[4] Sonna Konna Wake de

103 16 4
                                    

(Dengan Berbagai Alasan)

"Lo beli manga di Osaka? Lama amat." Aya mengoceh saat aku baru membuka pintu. Dia dan yang lain sedang duduk di lantai.

"Wah ada yang beli baju baru juga nih," ucap Nadia setelah aku menutup pintu dan melepas kemeja tipis milik Taka.

"Ini merk mahal loh, beli di mana lo Sy?" tanya Viana saat melihat kemeja yang kupegang.

"Astaga, gue baru sampe udah di serang." Aku memanjat ke ranjangku dan rebahan. Lelah sekali. Taka juga kenapa tidak membawa mobil tadi? Kan lumayan kalau dapat tebengan. Jangan bilang dia tidak bisa menyetir. "Tadi gue nyari manga lama banget, soalnya diganggu cowok sialan."

"Siapa Sy? Lu ga diganggu yakuza, 'kan?" Aya menyahut di bawah.

"Ngadi-ngadi lu ya?! Amit-amit. Gue ketemu Taka tadi."

"APA?!" Mereka bertiga serempak teriak.

"Jangan bilang kemeja itu punya Taka?" todong Viana yang kini berdiri dan melempar bantal ke atas.

"Ya emang punya dia. Cuma asal ngasih aja kok."

Mereka semua memberondongiku dengan sejuta pertanyaan. Sudah pasti mereka tahu siapa itu Taka. Aku menjelaskan pada mereka kalau kami tidak sengaja bertemu dan aku tidak terlibat apa-apa dengannya. Aku tidak mau banyak menjelaskan, apalagi bilang kalau kami bertukar nomor ponsel. Ralat, Taka yang meminta nomorku.

Aku membuka ponselku dan melihat kontak dengan nama 'Takahiro'. Apakah aku harus menghubunginya dan meminta maaf atas perkataanku tadi? Aku menimbang-nimbang sebentar dan memutuskan untuk mematikan saja ponselku.

*

Sudah lebih dari seminggu aku di Jepang. Dan selama itu pula Taka tidak menghubungiku. Aku sudah mengirim pesan berkali-kali namun hanya dibiarkan terbaca. Dia memintaku bertemu untuk membelikannya makanan tempo hari, namun sampai hari ini tidak ada kabar.

Bukan berarti aku ingin tahu kabarnya. Hanya saja aku tidak mau berhutang budi. Aku harus mengembalikan uangnya, atau setidaknya membelikannya makan. Kemejanya juga masih ada padaku, benda itu tersimpan rapi di tumpukan bajuku dalam lemari. Sudah kucuci bersih dan kusetrika juga.

Hari ini peserta student exchange melakukan workshop di salah satu ruang pertemuan sebuah hotel. Aku menulis banyak teori yang disampaikan pemateri. Lalu kami semua melakukan praktek bersama-sama. Kegiatan berlangsung selama tiga jam.

Meeting room berangsur sepi setelah pemateri ke luar. Tinggal aku dan beberapa temanku yang masih duduk di sini. Aku memasukkan buku catatan dan pena ke dalam tas kecil yang kubawa. Lalu berjalan ke luar, Aya mengekor di belakangku.

Aku berhenti di dekat meja resepsionis dan mengecek ponsel. Ada satu pesan dari Davin yang menanyakan keadaanku. Aku tersenyum membalas pesan itu. Kakakku memang yang terbaik. Aya menarik tanganku agar aku melanjutkan jalanku.

Di sofa ujung sana, dekat dengan jendela kaca besar. Aku melihat Taka yang sibuk berdiskusi dengan beberapa orang. Tatapan kami sempat bertemu sekilas, sebelum dia fokus lagi dengan macbook di depannya. Sepertinya dia benar-benar marah padaku.

Sudahlah. Apa yang bisa aku harapkan dari seorang Artis? Bertemu dengannya? Mungkin aku bisa mengembalikan semuanya di lain waktu. Kalau kami benar-benar bertemu. Tidak dalam posisi seperti ini. Jika tidak, kubuang saja semua barang sekaligus uangnya.

*

Sekarang aku di asrama. Aya, Viana, dan Nadia masih berjalan-jalan di luar. Mereka tadi mengajakku namun aku menolak karena ingin istirahat. Kepalaku pusing dan perutku nyeri sekali. Ini hari pertamaku menstruasi dan biasanya aku selalu terserang dysmenorrhea untuk beberapa hari ke depan.

Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang