01

1.1K 52 4
                                    

Apakah kalian melihat orang yang belum mandi dan bercukur di atas sofa? Cowok yang memakai kaus abu-abu dekil dan celana robek?

Itulah aku, Lee Jeno. Aku biasanya tidak seperti ini. Maksudku, itu benar-benar bukanlah diriku. Dalam keseharian, aku berpakaian rapi, daguku dicukur bersih, dan rambut hitamku disisir ke belakang dengan cara yang menurut orang membuatku terlihat berbahaya tapi profesional.

Jasku adalah buatan tangan. Aku memakai sepatu yang harganya lebih mahal dari biaya sewa rumahmu. Apartemenku? Ya, tempatku berada sekarang. Tirainya ditutup, dan perabotannya berpendar oleh pantulan warna kebiruan dari televisi. Meja dan lantainya berserakan botol bir, kotak pizza, dan wadah es krim yang kosong.

Sebenarnya apartemenku tidak seperti sekarang ini. Apartemen yang aku tinggali biasanya bersih, ada seorang gadis yang datang bersih-bersih dua kali seminggu. Dan semua kenyamanan modern ada didalamnya, ada segala mainan cowok dewasa yang dapat kalian pikirkan: surround sound, speaker, dan TV layar lebar yang akan membuat setiap pria berlutut dan memohon lebih banyak lagi. Dekorasinya modern—banyak nuansa warna hitam dan stainless steel—dan siapa saja yang memasukinya akan tahu bahwa seorang pria tinggal di sana.

Jadi, seperti yang kubilang—apa yang kalian lihat sekarang bukanlah diriku yang sebenarnya. Aku sedang flu. Influenza.

Pernahkah kalian memperhatikan beberapa penyakit terburuk dalam sejarah memiliki nada yang liris? Kata-kata seperti malaria, diare, kolera. Apa kalian pikir mereka memberi nama itu dengan sengaja? Untuk mengatakan dengan cara yang bagus bahwa kalian merasa seakan keluar dari pantat anjingmu?

Influenza. Suaranya terdengar menarik, jika kalian mengatakannya dengan tepat. Setidaknya aku cukup yakin terhadap apa yang sedang kuderita. Itulah kenapa aku telah bersembunyi di apartemenku selama tujuh hari terakhir. Itu sebabnya aku mematikan teleponku, dan aku hanya meninggalkan sofa untuk pergi ke kamar mandi atau membawa masuk makanan yang kupesan dari delivery.

Berapa lama sih flu dapat bertahan? Sepuluh hari? Sebulan? Aku sudah merasakannya seminggu yang lalu.

Alarmku berdering jam 05:00 pagi, seperti biasa. Tapi bukannya bangkit dari tempat tidur untuk
pergi ke kantor yang mana aku adalah bintangnya, aku melemparkan jam itu ke seberang ruangan, hancur untuk selamanya. Jamnya menjengkelkan pula. Jam bodoh. Bersuara bip-bip-bip.

Aku berguling dan kembali tidur. Ketika aku akhirnya menyeret tubuhku keluar dari tempat tidur, aku merasa lemah dan mual. Dadaku terasa nyeri, kepalaku sakit. Nah flu, kan? Aku tidak dapat tidur lagi, jadi aku mendekam di sini, di sofa kepercayaanku. Terasa begitu nyaman sehingga aku memutuskan untuk tinggal di sini. Sepanjang minggu. Menonton film terbaik Ma Dong-Seok di plasma TV. The Round-up: No Way Out sedang kuputar sekarang. Aku telah menontonnya tiga kali hari ini, tapi aku belum merasakan apa pun. Tidak sekalipun. Mungkin keempat kalinya akan berhasil?

Sekarang ada gedoran di pintu apartemenku.
Terkutuk petugas penjaga pintu. Untuk apa dia kemari? Dia akan menyesal ketika mendapat tip Natal tahun ini, aku jamin.

Aku mengabaikan gedoran itu, meskipun muncul lagi. Dan lagi.

"Jeno! Jeno, kutahu kau ada di dalam sana! Buka pintunya sialan!"

Oh tidak. Ini Si Menyebalkan. Atau dikenal sebagai kakakku, Doyoung.

Ketika aku mengatakan kata menyebalkan maksudku dengan cara sesayang mungkin, aku bersumpah. Tapi begitulah Doyoung. Menuntut, berpendirian keras, tak kenal lelah. Aku akan membunuh si penjaga pintuku.

"Jika kau tidak membuka pintu ini, Jeno, aku akan menelepon polisi untuk mendobraknya, Aku bersumpah demi Tuhan!"

Paham kan apa maksudku?

messy [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang