17. Rana, atau Serana?

143 14 4
                                    

DI KAMAR PENGINAPAN, GIGI SERANA bergemeletuk karena kedinginan setelah bermain hujan. Bukannya menyesal, ia malah tersenyum di kondisi seperti itu.

"Katanya minuman ini begitu digemari di penginapan," Hasa datang kembali ke kamar dengan dua cangkir di tangannya.

Keduanya sama-sama sudah membasuh diri. Mereka berganti baju dengan baju yang mereka beli di penginapan.

"Terima kasih," kata Serana, lalu meminum isi di cangkir tersebut.

Cokelat panas dengan marshmallows. Kombinasi luar biasa nikmat, apalagi ketika diminum saat dingin.

"Enak sekali ya?" tanya Hasa melihat Istrinya meneguk sampai habis isi cangkir tersebut dalam waktu singkat.

"Iya!" jawab Serana sumringah. Ia tanpak tidak kedinginan lagi.

"Ini, minum saja punyaku," Hasa menyodorkan cangkirnya.

"Tidak usah, kau harus coba cokelat panasnya," tolak Serana halus.

"Kau kan tau aku tidak begitu suka rasa manis. Untukmu saja sayang," Hasa masih bersikeras.

"Ya sudah, berdua saja ya?" kata Serana.

"Baiklah."

Serana lantas mengambil gelas itu dan meneguk setengah isinya. Setelahnya, ia memberinya pada Hasa, "Kau harus coba. Enak."

Dengan ragu, Hasa meneguk isi cangkir itu. Ia sebenarnya ragu karena dilihat-lihat kombinasi cokelat dan marshmallows pasti akan sangat manis. Tapi karena Serana mau ia mencoba, ia pun meminumnya.

"Bagaimana?" mata Serana berbinar.

"Enak!" Hasa yang tidak biasanya suka makanan atau minuman manis, menyukai minuman cokelat ini.

"Tuh, pasti kau suka," kekeh Serana.

"Kau bagaimana? Apa masih kedinginan?" tanya Hasa khawatir.

"Sudah tidak. Tampaknya kita bisa tidur sekarang," ajak Serana.

"Sebentar, aku tambahkan kayu bakar di perapian dulu," Hasa beranjak untuk mengambil kayu di sekitar perapian, dan melemparnya ke dalam perapian, "Nah, ayo tidur."

Hasa berbaring di atas kasur, menyusul Serana. Di atas kasur, ia memeluk Istrinya dengan erat, seraya mengecupi surai Serana yang tengah membelakanginya.

"Selamat malam, sayang," ucap Serana.

"Selamat malam, Tuan Putriku," balas Hasa.

Keduanya pun lantas larut di alam mimpi.

***

"Hujan badai di sini. Aku sangat kasihan dengan warga yang masih bekerja di bawah derasnya hujan karena romusha sialan ini."

Tengah malam, Hasa yang terbangun dari tidurnya itu menelepon Arsa setelah selesai menelepon Wira tadi, di telepon yang tersedia di penginapan. Mengingat telepon adalah barang mewah, Hasa perlu mengeluarkan uang dengan nominal besar hanya untuk menelepon.

"Bisakah kau belikan jas hujan untuk mereka?" tanya Hasa.

"Entahlah. Itu tak murah, Hasa," balas Arsa.

"Aku yang akan membayarnya. Kalau bisa belikan jas hujan dengan bahan terbaik agar bisa tahan lama," pinta Hasa.

"Baiklah. Aku akan minta tagihannya dikirim ke rumahmu," ucap Arsa di seberang panggilan.

"Terima kasih, Bung Arsa."

"Iya sama-sama. Omong-omong bagaimana liburanmu? Hujannya sangat deras," penasaran Arsa.

KOLONIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang