[1] Hikoukigumo

189 20 9
                                    

(Jejak Awan Pesawat)

"Lo bakal di negara orang sampe enam bulan. Jangan macem-macem lo. Jangan pasang tampang kayak gini kalau lagi ngomong sama orang Jepang, yang sopan." Davin menyentil dahiku.

"Haesh iya-iya." Aku menepis tangannya.

Kakakku yang satu ini memang kakak idaman. Usia kami terpaut tiga tahun. Meskipun seringkali jail, namun dia sangat menyayangiku. Dia baik dan selalu membantuku dalam segala hal. Selain wibu, dia juga seorang wota. Tahu wota? Fans JKT48. Luar biasa bukan?

"Baik-baik ya sama temen-temen lo. Jangan lupa beliin gue manga hentai," ucapnya sambil nyengir. Aku menjitak kepalanya.

Hari ini aku akan berangkat ke Jepang. Take off masih dua jam lagi namun aku sudah di sini. Aku memaksa Davin untuk mengantarku lebih awal karena aku terlalu bersemangat. Davin sudah pulang setelah tadi menepuk-nepuk puncak kepalaku dan menyuruhku berhati-hati. Dia sedang libur kerja dan akan menonton JKT48 di teater. Asdfghjkl.

Saat ini aku sudah berada di boarding area bersama teman-temanku yang juga lolos student exchange ini. Syukurlah teman dekatku juga ikut lolos bersamaku. Total ada dua puluh peserta yang akan kuliah di salah satu universitas terbaik Jepang selama enam bulan. Empat orang dari Indonesia dan sisanya dari berbagai negara.

Selain kuliah, kami juga akan melakukan kegiatan seperti workshop, field trip, dan research meeting. Membayangkannya saja sudah sangat menyenangkan.

"Sy, gue ke toilet dulu ya." Aya menepuk pundakku.

Aku mengangguk dan menyumpal telingaku dengan earphone. Aya Arshavina adalah temanku sejak sekolah dasar. Dia ini suka sekali dengan boyband One Direction. Kupikir akan cocok kalau dia masuk jurusan Sastra Inggris. Namun entah kenapa dia tersesat di jurusan Sastra Jepang hahaha.

Aya juga diam-diam menyukai Davin Narendra. Ya, kakakku yang jail itu memang sedikit tampan banyak tidaknya. Aya sudah menyukai kakakku bahkan sejak bangku sekolah dasar. Namun sampai sekarang tidak berani mengungkapkannya.

"Kakakmu tampan sekali," katanya waktu itu. Huh, padahal masih pikiran bocah SD.

Cinta monyet.

Dari situ terus berlanjut hingga SMP, SMA, dan kini sudah menjadi mahasiswi tingkat akhir. Sialnya, Aya tidak pernah bisa satu sekolah lagi dengan Davin setelah SD karena perbedaan usia. Apalagi sekarang, kakakku itu terlalu sibuk dengan oshinya.

Oh iya, aku belum mengenalkan diriku sendiri karena terlalu banyak bachod. Namaku Aisy. Tidak perlu tahu nama belakangku. Kalian pasti kesulitan mengucapkannya.

Saat sedang asyik mendengarkan musik, pundakku ditepuk dari samping. Kupikir itu Aya yang sudah kembali. Namun aku merasakan tepukan itu lagi. Aku melirik ke samping, ternyata ada seorang pria yang mengajakku bicara. Apa dia tidak melihat aku sedang mendengarkan musik?

"Pardon?" Aku melepas earphone dengan malas.

"Kau mau ke Jepang, 'kan?" Dia mengatakan itu dengan Bahasa Inggris.

"Bagaimana kau tahu?

"Sejak tadi kau menggumamkan lagu Jepang."

Memangnya kalau mendengarkan lagu Jepang tujuanku otomatis ke Jepang? Namun tebakannya benar. Aku mengangguk.

"Bisakah kau membangunkanku nanti kalau sudah ada panggilan boarding? Aku mau tidur sebentar di sana." Dia menunjuk kursi kosong.

Ha? Apa-apaan orang ini? Bukannya aku tidak paham apa yang dia bicarakan. Aku fasih Bahasa Inggris. Dia menggangguku dan memintaku untuk membangunkannya tanpa ada kata maaf dan tolong? Wah. Yang benar saja.

Aku menganggukkan kepalaku meng-iya-kan saja. Dari pada ribet. Kasihan juga dia. Aku bisa melihat matanya yang merah. Tunggu dulu, apakah dia memakai eyeliner di matanya? Hahaha lucu sekali. Pria itu berjalan menuju kursi kosong di pojokan lalu duduk dan memejamkan matanya.

Aku memasukkan earphone ke dalam ransel. Aya belum kembali sejak tadi. Apa dia mencret? Baru saja memikirkannya, batang hidungnya sudah muncul. Panjang umur sekali. Dia memegangi perutnya. Sepertinya dugaanku benar.

"Aduh gue mencret anjir," ucapnya saat sudah duduk di sampingku.

"Abis makan apaan lo?"

"Kemarin makan seblak tiga porsi."

"Gblk. Gue bawa obat, lo mau?" tawarku.

"Udah minum tadi."

Tidak lama, terdengar suara panggilan untuk boarding pesawat yang akan kami naiki. Aku menyuruh Aya untuk pergi dulu karena aku harus membangunkan pria tadi yang kurasa benar-benar tidur sekarang. Aku menepuk pundaknya begitu berdiri di sampingnya. Dia tampak kaget dan mengucap terima kasih padaku. Tahu terima kasih juga rupanya.

Aku berjalan menuju gate. Begitu di dalam pesawat, aku segera mencari nomor kursiku. Aku melihat Aya yang sudah duduk di kursinya. Tempat duduk kami terpisah. Aku duduk setelah meletakkan ranselku di kompartemen kabin.

Kebetulan sekali aku duduk di dekat jendela. Meskipun sangat bersemangat pergi ke Jepang, sebenarnya aku takut saat perjalanan menggunakan pesawat. Karena ini adalah pertama kalinya aku naik pesawat. Semoga saja tidak terjadi hal buruk.

Aku tersentak dari lamunanku saat melihat pria tadi kini duduk di sampingku.

"Hei. Maaf mengganggumu tadi. Terima kasih ya." Dia tersenyum, matanya sudah tidak merah seperti tadi. Aku mengangguk.

Aku memejamkan mata dan mencengkram erat seat beltku saat mendengar suara mesin yang kencang dan ban depan mulai naik.

deg deg deg

Aku mengintip dari satu mataku begitu posisi pesawat sudah stabil.

"Pertama kali naik pesawat?"

Aku membuka kedua mataku dan menoleh pada pria di sampingku.

"Yes."

"Kau tadi mendengarkan lagunya YUI, 'kan?"

"Yes."

"Kau suka Jepang?"

"Yes."

"Kau tahu ONE OK ROCK?"

"Yes."

"Kau tahu siapa aku?"

"Yes."

"Aku Taka."

Aku memang sudah tahu itu sejak dia menggangguku tadi. "So?"

*****

Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang