.empat. mimpi indah

25 6 0
                                    

"Mamah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mamah." Seorang anak kecil laki-laki memeluk kakiku. Masakanku sudah selesai, kumatikan kompor kemudian berjongkok menyamakan tinggi dengan bocah gemas di depan ku.

Ku usap dahinya yang berkeringat, "Kenapa Sayang?" Jawabku penuh kelembutan.

Dengan mata berkaca-kaca dia memeluk tubuhku, dan terisak. "Nera nakal Mah, mainan Cero dirusakin." Adunya lancar, meskipun masih berusia 4 tahun dia sudah fasih berbicara.

Sambil menepuk punggung ku gendong Cero, "Bisa Mamah tau kenapa Adek bisa rusakin mainan Kakak?" Tanya ku pelan. Berhati-hati dalam memposisikan diri. Takut salah satu akan merasa kecewa dan tidak adil.

Cero ku dudukkan di kursi meja makan yang diatur cukup untuk tinggi Cero. Ingin rasanya ku peluk tubuh gempal itu ketika mengangguk lucu. Sebisa mungkin ku tahan perasaan gemas ini, Cero harus ditenangin dulu.

"Cero gak sengaja patahin tangan barbie Adek Mah."

"Kenapa Kakak bisa patahin?"

"Kakak kira Adek udah gak mainin barbie itu. Jadi Adek dudukin di mobil Adek, terus barbie nya jatuh." Meski dengan takut yang terlihat dari gerakannya, Cero masih memberanikan untuk mengatakan dengan jujur. Aku tersenyum hangat, mengatakan diriku sangat bangga padanya yang berani untuk jujur.

"Berarti disini Kakak atau Adek yang salah?"
Tanya ku.

Cero menunduk, "Cero Mah."

"Kakak sudah minta maaf sama Adek?"

Cero menggeleng, "Belum," Dia menatap mataku, "tapi Kakak ngga sepenuhnya salah, Adek juga salah rusakin mainan Kakak." gerutu Cero pelan.

Ku usap lagi rambutnya yang ikal seperti sang Ayah. "Untuk minta maaf tidak perlu menunggu siapa yang salah atau bukan. Orang yang minta maaf pertama lebih baik," Dengan sabar ku jelaskan kepada Cero yang masih berusia balita. Meski belum sepenuhnya paham, ku yakin Cero akan mengingat ini. "nanti Adek juga minta maaf ke Kakak ya sayang. Yuk, cari Adek."

Tangan mungil itu menggandeng tanganku, membawa ke ruang tamu yang terlihat Nera sedang bermain bersama sang Ayah. Aku bisa melihat bekas air mata di pipi Nera.

Mataku bertemu pandang dengan pemilik mata hitam legam itu. Kami langsung mengerti meski hanya dari tatapan.

"Adek."

"Kakak."

Kami berdua sama-sama langsung mengalihkan pandangan ke dua anak kecil yang berdiri di tengah ruang tamu. Diam-diam aku ikut duduk di samping sang Ayah, dan menyenderkan kepala pada bahu yang selalu menjadi tempatku istirahat. Kami bersama menyaksikan kegemasan dua anak kami.

"Adek duluan." Kata Cero.

"Kakak yang duluan." Jawab Nera dengan sedikit mendesak.

Sifat keras kepala Nera menang, Cero menghela nafas dalam sebelum menatap Nera dan berkata. "Kakak minta maaf buat mainan barbie Adek rusak. Kakak gatau kalau Adek masih mainin barbie nya." ujar Cero dengan perasaan sesal yang dapat dirasakan.

Tolong Jangan Jatuh Hati (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang