6. Keresahan

216 17 3
                                    

"KAU SUDAH PULANG, Suamiku?"

Serana dengan balutan gaun tidurnya menyambut Hasa yang baru saja pulang dari merekrut Haitham dan Samara.

"Bi-Bidadari?" Haitham yang ada di belakang Hasa, mengucek matanya tak percaya.

"Kau melihatnya juga kan, Haitham?" ucap Samara yang sedang terkagum-kagum, "Cantik sekali."

Hasa yang mendengar kedua orang itu lantas berjalan ke arah Serana, dan meraih pinggangnya.

"Serana, mereka adalah Haitham dan Samara. Haitham adalah petarung, dan Samara adalah sastrawan. Mereka akan bergabung dengan Organisasi Pemuda milikku," jelas Hasa.

"Salam kenal," sapa Serana, mereka pun menunduk sejenak sebagai bentuk hormat.

"Dan Haitham, Samara, wanita ini adalah Nyonya Serana Jayadikara. Istriku," Hasa kembali memperkenalkan. Barangkali Haitham dan Samara tak dengar Serana memanggil Hasa 'Suamiku' tadi.

"Salam kenal, Nyonya," ucap keduanya bersamaan.

"Salam kenal. Aku harap kalian bisa bekerja dengan baik bersama Suamiku," kata Serana.

"Tentu, Nyonya. Kami menunggu kerjasama kami dan Tuan Hasa kedepannya," antusias Haitham.

"Baguslah. Kalau begitu, biarkan pelayan mengantar mereka ke kamarnya untuk beristirahat, Hasa," kata Serana seraya menengadah ke arah Hasa.

"Baiklah," Hasa pun memberi kode pada pelayan untuk menuntun Haitham dan Samara ke kamar yang akan mereka tempati.

"Nanti jangan lupa bawakan makan malam ke kamar mereka," titah Serana pada pelayan.

"Baik, Nyonya."

Sepeninggalan Haitham dan Samara, Hasa menatap ke arah Serana, "Mau tidur sekarang?"

"Iya, aku lelah sekali," ucap Serana.

"Baiklah, ayo," Hasa menggandeng lengan Serana untuk berjalan ke kamar tidur mereka.

***

Pria dengan gelas berisikan wine Cheval Blanc di tangannya itu menatap datar pemandangan di luar jendela ruang kerjanya pada malam hari.

"Kau bilang aku akan aman bersamamu? Tetapi mengapa kau malah akan menikahkanku dengan orang lain?!"

"Ini yang terbaik. Serangan dari Tentara Jepang begitu tiba-tiba. Calon Suamimu merupakan orang yang kuat, ia bisa melindungimu dengan baik ketika aku pergi nanti."

"Lalu? Kau kan juga bisa melindungiku seperti yang kau lakukan selama ini. Mengapa harus orang lain..."

"Karena jika kau ikut bersamaku, kau harus berjalan bersamaku di duniaku yang kelam. Kau tau kan aku sangat mencintaimu kan? Aku tak mau membiarkanmu melalui hal itu."

Ingatan yang tiba-tiba muncul itu membuatnya meneguk anggur di gelasnya dengan cepat.

"Meer," ucapnya dengan Bahasa Belanda. Meminta tambahan anggur ke gelasnya pada pelayan.

Ketika ia ingin meneguk anggur di gelasnya kembali, seorang merebut gelas itu. Pelayan pun seketika pamit dari sana.

"Give it back to me!" kesalnya.

"Pantas saja bawahanmu mabuk-mabukan. Letnan mereka saja seperti ini," cibir pria Indonesia tersebut.

"Aku tak melakukannya setiap hari!" sanggahnya.

"Jika ini karena Adikku, lebih baik berhenti. Kau yang menyerahkannya pada sang Pangeran. Seharusnya kau tak menyesalinya juga," ucap pria itu.

Killian de Ardenberg──Letnan dari Tentara Hindia Belanda itu menggigit bibirnya kesal.

KOLONIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang