6. Ucapan Kematian

5 0 0
                                    

Hamka kini mengemasi beberapa barangnya yang ia taruh didalam koper biru muda yang tergeletak disampingnya.

Ia sibuk mengurusi hal tersebut sampai ia tak menyadari beberapa langkah yang datang dari arah belakang.

"Jadi, kau akan menemui anak buah Cahya?" Tanya pemilik suara yaitu sang Presiden, Zaki.

"Ya, aku tak mau barang yang kita pesan itu jatuh ke tangan lain." Jawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Berhati-hatilah." Ucap Zaki.

"Aku tak ingin kau sampai mati di tangan mereka." Hamka mengangguk dan menyeret kopernya, meninggalkan Zaki yang berdiri sendiri di ruangan itu.

Beberapa menit setelahnya, ia sudah berada diluar istana kepresidenan, menunggu sebuah mobil hitam yang kini datang menjemputnya.

Sang sopir keluar sejenak dari kursinya, membuka pintu mobil tersebut agar Hamka dapat masuk sementara kopernya diletakkan di bagian belakang.

"Hari yang cerah, Tuan Hamka." Sapa pria dengan kulit pucat itu yang kemudian kembali ke kursi pengemudinya.

"Ya." Jawab Hamka singkat kemudian mendengus pelan. "Jadwal penerbanganku akan dimulai 30 menit lagi. Bawa aku secepat mungkin."

"Tenang saja Tuan Hamka. Kau selalu percaya bahwa aku bisa mengantarmu tepat waktu." Ujar pria itu sembari tersenyum.

"Ya, aku selalu percaya padamu, Andre." Pria yang dipanggil Andre pun terkekeh pelan sembari menaikkan kecepatan mobilnya.

Diatas atap mobil yang melaju itu, terlihat seekor burung elang dengan warna bulu obsidian.

Burung berukuran cukup besar itu tetap terbang mengikuti mobil tersebut tanpa terdeteksi sedikitpun.

"Penerbangan ajudan Zaki dimulai 30 menit lagi......." Gumamnya. Ya, elang itu bisa berbicara.

"Artinya ia akan tiba di Rosalvynna sekitar pukul 12 lebih 9 menit." Lanjutnya.

"Akan kulaporkan pada bos."

Fate of Nostrallion

Tut
.
.
.
.
.
Tut
.
.
.
.
.
Tut
.
.
.
.
.
Tut

"Ahh elah susah banget dihubungi nya." Keluh Hani yang terus menerus mencoba menghubungi Rizal.

Beberapa kali ia mencoba menelpon pria bersurai navy gelap itu, namun tak satupun panggilan nya dijawab oleh pria itu.

"Sabar, mungkin dia sedang sibuk." Kata Ruby sembari terus berjalan menuju portal yang kini tak jauh dari hadapan mereka.

Keduanya pun melangkah melewati portal itu, membawa mereka kembali ke markas.

Hani pun menaruh kembali ponselnya di saku, menutup portal tersebut yang kemudian menghilang.

Setelahnya, ia mengikuti langkah Ruby yang kini memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi beberapa alat canggih serta beberapa buah matras yang ada disana.

Wanita bersurai marun sebahu itupun melepaskan sebuah bola angin keatas salah satu matras.

"Release!"

Bola angin itupun berubah menjadi sosok tubuh pria setinggi 173 cm yang tak sadarkan diri. Tubuhnya pun terbaring lemah diatas matras tersebut dan Ruby menghubungkan beberapa alat pada tubuhnya.

Fate of NostrallionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang