Kembang Api (Jub)

926 111 15
                                    

Gara-gara Nunew, dari pagi sampai sore Zee tidak bisa diam. Asistennya pun sampai kena semprot berulang kali, padahal tak ada yang salah dengan pekerjaannya. Nunew juga menghilang tak ada kabar. Ponselnya tidak aktif, dikirimi pesan pun tidak mempan. Kalau bukan karena Nunew sudah berjanji tak akan berubah pikiran, dia mungkin sekarang sudah menjadi penunggu kantor Nunew sejak pagi.

"Bos sebenarnya kenapa, sih?" kata Leo karena sudah kesal dengan kelakuan bosnya yang sedikit gila hari ini.

"Aku ada janji penting, tapi orangnya tiba-tiba menghilang," ungkap Zee sambil melempar berkas perjanjian dengan investor asing.

"Apa itu Nunew?" Leo mengangkat alis tak suka.

"Bagaimana kau tahu?" Zee menyipit ke arah Leo.

"Bagaimana aku tidak tahu coba? Sejak Bos menyuruhku mencari tahu tentang dia, emosi Bos berubah tidak stabil. Sedikit-sedikit uring-uringan, sedikit-sedikit marah-marah, kita yang di bawah juga ikutan kesal jadinya," semprot Leo. Dia tidak peduli bosnya itu bakalan balik menyemprotnya. Dia sudah tidak kuat dijadikan tumbal uring-uringan bosnya itu beberapa hari ini. Dia jadi ikutan kesal dengan nama "Nunew" gara-gara menyebabkan emosi bosnya menggila.

"Maaf, bukannya aku ingin menyemprot kalian," suara Zee memelan, "tapi  kalian memang salah!" serobot Zee melotot pada Leo. "Sudah salah masih nyari alasan. Ingat juga! Jangan sekali-kali menyebut nama Nunew dengan penuh kekesalan. Asal kau tahu anak itu penentu hidup dan matiku. Jadi jangan coba-coba membencinya! Sekarang, keluar. Aku sedang tidak ingin melihat wajahmu."

Leo berderap pergi seraya mencak-mencak penuh kekesalan. Bukannya mematuhi perintah bosnya, dia makin menjadi untuk membanci Nunew.

-

                                     Maaf, ponselku mati. 
                                     Aku akan selesai bekerja jam 5.
                                     Phi boleh menjemputku saat itu.

Pesan dari Nunew datang pada sore hari, membuat Zee akhirnya bisa bernapas lega. Tanpa melihat jam, dia buru-buru meninggalkan perusahaan menuju kantor Nunew. Baru 5 menit berada di jalan raya, mobilnya sudah dikepung kemacetan. Ketika melirik jam di dashboard menunjukkan pukul 16.49, sumpah serapah langsung keluar dari mulutnya. Jam-jam rawan seperti ini memang bertepatan dengan jam pulang kerja. Jadi jalanan pasti macet sekali.

Sambil berkomat-kamit menyumpah diiringi bunyi klakson sana-sini, Zee akhirnya bisa sampai di kantor Nunew jam 17.35. 

Dilihat dari tempat parkir yang mulai menipis kendaraan, dia hanya bisa berdoa Nunew belum pulang menunggu dirinya. Kalau Nunew ternyata sudah pulang meninggalkan dirinya, dia tinggal menunggu hari kematiannya tiba. Apalagi saat melihat meja resepsionis juga sudah  kosong, Zee semakin skeptis.

Dengan kesabaran yang masih tersisa akibat macet, Zee mencoba menelepon Nunew.

Untungnya, pada dering kedua Nunew langsung mengangkatnya. "Phi... apa kau sudah di bawah?" sapanya.

"Syukurlah, kukira kau sudah pulang," sahut Zee seraya duduk di sofa yang sama saat menunggu Nunew kapan hari.

"Tidak mungkin aku pulang. Aku kan sudah janji."

"Baiklah. Apa aku harus menunggu di bawah atau ke atas saja menghampirimu?"

"Tunggu saja di bawah. Aku tidak lama, hanya tinggal mematikan komputer."

Suasana hati Zee yang semula kacau, langsung berubah setelah mendengar suara Nunew. Yang awalnya seperti siap menerjang badai, sekarang seperti disejukkan oleh semilir angin musim semi. Semuanya gara-gara satu orang. Namun, bukannya kesal dengan pikiran itu, dia tetap akan menerjang badai asal bisa bertemu dengan Nunew bila kondisinya memang seperti itu. 

Your FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang