"Tidakkah kamu keterlaluan hyung?"
Jeonghan melirik Woozi yang perlahan mendekatinya sesudah beres dari studio. Kaca ruang latihan memantulkan bayangan mereka.
Sembari menunduk, Jeonghan masih memilih untuk berdiam diri. Bisa dikatakan diam adalah jalan terbaiknya untuk menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan padanya saat ini.
"Kenapa ga kasih tau aja si kamu keselnya kenapa. Kasian kalau dia bener bener ga tau," celetuk Woozi duduk disebelahnya lalu menyeruput kopi sisa Jeonghan tadi.
"Aku ga tau harus gimana," hela Jeonghan dengan suara pelan. "Aku juga tidak tau harus bagaimana dengan Dino sekarang. Aku cemburu tapi ya begitulah. Masa si aku rebutan sama Dino?"
Keduanya berhenti berbicara dan terlarut dalam pikiran masing masing. Bukan karena mereka tidak peduli satu dengan yang lain, lebih ke arah mereka tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka yang sudah bertahun tahun lamanya.
"Aku tahu kok kalau Dino juga menyukai (y/n)," lirih Jeonghan menghela nafas berat.
Dalam alam bawah sadarnya, ia tidak ingin menghancurkan hubungannya dengan Dino, sosok yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri.
"Mana yang harus kupilih? Dino atau (y/n)? Aku bahkan tidak bisa menatap mereka berdua tanpa rasa cemburu."
Woozi menghela nafas pendek. Diliriknya Jeonghan yang masih memainkan tangannya gelisah. Ia tahu persis bagaimana Jeonghan berperilaku ketika ia sedang cemas.
"Ini sebabnya sejak awal aku melarangmu melewati batas hyung," tutur Woozi pelan. "Tapi sekarang udah terlanjur. Kamu yang harus putusin mau gimana. Jangan lari dari masalah."
Jeonghan mengacak rambutnya frustasi. Kenyataan pahit membuatnya bingung dengan langkah kedepannya. Otak cerdiknya seakan kehilangan cara biasanya. Iya ini tidak seperti Jeonghan. Si cerdik dalam setiap permainan Going Seventeen malah duduk termenung.
"Aku ga tau ji. Aku sayang sama keduanya. Sayang banget malah. Tapi kenapa kita harus menyukai orang yang sama? Dari segala manusia di muka bumi ini. Kenapa harus (y/n)?"
"Sejujurnya aku bimbang hyung. Kamu yakin untuk menaruh perasaanmu padanya?" ucap Woozi pelan. Matanya menatap mata Jeonghan dalam. Seolah ia menyimpan keraguan dalam kata katanya.
"Aku bener bener menyukainya Ji."
"Hyung tau kontrak staff dan idol kan?" tanya Woozi lagi. "Yakin masih mau diterusin?"
Kata kata Woozi membuat Jeonghan tertegun beberapa detik. Ia tahu persis bagaimana kontrak tersebut bekerja. Dan juga tahu resiko yang akan ditanggung.
Apakah hal ini layak diperjuangkan? Akankah hal ini akan menuntun mereka pada akhir yang bahagia? Tiada yang tahu permainan dari sebuah takdir.
Namun semua ini kembali pada hati yang tidak bisa dibohongi apa pun. Jeonghan menarik nafas sebelum menjawab Woozi.
"Aku tau," lirih Jeonghan. Suaranya sedikit bergetar. "Tapi aku akan tetap perjuangkan perasaan ini."
"Haa.. ya suda kalau itu pilihanmu hyung. Tapi boleh ga aku minta satu syarat."
"Apa?" Jeonghan memiringkan kepalanya sedikit.
"Jagain dia kalau semisal hal buruk terjadi padanya ya?" ucap Woozi pelan tidak yakin dengan permintaannya sendiri.
"Apa maksudmu?"
"Aku punya perasaan tidak enak. Mimpi buruk terus menghantuiku belakangan ini. Aku tidak ingat siapa yang ada dalam mimpiku tapi aku rasa itu antara hyung atau (y/n)."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Love || Yoon Jeonghan
Fanfiction"Sampai detik ini pun, aku tidak pernah menyesal telah menyayangimu sampai akhir." ~ Yoon Jeonghan "Maaf, ternyata hatiku seegois ini memintamu hadir dalam setiap doaku." ~ (y/n) Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitulah cara takdir menuli...