22 :: Butterfly

991 163 27
                                    

Sore yang mendung. Jisoo duduk sendirian di kursi tunggu gedung fakultas pertanian, menunggu Taeyong yang katanya sedang menuju kemari setelah dipanggil oleh salah satu teman panitia seminar hari ini.

Jisoo merapikan rambutnya sesaat, sudah dia catok dan kemeja hitamnya ia semprot dengan parfum mehong milik Ceye. Kali ini Jisoo memakai make up tipis, sengaja berdandan karena habis ngikut seminar Taeyong mau ngajak ke taman kota.

Katanya, mau kencan.

Jisoo sengaja membawa gopro guna mengabadikan kencan pertamanya. Sudah banyak persiapan, kalau sampai gagal karena hujan atau apa lah Jisoo bakalan ngamuk-ngamuk sambil nangis.

"He, mau pindah jurusan, ya?"

Jisoo menoleh pada sumber suara. Kepalanya tertoleh ke kiri, senyumnya merekah saat Taeyong datang sambil menenteng paperbag kecil warna cokelat.

"Mau pindah hati aja, ah."

"Lo baru kemaren jadi pacar gue jangan macem-macem napa." Taeyong datang menghampirinya, membuat Jisoo jadi berdiri dan mengintip benda apa yang lelaki ini bawa.

"Ini mochi," ujar Taeyong sambil menepuk kepala Jisoo membuat gadis itu langsung membulatkan bibir.

Jisoo mengangkat kepala, menatap pacarnya yang mengulas senyuman hangat itu sok polos. "Mau satu boleh?"

"Nggak boleh." Tangan Taeyong meraih lengan Jisoo pelan, kemudian ia berjalan—lagi-lagi menyeret si perempuan—membuat gadis yang satu langkah di belakangnya mengernyit.

Jisoo menyejajarkan langkah mereka. Dia menoleh ke kanan, menyorot wajah segar si lelaki bingung. "Kok nggak boleh?"

"Pipi lo aja spesies mochi. Masa mochi makan mochi? Apa kata orang?"

Jisoo mendelik mendengar itu. "Mau aku cubit ta?"

"Ampun."

Jisoo merotasikan irisnya jengan saat lihat Taeyong cuma ketawa. Pembawaan lelaki ini berubah ke setelan pabrik, kalem tengil dan usil. Padahal Jisoo ingat betul kemarin laki-laki ini salah tingkah brutal sampai Jisoo diusir dengan teganya. Emang dasar pencitraan. Ditanya teman-teman lelaki itu pun Taeyong menjawab setenang padang surga. Jisoo nyesel kenapa kemarin dia nggak record kelakuan lelaki ini.

"Monyong mulu itu bibir, makin maju entar."

Celetukan Taeyong lagi-lagi membuat Jisoo menghembuskan napas kasar. Mereka sampai di parkiran basemen. Sebelum Jisoo masuk ke mobil lelaki ini, dia membalas, "Diem, deh, cowok bangor."

Taeyong langsung melotot. "Heh, diguna-guna Kalisto, ya? Jangan percaya dia orangnya--"

"Ayo gas deh, Sayang. Takut hujan!" tukas Jisoo gregetan, sengaja menggunakan panggilan 'sayang' supaya Taeyong diam. Walau lelaki itu betulan diam dan menatapnya lurus, pun dengan kedua sudut bibirnya yang terangkat. Berhasil. Jisoo sejak kemarin sudah menelaah, meneliti, dan mengamati bagaimana caranya membuat Taeyong lepas dari cangkangnya yang sok ganteng dan sok tenang. 

Jisoo tetap anteng ketika Taeyong mulai menyalakan mesin. Dia mengayunkan kedua kakinya sambil menipiskan bibir. 

Gemes banget. 

Jisoo sekarang mulai jago flirting, diajarin sama Kalisto. Walau Jisoo kadang nggak mengerti waktu dia mau mempraktekannya pada Kalisto, lelaki itu malah ngotot nggak mau. Bilangnya geli, padahal yang ngajarin Kalisto sendiri.

"Lo enteng banget, ya, manggil gue sayang." Taeyong membelokkan stir, membuat mobil hrv ini melaju di jalan raya dengan tenang. "Nggak kikuk?"

"Kan kemarin kakak yang ngide," timpal Jisoo sembari menoleh lagi pada si pria. "Lagian Kakak, kan, sayang aku. Kakak duluan yang confess ke aku."

Eksternal | jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang