46

5.6K 186 14
                                    

Suara riuh rendah memenuhi aula sekolah saat upacara kelulusan berlangsung. Ratusan siswa dan keluarga mereka memadati kursi-kursi yang telah disiapkan, merayakan pencapaian yang penuh kerja keras selama beberapa tahun. Latar belakang panggung dipenuhi dengan spanduk bertuliskan "Happy graduation!" dan balon-balon berwarna-warni mengapung di udara.

Bianca duduk di kursi barisan depan bersama teman-temannya, namun wajahnya tampak datar, terpisah dari kegembiraan sekelilingnya. Teman-temannya, termasuk Nana dan Lala terlihat ceria dan saling berbagi tawa. Mereka berpelukan dan saling mengucapkan selamat, sementara Bianca hanya memberikan senyum tipis yang tampak dipaksakan.

Saat nama-nama dipanggil satu per satu, Bianca bangkit dengan langkah perlahan ketika namanya disebut, menerima ijazahnya dengan formalitas yang dingin. Sekilas pandang ke arah penonton.

Kembali ke kursi, Bianca mencoba tersenyum saat fotografer mengambil gambar, namun senyum itu tidak mencapai matanya. Dia memerhatikan teman-temannya yang merayakan momen mereka dengan penuh semangat, sementara ia merasa terasing dalam kebahagiaan yang tidak bisa ia rasakan.

Di sela-sela kegembiraan, Bianca memandang ke arah ponselnya yang tergeletak di meja samping. Selama tiga bulan terakhir, ia tidak pernah mendapatkan kabar dari King. Sudah hampir 5 bulan Rasa frustrasi dan putus asa menguasai pikirannya.

Tak lama setelah upacara selesai, Bianca berdiri di luar aula, menunggu teman-temannya yang sibuk dengan foto-foto dan percakapan mereka. Ia merasakan seakan ada jarak yang semakin melebar antara dirinya dan orang-orang yang dulunya dekat dengannya. Kesenangan yang mengelilinginya tampak seperti ilusi yang jauh dari kenyataan yang dia hadapi.

Saat orang-orang di sekitarnya mulai meninggalkan tempat, Bianca memutuskan untuk meninggalkan acara lebih awal. Ia merasa tidak memiliki energi untuk berpura-pura bahagia atau berpartisipasi dalam perayaan yang tidak mampu ia rasakan sepenuh hati.

Langkahnya menuju parkiran terasa berat. Ia melihat mobil-mobil mewah milik keluarga dan teman-temannya, semuanya tampak bersinar dalam cahaya matahari sore. Sementara itu, Bianca hanya ingin segera pulang dan menutup hari ini dengan ketenangan yang sulit ia temukan di tengah kegembiraan yang meluap di sekelilingnya.

Akhirnya ia masuk ke mobil, Bianca menoleh ke belakang, mencoba menyimpan kenangan dari hari ini tanpa merasa terganggu oleh rasa kosong yang mengikutinya. Dia memulai mesin mobil dan melaju meninggalkan keramaian, merasakan kesepian yang melingkupi dirinya semakin mendalam.

"Selamat ya Caca, mamah bangga sama Kamu" kata Dian dengan menyodorkan Buket bunga untuk putrinya.

Bianca cuma bisa memberikan senyum tipis, yang tidak sepenuhnya menggambarkan perasaannya. "Makasih Mah. Aku juga bersyukur sudah sampai di sini."

Dian mengelus pipi Bianca dengan lembut. "Oiya Leon mana,? kok mamah ngga liat" tanya Dian menatap keluar mobil untuk memastikan apakah ada Leon atau tidak.

Bianca benar-benar tidak tahu harus bagaimana, dia tidak paham dengan jalan pikiran Leon. Meskipun ia tidak memutuskan Leon bukan berarti dia tidak kecewa.

Tangannya fokus melihat ponselnya, ternyata selain Leon yang membuatnya kecewa King juga membuatnya kecewa. King menghilang tanpa kabar, semua sosial media yang Bianca punya benar-benar tidak aktif.

***

Malam hari telah tiba Bianca dan Leon sudah membuat janji untuk bertemu. Setelah keduanya menutup diri dan jarang berkomunikasi, dia merasa butuh sekali untuk berbicara dengan Leon begitu juga Leon.

Bianca berdiri di depan rumahnya menunggu Leon menjemputnya, angin malam yang sejuk menyibakkan rambut Bianca. Hingga tak lama Leon pun datang mengendarai mobilnya.

Leon King (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang