21 :: Impulsif

1K 159 53
                                    

"Mau ditungguin?" Ceye bertanya setelah mematikan mesin mobil, parkir tepat di depan rumah Taeyong. Lelaki berjaket denim itu menatap adiknya sangsi. "Ini mau jenguk kok gua nggak diajakin masuk."

"Ih, nanti ganggu!" Jisoo mencibir. Dia melambaikan tangan pada kakaknya lalu segera keluar melarikan diri. "Jemput setengah jam kemudian yaaa tatatititutu!"

Jisoo mengabaikan gonggongan Ceye di belakang sana.

Dia memang sengaja ingin sendirian menghadap Taeyong. Dengan beberapa barang bawaan di kedua tangannya, dia masuk setelah satpam membuka gerbang. Kini kedua kakinya merajut langkah mendekat ke pintu utama, mencoba sok tak kikuk ketika satu ART mendekatinya lalu mengarahkan ke kamar lelaki itu. Setelah beberapa pekan lelaki ini kabur-kaburan nggak ada kabar alias nggak ngabarin apapun, akhirnya cowok itu menyuruh Jisoo datang ke rumah ini lagi.

Kali kedua, dengan maksud yang berbeda.

Jisoo mengangguk sopan ketika ART tadi menyelesaikan tugasnya. Sedangkan dia sendiri mengetuk pintu kamar Taeyong berulang. "Dokidoki, Kak Taeyong."

Jisoo nggak nervous sama sekali. Sekarang hatinya greget dan emosinya naik, apaan banget si Taeyong nggak ngabarin apapun selama ini. Kalau Lili sama Salsa tadi nggak ngomong, sampe kapanpun dia nggak tahu. Apa susahnya buat-ah ...

Jisoo refleks mendongak ketika pintu di depannya terbuka. Taeyong berdiri di sana, mengenakan kaus putih dengan rambut agak basah. Bibir laki-laki ini pucat pasi, tapi Taeyong tetep ngulas senyuman hangat. "Hai, masuk aja."

Jisoo mengulum bibir. Dia masuk ke dalam kamar lelaki ini, mengedarkan pandangan, lalu mengerjap beberapa kali saat melihat tiang infusan dan obat-obat berserakan. Separah apa sakitnya sampai jadi begini?

"Duduk sini," kata Taeyong, mengalun parau suaranya di kamar ini. Dia menarik mundur kursi di tepi ranjang, membuat Jisoo yang lagi diam melongo itu tersentak sebelum akhirnya menurut saja duduk di sana.

Bentar.

Ini orang sakit apaan, sih?

"Padahal gue udah bilang cukup bawa badan aja." Taeyong langsung duduk di tepi ranjang, tepat berhadapan dengan gadis ini. Sudut bibir kanannya terangkat. "Habis mk lo langsung ke sini? Nyore?"

Jisoo menaruh barang bawaannya ke atas nakas lalu mengangguk. "Iya. Kakak ngilang tiga minggu, sakit apa?"

"Sama kayak lo. Magh."

Kening Jisoo mengerut. "Emang orang ganteng bisa sakit magh?"

Taeyong tertawa kecil, agak terhibur dengan rayuan anak ini. "Yang ngajarin lo ngomong begitu siapa?"

"Kak Kalisto." Jisoo menyorot mata Taeyong serius. "Ini udah lepas infusan?"

Taeyong mengangguk. "Udah. Nanti besok gue nemenin lo ke seminar."

"Katanya nggak mau dateng," cibir Jisoo sinis, masih teringat jelas pesan sok judes yang lelaki itu kirimkan. Setelah udah lama nggak chattingan, cowok ini malah ngoceh marah di Whatsapp. "Aku udah ajak Kak Hanbin dih."

Taeyong mengernyit. "Kenapa ngajak Hanbin?"

"Soalnya ada kadiv yang kabur."

"Maaf."

"Nyenyenye." Jisoo mencebikkan bibir. "Yang ngurus perempuan-perempuan tukang keroyok itu kakak, kan?"

"Iya."

"Verdi gimana?"

"Sekarat. Semoga aja mati."

Orang gila.

Jisoo udah biasa sama karakter orang sinting modelan Taeyong ini, ada banyak di dunia real dan bacaan yang dia baca. Cuma, kalau Jisoo jadi musuhnya Taeyong, bukannya jelas dia bakal langsung dingap terus mokad?

Eksternal | jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang