"Mereka bersikap seenaknya kepada diriku, padahal aku juga memiliki perasaan."---Biru Erlangga Mahaputra."
☔🌧️
Keesokan harinya, Bu Ajeng, guru Bahasa Indonesia, meminta siswanya untuk bekerja kelompok dalam mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan minggu depan. Satu per satu siswa membentuk kelompok, berdiskusi tentang pembagian tugas. Namun, Biru masih terdiam di tempat duduknya. Tak seorang pun mengajaknya bergabung. Ia seperti bayangan yang tak terlihat, terlupakan di tengah hiruk pikuk kelas.
"Biru mana kelompok kamu?" tanya Bu ajeng-menatap Biru yang sedang mencatat materi di buku tulis, cowok itu lalu mengangkat kepalanya.
"Saya mau mengerjakan sendiri Bu," balas Biru. Semua sorot mata tertuju padanya sambil berbisik-bisik.
"Kamu yakin bisa mengerjakan itu sendirian?" tanya Bu Ajeng, ia tahu Biru pintar namun perempuan paruh baya itu kasihan jika Biru kelelahan mengerjakan tugas-tugas sendirian.
Biru tersenyum, "Iya Bu, saya bisa."
Setiap ada kerja kelompok tidak ada yang mau sekelompok dengan Biru, sekalinya dapat kelompok, Biru selalu di manfaatkan bahkan ia selalu mengerjakan tugas itu sendiri, dan yang lainya cuma menumpang nama.
"Yasudah, kalau begitu ibu akhiri pelajaran hari ini, selamat siang."
"Siang Bu," seru mereka secara bersamaan.
Biru Erlangga Mahaputra atau kerap dipanggil dengan sebutan Biru cowok yang baru saja menduduki bangku kelas 12. Biru terlahir dari keluarga sederhana - Bapak cowok itu berkerja sebagai tukang ojek sedangkan sang ibu menjadi buruh cuci baju untuk bisa membeli makan sehari-hari.
Setiap pulang sekolah Biru berjualan kue, ia tidak seperti anak-anak pada umumnya yang baru saja pulang sekolah langsung tidur bahkan nongkrong bersama teman-teman. Kadang juga laki-laki itu menitipkan kue-kuenya di kantin.
Jika ditanya capek atau tidak? Pasti capek belum lagi tugas sekolah menumpuk, namun Biru bersyukur sekali karena bisa membantu bapak dan ibu.
"Masa SMA, masa terindah," begitu kata orang. Tapi tidak bagi Biru. Cowok itu berasal dari keluarga miskin, sebuah kenyataan pahit yang membuatnya menjadi sasaran empuk bullying di sekolah. Setiap hari, ia harus menghadapi cibiran, ejekan, dan perlakuan kasar dari teman-temannya. Pakaian lusuh, sepatu robek, dan bekal sederhana menjadi bahan tertawaan.
Hari demi hari berlalu, kehidupan Biru tak kunjung berubah. Di kelas, ia masih setia duduk di bangku belakang, membaca buku dengan tekun. Suara riuh teman-temannya yang bercanda dan berisik seakan tak mampu menembus konsentrasinya. Biru tenggelam dalam dunia tulisannya, mencari pelarian dari realitas pahit yang dihadapinya
Biru bisa bersekolah disini karena mendapat beasiswa, dan ia juga siswa peringkat pertama di dalam kelas. Bahkan pernah memenangkan olimpiade matematika, kimia, maupun fisika. Biru tidak pandai bergaul. Dari dulu hingga sekarang, ia sangat kesulitan untuk bersosialisasi dilingkungan sekolah karena itu ia tidak memiliki teman satupun. Bel istirahat sekolah berbunyi sedangkan cowok itu masih berkutik dengan buku pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA BANDUNG DAN BIRU [ Sudah terbit ]
Fiksi RemajaSudah terbit dan tersedia di Gramedia. Versi wattpad dan Novel berbeda. Di novel diceritakan 75% sedangkan versi wattpad cuma 25%. Semua orang tau Bandung, begitu juga keindahannya. Tapi semua orang belum tentu tau jika Bandung menyimpan luka untuk...