20. Hancurnya Harapan

109 10 6
                                    

Perbedaan dalam cerita ini dengan sejarah aslinya, murni merupakan pengembangan fiksi

(Ini chapter terpanjang dari story ini. So, enjoy!)

***

MATAHARI MULAI MENAMPAKKAN dirinya dari sebelah timur. Sedari pagi buta, Serana terbangun dan memilih membaca buku sampai sekarang.

"Hiks.." isak tangis lolos dari bibirnya. Serana menyeka air matanya yang turun, "Mengapa akhir ceritanya begitu tragis?"

Dirinya tengah membaca buku romansa yang dipinjamkan oleh Shima. Walau Shima sudah mengatakan akhir bukunya akan sedih, Serana tetap bersikeras untuk membacanya.

"Rana, ada apa?"

Hasa yang baru bangun, langsung duduk di tempat kosong sebelah Serana. Hasa pun menyelipkan rambut Serana di belakang telinga wanita itu, untuk melihat wajahnya lebih jelas.

"Kau menangis?"

Serana mengangguk, "Novel ini sedih sekali."

"Memang tentang apa ceritanya?" tanya Hasa lembut.

"Tentang sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun menjelang akhir cerita, mereka harus berpisah ketika sang gadis mendadak kehilangan ingatannya karena sebuah insiden. Walau sang pria sudah mencoba mendekati kekasihnya lagi dengan berbagai cara, gadis itu masih tetap tidak ingat apa-apa. Lalu ketika ada penembakkan massal, sang pria melihat sang gadis yang tengah terkepung dan dengan sigap melindunginya dari peluru. Ia pun tewas di tempat karena hal itu. Yang lebih sedihnya, sang gadis baru mengingat memori mereka ketika kekasihnya sudah tiada," jelas Serana.

"Itu mengenaskan," kata Hasa, "Jangan terlalu dipikirkan, itu hanya sebuah cerita," ia pun mengambil novel di tangan Serana dan menaruhnya di meja hadapan mereka.

"Nyatanya di kehidupan nyata juga banyak kisah mengenaskan," ucap Serana.

"Benar. Namun begitulah kehidupan. Tidak selamanya akan bahagia," kata Hasa.

Mendadak Serana teringat sesuatu, "Oh iya Hasa," ia bangkit dari sofa dan berjalan ke meja riasnya untuk mengambil sebuah gelang yang diberikan Padma dan Shima kemarin.

"Hm?" Hasa mengernyit melihat tiba-tiba saja Serana mengaitkan gelang itu di tangan Hasa.

"Katanya jika aku memakaikan ini pada orang yang aku cintai, cinta kita akan sejati," ucap Serana setelah memakaikan gelang itu ke Suaminya.

"Benarkah?" Hasa tersenyum bahagia, "Kau mau hidup selamanya bersamaku?"

"Iya. Selama-lamanya," Serana mengangguk tanpa keraguan.

Hasa lantas menepuk pahanya, mengisyaratkan Serana untuk duduk di pangkuannya. Melihat itu, Serana lantas duduk di pangkuan Hasa.

"Maukah kau berjanji satu hal?" tangan Hasa terarah untuk mengelus surai sang Istri.

"Tentu."

"Jika takdir tidak sesuai dengan harapanmu, berjanjilah padaku bahwa kau akan selalu menerima keadaan. Jalanilah hidupmu dengan selalu mengambil jalan yang menguntungkanmu. Kau tidak perlu menoleh ke belakang, kau hanya perlu fokus pada masa depan," ucap Hasa panjang lebar.

"Iya, aku berjanji," balas Serana seraya tersenyum tipis, "Kenapa kau tiba-tiba memintaku berjanji begini?"

Hasa bungkam untuk sesaat. Iris cokelat tuanya menatap dalam sang Istri seakan ia tak mau melepaskan kontak mata mereka.

"Karena aku ingin kau bahagia selalu," Hasa mengecup pipi Serana dengan penuh kasih sayang.

Serana tidak tau, tetapi ucapan Hasa sebenarnya memiliki arti yang lebih dalam. Hanya saja sekarang, Serana masih belum mengetahuinya.

KOLONIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang