[7] Dakishimeraretara

199 19 11
                                    

(Jika Aku Dipelukmu)

Yang kulihat saat pertama membuka mata adalah dinding bercat putih. Ah, aku bisa menebak sedang di mana. Aku tahu bau ini, bau rumah sakit. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi. Malam itu aku akan pulang kerja dan bertemu Taka. Aku pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tunggu dulu. Taka?

Aku menoleh ke samping dan menemukannya tertidur sambil menggenggam satu tanganku. Kasihan sekali. Pasti sangat tidak nyaman tidur dengan posisi duduk seperti itu. Tangan kiriku yang terpasang infus bergerak menyentuh kepalanya yang bersandar di tepi ranjang.

Aku mengelus puncak kepalanya. Rambutnya lembut sekali. Biasanya, aku akan bersyukur kalau tidak bertemu dengannya. Namun melihatnya di sini sekarang bersamaku, aku lebih bersyukur lagi. Kau tahu? Ini seperti kau punya seseorang yang sangat peduli denganmu, seseorang yang takut kehilanganmu.

Meskipun aku tahu, Taka membawaku ke sini hanya karena rasa tanggung jawab. Tetap saja aku bersyukur. Setidaknya dia mau menolongku dan tidak membiarkanku pingsan di jalanan. Satu hal baru untuk saat ini, aku sama sekali tidak terganggu dengan kehadirannya.

Kalau tidak sedang pecicilan begini dia seperti bocah yang polos. Aku bisa saja menyukainya kalau dia bersikap kalem setiap saat.

Ha?

Apa yang baru saja kupikirkan?

Dia membuka matanya. Haesh kenapa wajahnya jadi lucu begini? Biasanya kan tengil dan menyebalkan.

"Kenapa menyentuh kepalaku?" Mata bulatnya berkedip-kedip.

Aku baru sadar dan segera menarik tanganku dari kepalanya. Aku berdehem sebelum menjawab. "Kau juga kenapa menggenggam tanganku?"

"Hehehe. Hangat." Dia mengucapkan itu masih dengan posisinya saat tidur tadi. Dia juga tidak melepas genggamannya. Akan kukatakan sekali lagi, aku sama sekali tidak terganggu dengan ini.

"Terima kasih sudah menolongku. Bisa tolong aku sekali lagi? Tolong antar aku ke asrama, aku benci bau rumah sakit."

Dia bangun dari posisinya dan melepas genggamannya dari tanganku.

Kok dilepas?

Dia mengecek ponselnya. "Tapi ini masih jam tiga pagi."

"Justru itu. Mumpung masih sepi."

"Baiklah. Aku panggil manajerku dulu. Haesh, disaat seperti ini harusnya aku sudah mendapat lisensi mengemudi."

"Maaf aku merepotkanmu."

"Tidak. Bukan begitu maksudku. Mmm-"

"Hahaha. Iya aku tahu. Kau pasti bisa mendapatkan lisensi itu suatu saat nanti," ucapku sambil tersenyum. Untuk saat ini, aku tidak mau ribut dengannya. Tidak tahu nanti.

Dia membalas senyumanku lalu memainkan ponsel untuk menghubungi manajernya.

*

"Asramaku terlewat," ucapku begitu mobil ini terus melaju saat melewati asramaku.

"Aku tahu. Kita ke apartemenku dulu." Taka menyahut di samping.

"Ha?" Aku menoleh ke arahnya.

"Aku harus memastikan kau benar-benar sembuh sebelum mengantarmu kembali."

"Daijoubu desu." (Aku baik-baik saja.)

"Bohong sekali."

Aku hanya menghela napas pendek dan menuruti kemauannya saja. Kepalaku memang masih sedikit pusing.

Nagai Hikari | Takahiro Moriuchi [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang