2. Keraton Jayadikara

289 21 4
                                    

RATUSAN ORANG MENYAMBUT kembalinya Hasa ke Keraton. Bahkan banyak yang berkerumun untuk melihat Hasa dan calon Istrinya yang sudah menjadi pembicaraan banyak orang.

"Selamat datang kembali, putraku."

Hasa membungkuk hormat, diikuti oleh Serana disampingnya. Mereka menghadap pada Ayah Hasa, yaitu Girindra, sang Maharaja di tanah Jawa.

"Apa kabar, Ayah?" tanya Hasa.

"Aku baik, Nak. Bagaimana denganmu?" Girindra balik bertanya.

"Aku juga baik. Lalu Ayah, ini calon Istriku, Serana. Seperti yang aku beritahu pada Ayah lewat surat," ia memperkenalkan Serana.

"Salam, Baginda Maharaja," ucap Serana hormat. Ia menundukkan pandangannya ke bawah.

"Panggil saja 'Ayah' Nak," Girindra berkata dengan ramah.

Serana lantas menatap ke arah Hasa. Pria itu pun mengangguk padanya. Tanda Serana bisa mengikuti yang Girindra minta.

"Ayah," ucap Serana dengan senyumannya.

"Benar. Panggil aku seperti itu," Girindra membalas senyuman itu, lalu mengelus surai hitam manis Serana.

"Tampaknya kalian semua sudah berkenalan."

Suara muncul dari sebelah mereka. Kakak dari Hasa, yaitu Sakala sang Pangeran pertama, datang mendekat.

"Kak, apa kabar?" tanya Hasa.

"Baik, Hasa. Kau tampak semakin keren saja selama kita tak bertemu," puji Sakala yang membuat Hasa terkekeh.

"Ada-ada saja Kakak. Omong-omong Kak, ini calon Istriku," kata Hasa.

"Kau Serana? Senang bertemu denganmu," ucap Sakala ramah.

"Salam, Gusti Pangeran Sakala," Serana kembali menundukkan kepalanya sebagai bentuk hormat.

"Oh Ya Ampun, santai saja. Panggil aku 'Kakak'," pintanya.

Lagi. Serana dibuat terkejut dengan keramahan para Jayadikara.

Ia kira keluarga Jayadikara tak akan seramah ini.

"Kakak," ucap Serana.

"Iya, Adik?" canda Sakala yang mengundang kekehan yang lainnya.

Perkenalan itu pun berlangsung dengan menyenangkan. Lebih baik dari yang Serana pikirkan.

Hanya saja, momen itu terasa kurang.

Karena Ibu Hasa, sang Maharani Jayadikara telah tiada sejak beberapa tahun lalu.

***

"Kamarku ada di sebelahmu. Kau bisa datang kapan saja jika butuh aku."

Hasa mengantar Serana ke kamar di mana gadis itu akan tinggal. Kamar yang megah dan sangat nyaman untuk ditinggali.

Setelah berkata pada Serana, Hasa berbalik untuk menuju kamarnya. Tapi, tiba-tiba lengan bajunya ditarik pelan oleh Serana, yang membuatnya berhenti.

"Hasa, maukah kau berjalan di taman bersamaku?" pinta Serana malu-malu.

"Kau mau pergi ke taman? Kenapa?" heran Hasa.

"Aku suka taman," katanya, "Dan aku ingin Hasa juga merasakan rasa nyaman berada di gumparan alam bebas."

Rasa nyaman. Hasa hanya bisa tertawa dalam hati.

Sebagai seorang yang hidup dengan banyak tuntutan, rasa nyaman adalah sesuatu yang mewah baginya.

"Baiklah jika itu yang Serana mau," ucap Hasa setuju.

KOLONIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang