(Siapa yang Mempertemukan Kita Berdua?)
Aku dan Taka memiliki latar belakang keluarga yang sama. Bahkan kami juga punya masalah dengan nama belakang masing-masing. Taka sempat mengganti nama belakangnya dengan Morita —nama neneknya, setelah kasus perceraian orang tuanya. Dia merasa terbebani dengan nama besar Moriuchi. Meskipun saat ini dia kembali menggunakan Moriuchi sebagai nama belakangnya karena sudah kembali berhubungan baik dengan ayahnya.
Berbeda dengan Taka yang terbebani dengan nama belakangnya. Aku justru membenci nama indah yang diberikan orangtuaku. Lebih tepatnya ibuku yang menginginkan nama itu.
Aisy Dineshcara
Dineshcara. Menurutku adalah nama yang cantik. Meskipun aku sendiri kesulitan mengejanya. Artinya adalah matahari. Hangat, kuat, ceria. Kira-kira begitu harapan orang tuaku saat memberiku nama.
Entahlah. Sejak orang tuaku bercerai dan memiliki keluarga barunya masing-masing, aku sangat membenci nama itu. Aku lebih sering menuliskan inisial D untuk nama belakang. Kurasa harapan mereka memiliki anak yang hangat, kuat, dan ceria tidaklah terkabul. Mereka sendiri yang menghancurkan harapan itu.
Matahari yang mereka kenal tetaplah hangat. Namun tidak lagi kuat, bahkan sangat sulit untuk ceria seperti dulu. Rasanya seperti mendung untuk waktu yang lama. Sungguh, perceraian membuatku sulit percaya dengan orang lain. Bahkan orang terdekatku. Jika orang tuaku saja pergi meninggalkanku, lantas siapa lagi yang harus kupercaya?
Namun roda kehidupan terus berputar. Tidak berjalan stagnan.
Seiring berjalannya waktu, aku sudah bisa berdamai dengan masa laluku. Banyak objek yang membuatku tertarik hingga hampir lupa dengan masalahku. Masih ada Davin yang merawatku dan aku yakin dia menyayangiku. Juga sahabatku —meskipun hanya satu. Aya, orang yang bisa kuandalkan.
Meskipun masih sulit untuk membangun kepercayaan dengan orang baru. Bukan berarti aku tidak mau bersosialisasi, hanya saja aku membatasi diri untuk mengenal orang lebih dalam. Aku tidak mau terlalu akrab dan mudah percaya. Lebih baik mengenal sewajarnya saja.
Namun berbeda saat aku mengenal Taka. Aku bisa terbuka dan menceritakan apapun padanya. Begitu juga sebaliknya. Mungkin karena kami sama-sama korban perceraian sehingga bisa memahami perasaan satu sama lain? Aku merasa dia benar melindungiku, menjagaku, dan tidak ingin melihatku terluka.
Atau mungkin aku memang merasakan sesuatu yang bisa disebut cinta?
Entahlah. Yang kurasakan sekarang adalah, aku percaya Taka tidak akan menyakitiku.
*
Sinar matahari menembus masuk melalui celah tirai jendela dan menyilaukan mata. Membuatku mengedip beberapa kali dan akhirnya terbangun pagi ini dengan kepala pening. Di mana aku? Menoleh ke samping, kulihat Taka yang ternyata sudah lebih dulu bangun dan tersenyum melihatku. Akan sangat berdosa kalau aku tidak membalas senyuman itu.
NANI? (Apa?)
Taka?
"Ohayou." (Selamat pagi) Ucapnya lembut.
Aku terdiam beberapa saat. Mencoba mengingat kejadian semalam. Kepalaku makin berdenyut menyadari kebodohan yang kulakukan. Bayangan kejadian semalam terpampang jelas di kepalaku bagaikan rentetan film. Membuatku tanpa sadar memukul dahi beberapa kali.
Bisa-bisanya aku nyosor duluan?!
Aku menyibak selimut mengecek pakaianku yang masih utuh. Meskipun dua kancing kemejaku terbuka, untung saja pakai tanktop. Bahkan kaus kaki berwarna navy itu pun masih membalut kakiku. Kurasa memang tidak terjadi apa-apa semalam, tidak lebih dari sebatas ciuman. Benar kan? Aman. Aku mencoba meyakinkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]
Fanfiction[MENGIKUTI PROGRAM PERTUKARAN MAHASISWA DI JEPANG MEMBUATKU HARUS BERTEMU DENGAN COWOK BERISIK DAN BERURUSAN DENGANNYA] Kau adalah bintang. Seorang bintang di atas panggung. Seorang bintang di kalangan penikmat lagumu. Dan satu-satunya bintang yang...