(Perbuatan Angin Malam)
"Merepotkan sekali kalau harus pakai masker tiap kali keluar begini." Aku menggerutu saat kami berdua sudah berada di dalam lift menuju lantai tujuh apartemen Taka.
"Kau tidak perlu memakainya kalau tidak suka."
"Yang benar saja. Wajahku pasti akan terpampang di media dan akan diketahui publik. Kau tidak memikirkan keselamatanku kalau-kalau diserang fansmu saat bertemu di luar sana?"
"Tentu saja aku memikirkanmu."
HILIH
Pintu lift terbuka dan aku keluar lebih dulu. Berbelok ke arah kiri, apartemennya berada di paling pojok. Aku menekan pin apartemen dan membuka pintunya. Hal itu kulakukan karena kedua tangan Taka sudah menenteng kantong belanjaan yang penuh.
"Lagipula kau belum membalas pernyataan cintaku. Bagaimana? Apa kau juga menyukaiku?" Taka meletakkan belanjaannya di atas pantry dan mulai mengeluarkan bahan yang diperlukan satu-persatu dari dalam kantong belanja.
"Aku lapar. Bisa tidak jangan bahas itu dulu?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun aku tidak berbohong kalau mengatakan sedang lapar.
"Baiklah. Aku tunggu jawabanmu selesai kita makan nanti."
Dasar tukang paksa. Aku duduk bersila di atas sofa panjang melihatnya sibuk di pantry. Tidak berniat membantu. Capek. Di seberang sana, Taka mulai melelehkan butter di atas pan yang sudah panas. Lalu memasukkan daging yang sudah dilumuri lada dan garam. Cukup lama kuperhatikan dia dari sini.
"Shit! Aku lupa bawang putihnya!" Dia bermonolog, tangannya dengan cepat mengambil lima siung bawang putih dan menggepreknya beberapa kali lalu memasukkannya bersama daging yang sudah terpanggang setengah matang.
"Perlu bantuan?" Tanyaku basa-basi pada akhirnya.
"Tidak princess, kau istirahat dan tunggu saja dengan tenang." Tanpa menatapku dia menjawabnya sambil membalik daging yang hampir matang sempurna.
Aku tertawa dalam hati mendengar jawabannya. Astaga, bibirku sampai pegal karena terus menahan senyum. Kenapa dia pandai sekali membuatku tersipu. Mungkin saat ini aku sudah terinfeksi virus budak cinta. Kalau boleh jujur, bersamanya seperti ini membuatku bahagia. Meskipun ada sedikit perasaan mengganjal di hati kecilku. Semacam perasaan takut? Aku juga tidak tahu cara menjelaskannya.
Membuang pikiran bucin yang semakin bercabang, aku mengecek jadwal kelas dan mencari materi yang perlu ku salin. Ternyata besok tidak ada jadwal kelas, akan kugunakan waktuku untuk mempelajari beberapa materi. Sungguh, pikiran dan tenagaku sudah cukup terkuras. Namun aku menikmatinya, karena ini salah satu impianku bisa belajar langsung di Negara Sakura ini.
Aku menghela napas panjang lalu menyandarkan kepalaku pada sofa empuk ini. Pandanganku tertuju ke atas. Menatap ukiran pada plafon bercat putih gading. Kurasa aku akan berhenti dari kerja part timeku dalam waktu dekat. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Aku ingin mencoba hal lain yang menarik selama sisa waktuku di sini.
"Jangan melamun begitu, nanti kerasukan." Ucap Taka tiba-tiba yang lantas membuat tawaku meledak.
"Hahahahahahaha. Kau lucu sekali."
"Memang aku lucu. Kau tidak takut hal-hal horor seperti itu?" Dia bertanya lagi sambil mengaduk saus barbeque yang entah sejak kapan dibuatnya. Aroma lezat semakin menyeruak, membuat perutku semakin keroncongan. Untung tidak terdengar olehnya.
"Biasa saja. Hidupku sendiri sudah cukup horor." Jawabku sambil kembali mengangkat kepala.
Dia tak membalas lagi, sibuk menata daging di piring saji, lalu menuangkan saus di atasnya. Tak sampai di situ, tangannya dengan lihai menata berbagai sayuran rebus di pinggiran piring dengan cantik. Baru kusadari dia pandai melalukan banyak hal. Bernyanyi, bermain musik, memasak, dan sekarang mencuri hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]
Fanfiction[MENGIKUTI PROGRAM PERTUKARAN MAHASISWA DI JEPANG MEMBUATKU HARUS BERTEMU DENGAN COWOK BERISIK DAN BERURUSAN DENGANNYA] Kau adalah bintang. Seorang bintang di atas panggung. Seorang bintang di kalangan penikmat lagumu. Dan satu-satunya bintang yang...