“Ucapan manusia tidak dapat di percaya. Semua akan berubah pada waktunya.”-Biru Erlangga Mahaputra.
🌊🌊🌊
“Biru tungguin aku!” Teriak seorang anak mengenakan seragam putih merah berlari ke arah Biru dengan napas terengah-engah. Wajahnya terlihat pucat dan memar seperti bekas pukulan.
“Ata, kamu kemana aja? ini udah telat loh.” tanya Biru menatap tajam pada sahabatnya yang baru saja datang padahal bel sekolah sudah berdering semenjak tadi.
Bocah itu masih mengatur napas perlahan-lahan karena habis berlari, jarak rumah dan sekolah sangat jauh, anak bernama Januarta itu melihat Biru membawa buku dan air putih di tangannya pun langsung mengambil botol minum milik Biru tanpa mengucapkan sepatah kata, “Minta Bir,” ucapnya lalu meneguk air putih tersebut hingga tersisa setengah.
“Kenapa kamu bisa telat? Untung enggak ketahuan Bu Ani kalau dia sampai tau bisa di marahin habis-habisan kamu-----” Januarta memotong ucapan Biru karena sahabatnya itu berbicara nyerocos seperti rel kereta api.
“AKu di pukul lagi sama Ayah jadinya telat datang ke sekolah, ayah terus nyuruh aku belajar Bir, lama-lama kepala aku sakit lihat soal-soal itu terus!” kesal Januarta, ayahnya itu memang sangat sadis.
Kenapa bisa ada seorang ayah tega memukul anaknya sendiri karena nilai? Bukankah itu akan memperburuk kondisi anak? pikir Biru. Januarta selalu bercerita tentang kehidupannya setelah kedua orangtuanya bercerai, hidup Januarta berubah seratus persen. Ayahnya dulu tidak pernah menuntut apa-apa kini malah bertindak keras sebab sang ayah malu memiliki anak seperti Januarta yang tidak pernah mendapatkan presentasi di sekolah, berbeda dengan sepupunya.
“Kamu mau ke mana Bir?” tanya Januarta, ia melihat Biru membawa setumpuk buku pelajaran di tangannya, ah dasar anak rajin.
“Ke perpustakaan hari ini guru enggak sekolah jadi aku mau belajar di perpustakaan aja,” balas Biru.
“Ikut dong,”
“Terus tas kamu gimana? Hari ini Buk Ani sekolah loh, nanti dia lapor sama ayah kamu gimana?”
Januarta berdecak, “Biarin ajalah.” anak laki-laki itu menarik tangan Biru yang di tarik hanya bisa pasrah.
“Pelan-pelan! Kalau aku jatuh lihat aja kamu!” ancam Biru.
“Tenang Bir, nanti kita jatuh bareng-bareng.” gelak tawa Januarta terdengar menggema di koridor, tanpa mereka sadari seorang perempuan paruh baya berbadan gumpal berdiri di depan, hal itu mampu membuat Januarta dan Biru terjatuh karena menabrak sang guru---Bu Ani, guru yang di kenal suka marah-marah itu kini menatap tajam ke arah dua anak didiknya.
“Aduh aku nabrak babi ya Bir? sakit banget pinggangku!” Januarta meringis memegangi punggung.
“Ta, jaga ucapan kamu!” Biru menyenggol lengan sahabatnya, anak laki-laki itu bisa melihat tatapan marah sang Guru.
“Mampus. Bu Ani marah, Ta. Kamu bilang dia babi, mulut kamu besok aku jahit biar enggak ngomong aneh-aneh!”
Januarta memejamkan kedua mata, dalam hati dia menghitung dalam waktu lima detik, Bu Ani akan memberikan kalimat indah padanya dan Biru.
“JANUARTA! BIRU! BERANI KAMU BILANG SAYA BABI?” urat leher Bu Ani tercetak jelas, emosinya meluap, dasar siswa tidak memiliki sopan santun.
“Maaf Bu,maaf. Ini-----aduh sakit.” Januarta meringis begitu juga Biru karena Bu Ani menjewer telinga mereka.
“Ini masih jam pelajaran, kamu kenapa masih bawa tas? baru datang kamu?” tanya Bu Ani.
“Lepas dulu Bu, nanti saya jelaskan. Ibu kan cantik, masak tega menyakiti tubuh anak mungil seperti saya?” ucapan itu keluar dari mulut Januarta, Biru hanya bisa menggelengkan kepala. Dia sangat tertekan saat ini.
“Tega dong, dasar anak nakal kalian berdua. Ikut saya ke kantor.” Bu Ani menarik paksa kedua bocah laki-laki itu ke ruang BK, di sana Biru dan Januarta di beri ceramah. Setelah itu mereka di hukum untuk menyapu bersih halaman sekolah, jika tidak bersih maka tidak akan izinkan pulang.
“Senangnya, besok kita bikin masalah lagi yuk Bir, biar di hukum lagi.” ujar Januarta mengambil setumpuk sampah plastik yang sudah di kumpulkan oleh Biru.
“Aneh, baru pertama kali aku dengar orang kecanduan di hukum.” Biru tidak habis pikir dengan ucapan Januarta.
🌊🌊🌊
Januarta meletakkan kedua tangannya di atas kepala, ia menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 15. 05 WIB, Ternyata sudah sore. Sejak pagi dia tidak kemanapun dan tidur seharian. Bayangan tentang masa kecilnya dan Biru terus berputar dalam ingatan, setelah kejadian di mana Biru berteriak keras di dalam kelas mampu membuat Januarta memikirkan sesuatu, entahlah dia juga tidak tau. Perasaan cowok itu tidak karuan, mood-nya benar-benar kacau.
“Sial gue ingat kejadian dulu,”
Ia bangkit dari tempat tidur menuju jendela, Januarta membuka gorden kamarnya. Cowok itu menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya.
“Rumah sebesar ini cuma ada gue seorang, ayah sibuk. Kalau pulang selalu marah-marah karena nilai, ayah emang ngasih gue uang tapi dia enggak pernah ngasih gue kasih sayang.” lirih Januarta. Di bawah jendela sorot mata miliknya tak sengaja menangkap Anggota keluarga tertawa satu sama lain, Januarta menatap iri pada mereka, terlihat sederhana bukan? Tapi tidak semua orang beruntung dalam keluarga.
Sebagian anak mengatakan, keluarga adalah luka. Sebelum orang lain menghancurkan dirimu, kamu sudah di hancurkan oleh kedua orang tuamu.
Bersambung......
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA BANDUNG DAN BIRU [ Sudah terbit ]
Teen FictionSudah terbit dan tersedia di Gramedia. Versi wattpad dan Novel berbeda. Di novel diceritakan 75% sedangkan versi wattpad cuma 25%. Semua orang tau Bandung, begitu juga keindahannya. Tapi semua orang belum tentu tau jika Bandung menyimpan luka untuk...