."

Bambang tersenyum sinis mendengar petuah dari anak nya itu. Seakan Cio lebih mengerti mengenai cinta.

"Kamu tidak akan mengerti apapun, kamu bahkan banyak melupakan kejadian."

Cio mengangguk. "Dan Cio bersyukur untuk itu. Cio melupakan semua yang Cio ketahui, bahkan Cio melupakan kalau Cio pernah membenci Mama dan Papa. Bukan kah itu jauh lebih baik?"

CLARITY [TRANSMIGRASI BOY] || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang