Suara peluit wasit menandakan berakhirnya pertandingan yang berlangsung dengan sangat sengit ini.
(Name) mendadak sulit bernapas. Otaknya dijaga agar tetap jernih, tapi kepalanya tidak mau bekerja sama. Perasaan frustasi yang memuakkan memenuhi benaknya tanpa ampun seperti zat cair dalam wadah. Menyebar, tak beraturan, tidak menyisakan ruang. Momen yang begitu di nantikan berakhir dengan kekalahan.
Sebagai orang yang dituntut menjadi yang pertama dalam segala hal, diharuskan menang dalam segala hal, kalah adalah kata yang asing untuk (Name).
Dia benci kalah, dan tidak akan pernah terbiasa dengan hal itu. Namun kini (Name) harus menelan fakta kekalahan Seido, yang tanpa disadari, telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.
(Name) hanya menonton dari kursi penonton. Gadis itu tidak dapat membantu mereka selama pertandingan ini.
Anggota Seido yang tidak bisa berada di lapangan, menejer yang mendukung selama pertandingan dua jam lima puluh tiga menit tanpa henti, mulai berlinang air mata. Dan tentu saja, yang paling merasakan pahitnya kekalahan adalah pemain di lapangan, terlebih para senior di tahun terakhir SMA mereka.
Netra keemasan itu menangkap sosok Shirakawa Katsuyuki dengan wajah pongah tampak mengejeknya. Ekspresi yang sering menjadikannya manusia paling tidak berguna dan memuakkan. Selalu berhasil menginjak-injak harga dirinya. Membuat segala usaha dan pengorbanannya selama ini terbuang sia-sia. Darahnya mendesis, perasaannya semakin buruk. Sedih, marah, tapi perasaannya jauh lebih komplek dari pada itu.
Bahkan, dengan segala perasaan tidak mengenakkan itu, tidak cukup untuk membuat pelupuk matanya basah dengan air mata.
Tentu saja (Name) sama terpukulnya. Dia tidak bisa menjaga mimik wajah yang biasa sangat ia kendalikan.
Pandangannya mengarah menatap lapangan, tapi jelas isi kepalanya kacau. Dalam sepersekian detik membanjiri amigdala dengan berbagai pertanyaan tanpa jawaban.
Segala pemikiran tak berujung itu terhenti ketika atensinya jatuh pada catcher utama Seido. Miyuki Kazuya berdiri dengan tegak tanpa air mata. (Name) sangat tau pertandingan ini sama pentingnya untuk lelaki itu, tetapi caranya menyikapi kekalahan membuktikan betapa kuat dirinya, kekuatan yang menular hingga si gadis kembali pada kewarasannya.
Dalam beberapa detik, tatapan (Name) yang sepenuhnya terkunci pada Miyuki tak menyempatkannya melihat keadaan anak kelas satu, kapten yang tak kalah tegar-nya, maupun tim pemenang yang tertawa menjahili ace mereka yang menangis.
(Name) menghela napas, menenangkan ritme detak jantung yang sempat membuatnya pusing. Tepat disebelahnya, teman-teman menejernya menangis. Dia memberikan beberapa kata penghiburan. Sebenarnya, mengucap kata yang membuat orang lain merasa lebih baik bukanlah keahliannya, tapi setidaknya gadis itu akan menjadi kuat untuk mereka.
Keempat menejer itu memeluk (Name) sebelum dirinya sempat bereaksi, menyebabkan (Name) tersentak kaku. Dengan tangis yang belum kunjung mereda, keempat gadis mengeluarkan unek-unek seraya menyembunyikan wajah. (Name) menepuk pundak mereka dengan kaku, memilih diam mendengarkan. Hatinya belum sepenuhnya menerima kekalahan, tapi mereka tidak bisa hanya berdiam diri mengenang kekalahan.
Air mata masih mengalir pada pipi para pemain ketika mereka mengemas barang bawaan. (Name) pergi berjalan-jalan sendiri, memberikan waktu untuk mereka mengeluarkan rasa sesak di dada. Sekaligus memantapkan hatinya yang tidak jauh berbeda kacaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal (Miyuki Kazuya x reader)
Non-FictionDua pembohongan terbaik dalam hal menyembunyikan perasaan, sekaligus dua orang bodoh yang tidak menyadari perasaan-nya sendiri. Berlindung dibalik status sahabat yang 'dianggap' sebagai halangan. Ketika ego kedua insan justru mempersulit diri merek...