02

462 42 2
                                    

—Empat bulan sebelumnya—

"Fuck, yeah. Bagus. Yaaa.. seperti itu."

Lihat pria itu. Yang memakai jas hitam dan sangat tampan? Ya, pria yang sedang mendapatkan blowjob dari si seksi berambut merah di kamar mandi? Itulah aku. Aku yang sesungguhnya. MBF: Me Before Flu.

"Ya Tuhan, babyhh, aku akan keluar."

Mari kita hentikan adegan ini sejenak.

Bagi wanita di luar sana yang sedang membaca ini, izinkan aku memberi kalian suatu saran gratis: Pernahkah ada seorang pria yang baru saja kalian temui di sebuah klub memanggilmu baby, sweetheart, angel, atau panggilan sayang sejenisnya?

Jangan salah mengartikan dengan berpikir bahwa dia begitu tertarik padamu. Itu karena dia tidak bisa atau tidak peduli untuk mengingat nama kalian yang sebenarnya. Dan tidak ada gadis yang mau dipanggil dengan nama yang salah ketika dia berlutut memberikan blowjob di toilet pria. Jadi, untuk keamanan, aku memanggilnya baby.

Nama aslinya? Apakah itu penting?

"Uh sial, babe, aku keluar."

Dia melepaskan mulutnya dengan suara pop dan menangkap spermaku dengan tangannya seperti pemain football liga utama.

Setelah itu, aku pergi ke wastafel untuk bersih-bersih dan menarik retsleting keatas. Si rambut merah menatapku sambil tersenyum saat ia berkumur dengan sebotol mouthwash untuk bepergian dari tasnya. Menawan.

"Bagaimana kalau kita minum?" Ia bertanya, dengan yang kuyakin adalah suara seksi menurutnya.

Tapi inilah fakta untuk kalian, sekali aku sudah selesai, aku selesai. Aku bukan tipe orang yang naik rollercoaster yang sama dua kali. Setelah dirasa cukup, dan kemudian sensasi itu hilang, begitu pula ketertarikannya.

Tapi, ibuku membesarkanku menjadi seorang gentleman.

"Tentu, sayang. kau pergi mencari meja, aku akan membawakan kita sesuatu dari bar."

Bagaimanapun, si rambut merah telah berusaha dengan baik untuk mengisapku sampai klimaks. Dia pantas mendapatkan minuman.

Setelah meninggalkan kamar mandi, dia pergi mencari meja, dan aku pergi menuju bar yang oh-begitu-ramai.

Bukankah aku sudah bilang sekarang malam Minggu, kan? Dan tempat ini bernama REM. Tidak, bukan R.E.M.—rem, seperti REM (Rapid Eyes Movement) saat tidur, seperti ketika kau bermimpi. Mengerti?

Ini adalah klub terpopuler di kota Seoul. Well, setidaknya malam itu. Minggu depan akan menjadi klub yang biasa. Tapi lokasi bukan masalah. Polanya selalu sama. Setiap akhir pekan aku dan teman-temanku datang ke sini bersama-sama namun pergi secara terpisah dan tidak pernah sendirian.

Jangan menatapku seperti itu. Aku bukan orang jahat. Aku tidak berdusta, aku tidak memaksa wanita dengan kata berbunga-bunga tentang masa depan bersama dan cinta pada pandangan pertama. Aku orang yang jujur dan terus terang. Aku mencari kesenangan untuk satu malam dan aku memberitahu mereka begitu. Itu lebih baik dibanding sembilan puluh persen pria lain di sini, percayalah.

Dan sebagian besar gadis-gadis di sini mencari hal yang sama denganku. Oke, mungkin itu tidak sepenuhnya benar. Tapi aku tidak bisa mencegah jika mereka melihatku, bercinta denganku, dan tiba-tiba ingin punya anak dariku. Itu bukan masalahku.

Seperti yang kubilang, aku memberitahu mereka apa adanya, memberi mereka kesenangan dan kemudian membayari mereka ongkos taksi. Terima kasih, selamat malam. Jangan telpon aku, karena aku sangat yakin tidak akan meneleponmu.

Akhirnya dapat menerobos kerumunan menuju bar, aku memesan dua minuman. Aku meluangkan waktu sejenak untuk menonton tubuh menggeliat dan meliuk yang melebur satu sama lain di lantai dansa saat musik bergetar.

messy [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang