Mimpi Terulang

1.9K 113 17
                                    

"Apa kau ingin mati atau mau melanjutkan hidup?" tanya perempuan bergaun merah pada Zee.

"Apa kau harus menanyakannya?" sahut Zee gusar. Bagaimana tidak, beberapa hari ini dia dilanda kecemasan. Ulang tahunnya yang ke-30 tinggal menghitung hari,  tapi dia belum juga menemukan penghalang untuk kutukan keluarganya.

"Sebelum purnama bulan ini, segera temukan pemuda bernama "Nunew Chawarin" kalau kau ingin hidupmu tidak berhenti di angka 30. Dia akan menjadi obatmu sekaligus masa depanmu," kata perempuan itu lagi.

Lagi-lagi mimpi itu, pikir Zee ketika bangun setelah mimpinya menghilang. Selama 3 hari berturut-turut, mimpi itu datang di tiap tidurnya. Hanya saja selama 3 hari ini dia tidak tahu harus berbuat apa. Bukannya dia ingin mati seperti keluarganya yang lain di umur 30, hanya saja kata "pemuda" dari perempuan itu terus terngiang-ngiang tak mau pergi.

Dalam sejarah keluarganya, menemukan seorang pemuda belum pernah terjadi. Semuanya hanya terpantri pada belahan jiwa berupa seorang wanita. Hanya dia satu-satunya yang harus menemukan belahan jiwa berupa lelaki. Dan itu sudah tidak masuk akal baginya. Makanya sampai saat ini, dia belum juga mengatakan apa-apa soal mimpinya pada tetua keluarganya.

Memangnya dia punya pilihan lain? Pilihannya hanya dua, mati di umur 30 atau menemukan belahan jiwanya sekaligus takdir masa depannya. Meskipun sang takdir memberikannya seorang pemuda, apa dia bisa menolak? Tentu saja tidak. Kalau dia menolak, sudah dipastikan beberapa hari lagi dia akan meninggal seperti ayahnya, sepupunya, dan keluarga-keluarga lelaki lainnya di umur 30. 

-

"Apa kau bilang?" Ibunya mengguncang-guncang tubuh Zee sangat keras. "Bagaimana bisa kau baru bilang akan mimpimu? Kalau mendengar dari ceritamu, bulan purnama hanya tinggal 6 hari lagi. Kau tidak punya waktu banyak mengubek-ubek isi dunia untuk mencari belahan jiwamu!" suara Ibu Zee menggelegar di ruang tamu. Zee sampai mundur mendengar ocehan ibunya yang sangat keras.

"Ma... belahan jiwaku laki-laki, LAKI-LAKI! Memangnya aku harus bersikap bagaimana? Antusias? Aku juga bingung, oke?" Zee mulai mondar-mandir di hadapan ibunya. "Dengan perempuan saja aku tidak pernah berhubungan, dan takdir yang di siram ke mukaku malah laki-laki," sahut Zee ikut gusar.

Zee tahu konsekuensi akan kutukan keluarganya, maka dari itu dia memang menjauhi segala macam hubungan romansa dengan siapapun, termasuk perempuan. Baginya, tidak ada yang pantas ditinggalkan. Seperti ibunya, yang ditinggalkan ayahnya saat Zee masih berumur 3 tahun. Ibunya memang tidak pernah menceritakan mimpi ayahnya. Semua keluarganya juga memilih bungkam dengan persoalan takdir yang dituntut ayahnya sebelum berumur 30, walaupun dia sendiri curiga tidak ada yang benar-benar tahu soal itu. Sayangnya, ayahnya lebih memilih mati daripada menjalani takdirnya, entah karena apapun itu.

"Apa kau lebih memilih meninggalkan Ma juga?" kata ibunya lembut, membuat Zee berpaling dan mengusap tangan ibunya.

"Apa tidak ada cara lain, Ma?"

"Selama Ma bersama dengan keluarga Panich, tidak ada cara lain selain menuruti kemauan Sang Dewi (Sebutan untuk perempuan dalam mimpi Zee). Buktinya kakekmu mampu bertahan sampai umur 60 setelah menuruti Sang Dewi. Pamanmu juga."

"Tapi kasusku berbeda, mereka yang bertahan memiliki belahan jiwa perempuan, sedangkan aku?" Zee menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil memandang langit-langit. "Apa tidak ada cara membelokkan ucapan Sang Dewi?" 

Ibunya menggeleng.   

"Bagaimana dengan mimpi Pa?"

"Waktu itu Pa-mu sudah punya Ma, jadi belahan jiwa yang diperuntukkan untuknya dari Sang Dewi berbeda, jadi Pa-mu memilih meninggal daripada harus memilih istrinya atau belahan jiwanya."

Your FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang