[10] Omoide no Hotondo

49 5 2
                                    

(Sebagian Besar Kenangan)

Yuki adalah cinta pertama Taka. Dia gadis yang dikenalnya saat di bangku sekolah koukou (SMA). Kakak kelas paling cantik dan terkenal pandai menyanyi waktu itu. Siapa yang tidak akan jatuh hati saat melihatnya tampil menyanyi di acara-acara sekolah. Dari pesonanya itu yang membuat Taka akhirnya menyatakan cintanya. Meskipun Yuki sempat menolak karena tidak suka pacaran dengan adik kelas. Namun akhirnya mereka berdua bersama hingga tahun terakhir Yuki bersekolah.

Yuki diterima di salah satu universitas bergengsi, yaitu Korea National University of Arts, dia akan melanjutkan sekolah musik di sana. Hubungan keduanya pun usai karena Yuki ingin fokus belajar di negeri orang. Yang membuat Taka patah hati.

Baginya Yuki adalah segalanya, seseorang yang menemaninya dari nol. Dia yang selalu mengunjungi Taka saat bekerja dulu. Ya, Taka sudah bekerja bahkan saat masih bersekolah. Yuki juga yang mendukung Taka untuk terus bernyanyi, meskipun dulu masih di band kecil.

"Aku akan menunggumu hingga kembali, kita bisa LDR." Ucap Taka pada Yuki waktu itu namun Yuki menolaknya dengan alasan yang bagi Taka tidak masuk akal. Apa hubungannya fokus belajar dengan menjalin hubungan? Taka juga tidak akan mengganggu, toh Taka juga punya kesibukan sendiri.

Mereka masih berhubungan baik lewat pesan, meskipun sebagai teman. Bahkan sampai Taka lulus sekolah dan baru bergabung dengan ONE OK ROCK. Namun Taka berhenti mengirim pesan saat Yuki memposting foto bersama lelaki bule berambut pirang dengan menambahkan caption emotikon hati. Taka sempat beberapa kali mengubah warna rambutnya waktu itu, —karena patah hati lagi. Dan yang terakhir adalah warna blonde yang bertahan cukup lama.

Taka sudah move on dan digosipkan dekat dengan beberapa wanita. Meskipun Taka menyangkal semua rumor kedekatannya. Dia hanya ingin fokus pada karirnya, dengan ONE OK ROCK tentunya. Hingga bisa sukses seperti sekarang.

*

Taka datang ke restaurant tempatku bekerja sore ini dan memesan lima botol sake. Bocah gila. Dia membuka botol pertama dan menuangnya ke dalam gelas kecil, lalu menggaknya dalam sekali tegukan. Aku hanya melihatnya sekilas dan melanjutkan pekerjaanku. Aku sibuk mengantar pesanan dan mengangkat piring kotor. Tercium bau rokok saat aku melewati depan mejanya. Dia merokok?

Aku mengganti pakaian dan akan kembali ke asrama karena jam kerjaku sudah selesai. Taka menenggak gelas terakhirnya sebelum berdiri begitu melihatku keluar restaurant. Kurang kerjaan sekali. Taka tidak menghubungiku sama sekali sejak dia menyatakan perasaannya padaku. Dan aku tidak akan ambil pusing dengan hal itu, sudah kubilang aku tidak mau berharap lebih.

Taka mengikutiku di belakang dan aku lanjut berjalan tanpa memedulikannya. Aku menoleh ke belakang begitu mendengar sesuatu, mendapati Taka yang sudah terduduk di samping tiang listrik sambil memegang kepalanya. Aku berlari ke arahnya, mengambil ponselnya yang jatuh sebelum membantunya berdiri. Sudut bibirnya memar sepertinya terbentur tiang ini, aku ingin tertawa tapi juga kasihan. Sudah dipastikan dia mabuk.

Astaga, bagaimana bisa dia minum lima botol sekaligus seorang diri. Lagipula kenapa dia suka sekali berkeliaran seorang diri, minimal kan bisa keluar dengan asisten atau manajernya, mengingat dia ini seorang artis. Sangat pecicilan dan tidak memikirkan dirinya sendiri.

Aku menuntunnya untuk duduk di kursi tepi jalan sebelum memanggil taksi. Aku tidak mungkin meninggalkannya di sini, mengingat dia juga pernah menolongku waktu itu. Meskipun aku masih agak kesal padanya, namun aku tidak akan lupa kebaikannya. Dia banyak menggumam tidak jelas, kepalanya menyender di pundakku.

Bau rokok dan alkohol sangat kuat tercium, hal itu membuatku mual dan sedikit pusing. Aku memang tidak terlalu suka bau seperti itu. Apalagi dia habis minum lima botol. Bayangkan saja baunya.

Kami naik taksi menuju apartemennya, aku akan mengurus orang mabuk ini. Tidak mungkin juga kubawa ke asrama, cari mati namanya. Sesampainya di depan pintu apartemen, aku kebingungan sendiri. Aku tidak tahu pin apartemennya, ditambah sambil menahan tubuh Taka agar tidak jatuh. Aku mengingat-ingat saat dia membawaku ke sini dan akhirnya mencoba menekan beberapa angka, namun salah. Sepertinya dia menggantinya.

"Your birthday." Ucap Taka setengah sadar.

"What? Ada apa dengan hari lahirku?" Jawabku tidak mengerti.

"Pinnya."

Hah? Dia mengganti pinnya dengan tanggal lahirku? Aku mencoba menekan beberapa angka lagi meskipun ragu, gabungan tanggal, bulan, dan tahun lahirku. Berhasil. Pintu ini terbuka dan kami masuk. Bagaimana dia bisa tahu? Apa dia memata-mataiku selama ini? Aku jadi sedikit curiga. Sepertinya aku harus lebih waspada padanya. Ngeri. Namun melihat kondisinya sekarang, aku melupakan hal itu dulu.

Aku menuntunnya untuk berbaring di ranjang. Namun belum sampai di sana, aku kehilangan keseimbangan karena terus menahan Taka sejak tadi. Berat juga. Kami terjatuh di atas sofa panjang dengan Taka yang sudah tidak sadarkan diri. Aku membetulkan posisi kepalanya agar tidak sakit nanti kalau dia sudah sadar.

Aku berdiri mengambil selimut di ranjangnya kemudian kembali untuk menyelimutinya. Apartemen ini menjadi lebih berantakan. Penataannya juga berubah. Kotak P3K yang dulu di simpan di rak ujung tidak kutemukan. Aku kesulitan mencari kain bersih untuk mengompres, ditambah tidak ada air es —karena lemari pendinginnya juga kosong.

Aku duduk di tepi sofa ini, mengamati wajahnya yang memerah karena alkohol, juga ujung bibirnya yang memar. Tanganku lalu bergerak menyeka dahinya yang berkeringat. Aku tidak tega melihatnya seperti ini. Apa aku harus menemaninya? Tapi ini sudah malam. Aya pasti akan mencariku.

"Kenapa kau minum sebanyak itu?", ucapku pelan lalu menyisir rambutnya yang berantakan dengan jariku. "Aku pulang ya. Jangan seperti ini lagi." Aku berdiri dan mengambil ponselnya —yang sejak tadi di saku jaketku, lalu menaruhnya di atas meja. Saat hendak melangkah keluar, ponsel itu berbunyi dan menampakkan notifikasi yang menarik perhatianku. Aku mengambil benda itu lagi dan membaca satu pesan baru.

Yuki: Aku ingin kita bersama lagi, ayo mulai dari awal.

Aku melangkah gusar meninggalkan tempat ini. Hatiku nyeri sekali. Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta padanya.

*

Pagi harinya, aku yang masih mengumpulkan nyawaku karena baru bangun tidur dikagetkan dengan Aya yang berteriak di ranjang bawah.

"Syyyy! Bangun lo! Lihat nih cepet!" Aya yang saat ini sudah berdiri di atas tangga ranjang melempar ponselnya padaku.

"Itu lo kan? Lo ngapain anjir malem-malem di situ?! Untung aja muka lo nggak kelihatan, tapi itu lo kan? Bajunya sama kayak yang lo pake sekarang." Aya memelankan suaranya kali ini. Aku mengucek mataku dan mengambil ponsel Aya. WTF. Di sana terdapat berita dengan judul.

Takahiro Moriuchi Caught by Fans on Secret Date.

Aku masih mencerna apa yang ku baca. Di berita online ini terdapat fotoku yang baru saja keluar dari apartemen Taka. Huh, tidak di Indonesia tidak di Jepang, yang namanya media selalu membesar-besarkan berita dengan judul yang heboh. Yang benar saja, hanya keluar dari apartemen artis sudah dikira kencan. Padahal mereka belum tahu pasti. Siapa tahu hanya teman, asisten pribadi, manajer baru, atau pembantu misalnya.

Namun media tidak akan membutuhkan yang pasti, mereka hanya butuh judul yang heboh untuk mencari pembaca. Lagipula apa pentingnya mengusik kehidupan pribadi orang lain. Oh aku lupa, yang terlibat denganku sekarang ini adalah artis besar yang pasti selalu diliput media.

Aku tidak peduli berita itu selagi mukaku tidak terpampang di sana. Baiklah. Dengan adanya berita ini, aku akan lebih berhati-hati dan hanya akan fokus dengan kuliah dan kerjaku. Aku tidak akan menemuinya lagi. Dari pada akan menanggung akibat yang akan ku sesali nanti.

*****

Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang