4. Hujan dan Lautan

3 0 0
                                    

"Aku pulang, ibu."

Gerimis menjadi teman bagi Reyhan pagi itu. Tangannya yang kasar kini menaburkan beberapa bunga di sekujur tanah makam yang ada dihadapannya.

Tertulis disana, "Yuni Imelda, 12 September 1983 - 7 November 2022."

Itu adalah makam ibunya.

Tatapannya terlihat sendu, dengan jemarinya yang terus menaburi makam ibunya dengan bunga yang harum nya cukup menyengat.

Setelah selesai ia pun berjongkok, mengecup batu nisan berwarna coklat muda itu, kemudian menghela nafas.

"Maafkan Reyhan......" Bisiknya pelan, meski ia tahu tak ada satupun yang akan membalas bisikannya.

"Reyhan masih belum bisa menemukan dimana kakak saat ini....."

"Dan Reyhan masih benar-benar tak tahu mengapa dia mengkhianati kita dulu......."

"Andai kakak tidak mengkhianati keluarga kita, mungkin ibu dan ayah masih ada untuk Reyhan."

Semenit kemudian ia pun terdiam, menciptakan hening yang cukup panjang. Satu-satunya yang terdengar hanyalah gemericik hujan.

Ia tak peduli.

Meski pakaiannya kini basah kuyup, ia tak peduli.

Walaupun ia akan jatuh sakit dan istrinya akan memarahinya karena itu, ia tak peduli.

Bagi Reyhan sekarang hanyalah waktu heningnya dengan makam ibunya. Membayangkan betapa indahnya kehidupan yang ia miliki di masa lampau.

Yang semuanya berubah semenjak kakaknya 'mengkhianati' mereka.

"Kau sangat sering mengunjungi makam ibumu, ya?"

Terdengar sebuah suara bass dari luar area pemakaman, membuat Reyhan sejenak menoleh, mencari kearah sumber suara sebelum ia menatap sosok pria yang kini berdiri diluar area pemakaman, berteduh dibawah payung hitam yang kini ia genggam.

"Pastur Chris?"

Pria dengan surai coklat klimis itu hanya tersenyum. "Senang kau masih mengingatku, Reyhan."

Reyhan tak berkutik sedikitpun dari posisinya, tatapannya kosong kearah pria yang ia panggil dengan gelar 'pastur' itu.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya nya.

Chris terkekeh sejenak. "Kau benar-benar tahu bahwa aku disini bukan untuk sekedar berkunjung." Tuturnya.

"Katakan!"

"Baiklah, kalau kau memaksa." Chris pun membuang ludah sejenak sebelum kembali menatap datar kearah Reyhan.

"Dalam waktu dekat, kau akan bertemu dengan kakakmu lagi." Ucapan itu sukses membuat Reyhan menautkan sebelah alisnya.

"Oh ya? Bagaimana kau bisa berkata demikian?" Reyhan tersenyum miring dan mendelik tajam kearah Chris, berharap tatapannya bisa menembakan laser atau apapun itu agar bisa membunuhnya.

Tapi Chris hanya acuh, mengabaikan tatapan Reyhan dan menganggapnya sebagai angin lalu.

"Seluruh teror yang melibatkan roh-roh mati itu masih ada sangkut pautnya dengan dia." Jelas Chris.

"Disisi lain, kakakmu adalah Exolloron, bukan?"

"Ya, tapi bukan hanya dia yang merupakan Exolloron kan?"

"Ho? Kau membela kakakmu? Aku pikir kau membencinya?"

Reyhan yang mendengar perkataan itu dibuat mendecih olehnya.

"Ya, kau benar."

"Lantas mengapa kau masih membelanya?" Tanya Chris yang akhirnya membuat Reyhan pun berdiri dari jongkoknya, melangkahkan kakinya menuju kearah pagar runcing yang kini menjadi pemisah antara keduanya.

Fate of NostrallionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang