12

229 29 3
                                    

Malam sebelum Thanksgiving secara resmi menjadi malam pergi ke bar terbesar sepanjang tahun. Semua orang pergi keluar. Semua orang mencari kesenangan. Biasanya, Mark, Lucas dan aku memulainya dengan pesta sehari-sebelum-Thanksgiving di kantor ayahku dan pergi ke klub setelah itu. Ini sudah tradisi.

Jadi kalian bisa bayangkan betapa terkejutnya aku ketika memasuki ruang konferensi yang luas dan melihat lengan Mark melingkar pada seorang wanita yang kuasumsikan sebagai pasangan kencannya malam ini—Haechan. Sejak Mark bertemu dengannya dua setengah minggu yang lalu, Mark menghilang pada acara akhir pekan rutin kami, dan aku mulai curiga kenapa. Besok aku harus bicara padanya.

Disamping mereka ada ayahku dan Renjun.

Dan untuk kedua kalinya dalam hidupku, Huang Renjun membuatku sesak napas. Dia memakai gaun warna burgundy tua yang memeluk tubuhnya di tempat yang tepat dan sepatu hak tinggi bertali yang mengirim imajinasiku berputar kedalam wilayah film triple X. Rambutnya jatuh disekitar pundaknya dalam gelombang lembut berkilau. Tanganku gatal untuk menyentuhnya ketika aku berjalan kearahnya.

Kemudian seseorang dari tengah ruangan bergerak—dan aku melihat bahwa Renjun tidak sendirian.

Oh Sial.

Semua orang membawa pasangannya untuk acara seperti ini. Aku seharusnya tidak terkejut bahwa si idiot itu ada di sini. Jaemin mengikat dasinya seperti anak umur 10 tahun, jelas terlihat tidak nyaman memakainya. Banci.

Aku mengancingkan jas yang dijahit secara khusus dari Armani dan berjalan kearah mereka.

"Jeno!" Sapa ayahku. Meskipun hubungan antara aku dan ayahku menjadi tegang selama beberapa hari, keadaan cepat kembali normal. Dia tidak bisa terus-terusan marah padaku dalam waktu lama.

Lihat ekspresi wajahnya. Bisa kah?

"Aku baru saja menceritakan pada Jaemin," kata ayahku, "Tentang kesepakatan yang di tutup oleh Renjun mingggu lalu. Betapa beruntungnya kami memiliki dia."

Memiliki dia? Kata beruntung bahkan tidak mendekati sama sekali.

"Itu semua hanya akting," Goda Haechan. "Dibalik setelan kerja dan karakter gadis baik-baik, berdetak jantung dari seorang pemberontak sejati. Aku dapat menceritakan padamu tentang Renjunnie yang akan membuat tumbuh rambut di bola matamu."

Renjun menatap temannya dengan tegas. "Terima kasih, Chan. Tolong jangan."

Si brengsek tersenyum, menaruh lengannya di pinggang Renjun, dan mengecup ujung kepalanya.

Aku butuh minuman. Atau samsak. Sekarang!

Kata-kata meluncur dari mulutku layaknya peluru yang tepat sasaran: "Benar. Dulunya kau cukup badung, bukankah begitu Renjun? Dad, apa kau tahu Renjun dulu biasa bernyanyi dalam band? Itulah caramu membiayai diri sendiri selama kuliah bisnis, kan? Kukira penghasilan dari pekerjaan itu mengalahkan *pole dancing."

Renjun tersedak oleh minumannya. Karena aku seorang gentleman, aku sodorkan sapu tangan kepadanya.

"Dan Jaemin ini, itulah pekerjaan yang masih dijalaninya. Kau seorang musisi, bukan?"

Dia menatap kearahku seakan aku seonggok kotoran anjing yang baru saja dia injak. "Itu benar."

"Jadi, ceritakan pada kami Jaemin, apa kau rocker seperti Jung Joon Young atau lebih mirip rapper Jay Park?"

Lihat bagaimana rahangnya terkatup? Bagaimana matanya menyipit? Tunjukkan padaku, monyet. Ayolah.

"Bukan keduanya."

"Kenapa tidak kau ambil accordion-mu, atau apapun alat musik yang kau mainkan, dan naik keatas panggung? Ada banyak sekali uang yang mengambang disekitar ruangan ini. Mungkin kau bisa mendapat job di resepsi pernikahan atau acara bar mitzvah."

messy [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang