(Tersenyum Sambil Menangis)
Aku menggeliat di atas ranjang mendengar suara yang cukup berisik di seberang sana. Tanganku meraba-raba disamping namun tak kutemukan yang kucari.
Dimana Taka?
Aku duduk dan mengamati ruangan ini sebentar kemudian tanganku bergerak mengambil ponsel di nakas, mengecek jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Terlihat banyak notifikasi di ponsel, aku mengeceknya sekilas lalu memasukkannya ke saku jaket. Aku bergegas mencari Taka karena lapar. Sungguh tidak tahu diri.
Badanku sudah jauh lebih baik, sepertinya memang aku kurang istirahat beberapa hari ini, atau kurang perhatian?
Kulangkahkan kakiku mengikuti aroma lezat yang tercium hidungku, mendapati Taka yang sedang sibuk di pantry. Dia sedang mengaduk sup setelah memasukkan daun bawang didalamnya.
"Mau kubantu?", tanyaku basa-basi lalu memposisikan diriku disampingnya.
"Sudah bangun? Aku baru saja ingin membangunkanmu. Bagaimana istirahatmu? Kau tidur dengan nyenyak? Aku bahkan tidak bisa tidur. Oh, apakah badanmu sudah sehat?" Ucapnya panjang lebar mengabaikan tawaranku lalu menyentuh dahiku dengan tangan kirinya.
"Daijoubu desu. (Aku baik-baik saja) Terima kasih sudah menolongku." Ucapku tulus padanya. Dia hanya tersenyum dan mematikan kompor lalu bergegas mengambil dua mangkok, menaruhnya di atas nampan yang sudah ada di samping kompor. Tangannya dengan cekatan menuangkan sup yang masih panas itu ke masing-masing mangkok.
"Ayo duduk dan kita makan bersama." Ucapnya padaku dan memberiku gestur untuk mengikutinya di meja makan. Namun aku berinisiatif mengambil dua gelas dan mengisinya dengan air putih sebelum mengikutinya yang kini sudah duduk manis di meja makan. Aku duduk berhadapan dengannya, lalu mulai menikmati makananku. Wow, ternyata dia pandai masak juga.
Tidak ada obrolan yang terjadi di meja makan karena aku fokus menghabiskan makananku, tidak mempedulikan Taka yang sejak tadi terus menatapku —dia sudah menyelesaikan makannya. Aku berdiri setelah menenggak habis air putih di gelas lalu membereskan semua mangkok dan gelas yang sudah kosong ini dan membawanya ke tempat cuci piring.
"Kau sudah pantas menjadi istri", ucapnya.
"Matamu."
"Kau mengumpat padaku?" Matanya yang bulat melotot.
Bagaimana dia tahu?
Aku tertawa, "Aku sudah terbiasa melakukannya di tempatku kerja, tapi di rumah juga sama sih, mana mau Davin cuci piring."
"Siapa Davin? Kau tinggal serumah dengan pacarmu? Atau dia suamimu?"
"HEH ada-ada saja! Dia kakak laki-lakiku, aku hanya tinggal berdua dengannya, jadi aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah."
"Syukurlah. Kau sendiri sudah punya pacar?" Tanyanya yang kini sudah berdiri dibelakangku.
Aku menoleh sekilas, "Aku tidak punya waktu untuk itu." Balasku sambil mengambil lap bersih lalu mengelap mangkok dan gelas yang sudah kucuci. Setelah kering, aku mengembalikannya di rak dengan rapi.
"Benarkah? Dulu aku juga sempat berpikir begitu sebelum bertemu denganmu. Tapi sekarang aku ingin mencobanya."
"What?!" Aku berjalan kearahnya meminta jawaban. Dia menggaruk rambutnya salah tingkah. "Mmm, Aku.. "
Belum sempat Taka melanjutkan ucapannya, terdengar suara bel apartemen berbunyi. Taka bergegas menuju ke arah suara. Belum sempat melihat dari intercom, pintu itu terbuka dari luar, menampilkan wanita cantik yang dibalut dengan blouse lengan panjang bermotif bunga-bunga kecil. Jeans pendeknya berhasil memamerkan kakinya yang indah. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai namun sangat tertata dengan rapi. Wah, anggun sekali. Berbanding terbalik denganku yang berantakan dan belum mandi ini.
"Kenapa lama sekali membuka pintu? Aku merindukanmu Mori-chan!" Pekik wanita cantik itu sambil memeluk Taka dengan semangat. Berbeda dengan Taka yang nampak terkejut. Sama terkejutnya dengan aku yang hanya mematung melihat pemandangan didepanku. Taka melepas pelukan itu dengan segan.
"Nande? (Kenapa?) Kau bahkan tidak mengganti pin apartemenmu. Apakah kau masih menungguku kembali?" Tanya wanita itu yang tidak mendapat balasan dari Taka.
"Aku haus, aku akan mengambil minum." Wanita itu berjalan santai ke arahku —yang nampaknya tidak menyadari keberadaanku, lebih tepatnya ke arah pantry ini. Sepertinya dia sudah hafal betul semua letak ruangan di apartemen ini. Wanita itu sedikit terkejut setelah menyadari ada aku berdiri di sini.
"Oh! Sejak kapan kau memperkerjakan pembantu untuk apartemenmu? Apakah sejak aku tidak di sini kau jadi malas bersih-bersih?
WTF. Aku mengumpat dalam hati. Apa dia bilang tadi? Pembantu? Kurang ajar sekali mulutnya. Bukan, bukan berarti menjadi pembantu itu hal yang tidak baik. Namun apakah sopan dia berkata begitu kepada orang yang baru ditemuinya? Aku jadi menyesal memujinya cantik tadi. Aku melirik Taka yang saat ini berada disamping wanita itu, hanya diam membisu tanpa menjelaskan yang sebenarnya. Haesh! Lebih baik aku mengambil peranku sebagai pembantu saja. Biar wanita narsis ini senang.
"Taka-san! Tugas bersih-bersihku sudah selesai, aku akan mengambil barangku dan segera pulang." Aku bergegas mengambil tas kecilku yang seingatku kutaruh di sofa semalam. Setelah memakai tas dan merapikan rambutku yang berantakan, aku kembali ke pantry untuk berpamitan pada dua orang itu. Aku sedikit membungkukkan badanku didepan mereka dan berlalu pergi menuju pintu.
"Sepertinya kau butuh pembantu lain, lihatlah di sebelah situ masih berantakan."
Ucap wanita itu lagi yang masih terdengar telingaku. Astaga. Rasanya ingin kujotos mulutnya. Namun aku lebih ingin menjotos muka Taka karena hanya diam saja sejak tadi.
*
Aku menaikkan tudung jaketku saat keluar dari area apartemen ini. Aku jadi sedikit was-was akan ada paparazzi, takut ada berita macam-macam yang akan menyeretku dalam masalah. Aku berjalan agak cepat dan berbelok ke kanan. Tidak jauh dari sini ada minimarket, aku berencana mampir untuk membeli minuman dingin. Rasanya panas sekali sejak kedatangan wanita tadi. Aku tidak akan menyebutnya cantik lagi. Mengingat semua perkataan yang keluar dari mulutnya tadi sangat membuatku kesal.
Dan kenapa Taka hanya diam saja? Kenapa tidak menjelaskan saja hal yang sebenarnya agar wanita itu tidak memperlakukanku seperti tadi? Apakah dia tidak mau membelaku? Apakah Taka ingin menjaga perasaan wanita itu? Namun kenapa dia tidak menjaga perasaanku juga? Mereka pernah tinggal bersama? Ada hubungan apa diantara mereka berdua? Kenapa rasanya sakit sekali melihat Taka memperlakukanku seperti ini? Banyak sekali pertanyaan di otakku saat ini. Mataku mulai memanas.
Membuang banyak pikiran itu sesaat, aku memutuskan untuk duduk di kursi depan minimarket setelah mendapatkan minuman dinginku. Setelah menenggak separuh botol minuman, aku mengambil ponsel yang terus meraung sejak tadi di dalam saku jaket.
Takahiro is calling...
You blocked this contact.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]
Fanfiction[MENGIKUTI PROGRAM PERTUKARAN MAHASISWA DI JEPANG MEMBUATKU HARUS BERTEMU DENGAN COWOK BERISIK DAN BERURUSAN DENGANNYA] Kau adalah bintang. Seorang bintang di atas panggung. Seorang bintang di kalangan penikmat lagumu. Dan satu-satunya bintang yang...