Permasalahan Nilai.

33.7K 2.6K 164
                                    

"Orang yang ada di hidup kamu semuanya ada masanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Orang yang ada di hidup kamu semuanya ada masanya. Kalau masanya sudah habis harus siap dan bisa ikhlas, sama seperti Biru, Biru juga ada masanya bukan?" Gusti Ayunda Maharani.

🍁🍁🍁

"Apa-apaan ini? Nilai pelajaran bahasa aja kamu cuma dapat 70? Kamu itu belajar enggak, sih? Malu-maluin aja. Mau ditaruh di mana muka Ayah?! Kepala sekolah, tapi nilai anaknya jeblok semua?!"

Narendra yang baru saja pulang kerja segera memarahi Januarta, karena lelaki itu selalu mendapat nilai kecil hampir di setiap mata pelajaran. Sebenarnya, Januarta pun sudah berusaha keras agar dapat nilai yang setidaknya bisa membuat sang papa bangga. Namun, usaha Januarta selalu buntu.

Ia sudah tidak habis pikir lagi harus seperti apa cara untuk menyenangkan sang ayah."Maaf, yah. Januarta udah berusaha, tapi-"

"Tapi, masih bisa-bisanya kamu bilang tapi! Kalau hasilnya segini, ya, berarti usahamu belum besar, ngerti enggak?!"

Januarta hanya terdiam. Ia kesal, marah, kecewa dengan dirinya sendiri. Tangannya sudah mengepal menahan emosi.

"Ayah mau sampai kapan, sih, nuntut Januarta terus? Janu udah capek sama semua tuntutan ayah!" Tanpa Januarta sadari, kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya. Mendengar itu, Narendra murka.

"Apa kamu bilang?! capek? Ayah lebih capek menuhin semua kebutuhan kamu yang banyak mau! Anak laki-laki tapi enggak mau usaha sendiri, semua didukung sama orang tua. Anak macam apa kamu ini? Dasar pemalas!"

Januarta termangu. Semua yang dikatakan sang ayah memang benar. Tetapi, apa harus sang ayah mengatakan itu padanya?

"Sudahlah! Pokoknya ayah enggak mau tahu. Nanti di ujian

Semester, ayah enggak mau lihat nilai kamu jelek kayak gini lagi. Kalau masih kayak gini, ayah larang kamu keluar selama libur semester. Semua fasilitas kamu, ayah sita. Ngerti kamu?!"

"Ngerti, yah." Januarta hanya menunduk menahan amarahnya.

Di kondisi seperti ini, satu-satunya yang ia harapkan adalah kehadiran sosok ibu. Setidaknya, ia punya tempat cerita yang tidak akan menghakiminya. Ia merindukan kasih sayang sang ibu, yang entah ada di mana sekarang.

"Sudah. Pergi kamu, bawa kertas-kertas ulangan ini. Ayah enggak mau lihat banyak sampah berserakan di rumah ini."Januarta undur perlahan. Tanpa ia sadari, air matanya jatuh membasahi pipinya.

Rumah tanpa sosok ibu seperti burung memiliki sayap yang patah.

☔🌧️

"Udah mau berangkat sekolah? Naik kendaraan apa?" tanya Jonathan baru saja pulang dari kantor----melihat putrinya menuruni anak tangga.

Gadis dengan rambut kuncir kuda itu menoleh ke arah sumber suara. "Bus, ayah tau sendiri kan pak Mamat cuti karena istrinya melahirkan," balas Ayunda dengan wajah datar. Bisa dilihat penampilan ayah sangat kacau. Kelopak mata menghitam, pakai lusuh, bahkan rambut yang tak tertata rapi berbeda sekali saat ayah berangkat ke kantor. Ayunda tahu bahwa ayahnya sibuk bekerja dan tidak punya waktu untuk merawat diri dan menjaga kesehatannya.

KOTA BANDUNG DAN BIRU [ Sudah terbit ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang