13

249 28 5
                                    

Thanksgiving diadakan setiap tahun di rumah pedesaan orang tuaku di bagian utara kota. Ini selalu menjadi acara kecil keluarga. Ada orang tuaku, tentu saja. Kalian sudah bertemu ayahku. Ibuku mirip Doyoung namun lebih tua dan lebih pendek. Sebelum menganut kepercayaan feminisme yang kuat—ia pernah menjadi pengacara terkemuka sebelum naluri keibuannya memikatnya—dia suka memerankan ibu rumah tangga yang bahagia. Setelah ia dan ayahku memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, dia juga mengabdikan dirinya ke berbagai organisasi amal. Itu yang sekarang ibuku lakukan untuk mengisi sebagian besar waktunya setelah Doyoung dan aku telah keluar dari rumah.

Lalu ada ayah Jaehyun, Jung Yunho. Bayangkan Jaehyun tiga puluh tahun mendatang dengan rambut menipis dengan banyak keriput. Bibi Jessica Jung meninggal ketika kami masih remaja.
Menurut sepengetahuanku, sejak saat itu Paman Yunho tidak pernah berkencan sekalipun. Dia menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, diam-diam menghitung angka di kantornya. Dia adalah pria yang baik.

Dan ini mengantar kita ke keluarga Lee Soo-hyun, orang tua Mark. Kalian pasti tidak sabar untuk melihat mereka. Mereka sangat lucu. Paman Soo-hyun dan Bibi Yeaji adalah orang yang paling sendu yang pernah kutemui.

Mereka nyaris seperti orang linglung.

Kalian pikir orang tua Mark akan jadi lebih mudah tersinggung, bukan? Aku punya trori. Mereka melahirkan Mark di masa tua mereka, dan kurasa dia menyedot habis semua energi yang tersisa-layaknya parasit.

Dan akhirnya ada Mark, Jaehyun, Doyoung, dan aku sendiri.

Oh—dan tentu saja satu perempuan lain dalam hidupku. Aku tak percaya bahwa aku belum pernah menyebut dia sebelumnya. Dia adalah satu-satunya perempuan yang benar-benar menguasai hatiku. Aku adalah budaknya. Dia meminta, dan menurut.

Dengan senang hati.

Namanya adalah Yuli. Rambutnya panjang berwarna hitam dan memiliki mata cokelat terbesar yang pernah kalian lihat. Umurnya hampir empat tahun. Lihat di sana? Di ujung lain dari jungkat-jungkit yang sekarang sedang aku naiki.

"Jadi, Yuli, apa kau sudah memutuskan mau jadi apa kalau sudah besar nanti?"

"Ya. Aku ingin jadi seorang putri. Dan aku ingin menikah dengan pangeran dan tinggal di kastil."

Aku perlu bicara dengan kakakku. Disney berbahaya. Omong kosong pencuci otak yang merusak, kalau menurutku.

"Atau kau bisa kerja di bidang real estate. Jadi kau bisa membeli kastil sendiri dan kau tak butuh pangeran lagi."

Dia pikir aku bercanda. Yuli tertawa.

"Paman Jeno. Bagaimana aku bisa punya bayi kalau tidak ada pangeran?"

Ya ampun.

"Kau punya banyak waktu untuk mendapat bayi. Setelah kau mendapat gelar MBA atau dokter. Oh, atau kau bisa jadi CEO dan memulai sebuah penitipan anak di kantormu. Jadi kau bisa membawa bayimu ke tempat keria setiap hari denganmu."

"Mama tidak pergi ke kantor."

"Mamamu menganggap remeh dirinya sendiri, sweetie."

Kakakku adalah pengacara persidangan yang cemerlang. Dia bisa berkarir sampai ke Mahkamah Agung. Serius. Dia sangat hebat. Doyoung bekerja penuh semasa kehamilannya dan memiliki pengasuh yang sudah siap bertugas. Namun ketika menggendong Yuli dalam pelukannya untuk pertama kalinya. Pada hari yang sama dia memberi tahu si pengasuh bahwa jasanya tidak diperlukan lagi.

Bukannya aku menyalahkan dia. Aku tak bisa membayangkan pekerjaan yang lebih penting lagi dibanding memastikan keponakanku tumbuh besar dengan bahagia dan sehat.

"Paman Jeno?"

"Ya?"

"Apa kau akan mati sendirian?"

messy [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang