Bab 36 Izinkan

264 10 1
                                    

17 Agustus 1945 Hari Kemerdekaan yang ke 78.
Selamat Merayakan Hari Kemerdekaan untuk Negeri Tercinta.

                                                                                             


Avira tidak bisa berdalih lagi. "Aku mau ke pantai, tadi mau minta izin sebenarnya, tapi kamu nya masih tidur," tidak bisa mengelak lagi.

Calixto mendiamkan perkataan Avira, sudah tahu bahwa Avira sengaja berbohong. Dia hanya berjalan melewati Avira. Kemudian duduk di meja makan bersama Pak Dito.

"Selai Ini lebih enak." Pak Dito menyodorkan selai coklat ke depan Calixto. 

Calixto menerimanya dan mengoleskan ke atas Roti.

Avira yang berdiri di abaikan oleh Calixto dan Pak Dito, bahkan Bu Nita juga mengabaikan Avira. Sudah tidak ada jalan lain, Avira harus membujuk Calixto lebih dulu.

Avira menyempitkan bibirnya, dia menarik tangan Calixto dan membawanya ke dalam kamar.

"Bicaralah pada Papa kalau kamu mengizinkan aku pergi," ucap Avira.

"Aku tidak mau, bicara sendiri dengan Om, jangan memintaku," saut Calixto malas.

Avira tidak punya pilihan, dia harus bisa memecahkan keras kepala cowok itu.

"Ahhh, aku ingin pergi," rengek Avira.

Avira menenggelamkan dirinya ke atas tempat tidur, dia merengek seperti anak kecil, dan sesekali cegukan seperti menangis.

Avira juga menepuk-nepuk kasur dan mengeluarkan suara tangisan. Dia pikir tindakan nya berhasil. Nyatanya Calixto hanya cuek saja.

"Sudah selesai, aku sangat lapar," mengelus perut.

"Ck. Gagal." Avira yang masih berada di kasur itu mengusap kembali air mata yang bahkan tidak ada. 

Avira bangkit berdiri, dia merapikan rambut dan bajunya. Lalu tersenyum manis menunjukkan giginya, merayu dengan manja. 

"Nilaiku turun drastis, itu membuatku stress, jadi butuh healing, bukankah kamu tidak mau bayinya stress. Pliss kali ini saja, bantu aku." 

Avira menggembungkan pipinya dan mengedipkan matanya berulang kali, tidak lupa melipat kedua tangan sebagai tanda permohonan.

Calixto mendesah. Tidak tega menolak permintaan Avira. Jika saja dia tidak bekerja, pastilah dia akan ikut pergi. Tapi sepertinya dia harus mempercayai Avira dan mengizinkannya pergi.

"Jam berapa pulang? Apa kamu berenang? Siapa saja yang ikut?" merasa cemas.

"Ayolah, aku tidak akan berenang, karena apa? Apa kamu tidak bisa melihat perutku sudah buncit, mana berani aku memakai baju renang. Disana ada Dikky dan teman-teman yang lainnya." 

Avira terus menyakinkan Calixto bahwa perjalanannya sangat aman. Avira menunggu jawaban Calixto dengan gugup, dia mendekatkan wajahnya ke arah Calixto, dan terus mengedipkan mata.

"Baiklah. Tapi ingat! Aku tidak mau kamu melakukan hal berbahaya disana."

Calixto mengacungkan jari menegaskan bahwa Avira harus menjaga diri.

"Siap, oh ya. Aku minta uang jajan," mulai mengulurkan tangan. "Papa nggak mau ngasih uang jajan, katanya harus minta pada suami. Calixto suami Avira, jadi harus minta sama Calix," bicara penuh dengan berbelit-belit.

"Berapa?"

Calixto merogoh sakunya dan membuka dompetnya, ada beberapa deretan uang lembaran berwarna merah, Calixto serius menghitung.

Pernikahan Rahasia Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang