"Aku janji akan mengingat kalian."
Ucapan itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku. Sebuah kalimat perpisahan terakhir kami dengan Solar yang berasal dari dunia lain itu, mampu membuat diriku terdiam.
Memang dia bukanlah siapa-siapa dan kenangan kami bersamanya hanya sedikit. Tapi tetap saja, rasanya susah sekali melepaskan seseorang yang sudah dianggap seperti saudara sendiri. Apalagi setelah kejadian itu, sang adik bungsu masih belum menandakan dirinya akan terbangun dari tidurnya yang panjang.
"Haaah... kapan kamu mau bangun, Solar?"
Aku mengusap rambutnya yang mulai kusut dan menatap wajahnya yang masih terlelap.
Sudah sekitar dua minggu waktu berlalu dan semua kepanikan yang disebabkan oleh pertarungan entah siapa, mulai mereda dan terlupakan. Vicky dan Carlos juga sudah dibawa ke pengadilan dan mendapatkan hukuman dipenjara selamanya atau paling lama 20 tahun. Yah, bagiku itu hal wajar. Lagipula mereka hampir membunuh Blaze dengan racun dan ledakan di lab yang hampir memakan korban jiwa.
"Bang Taufan, ayo turun."
Suara panggilan terdengar dari depan pintu, terdapat sosok anak remaja dengan manik keemasan sedang menatapku, lalu menoleh ke arah Solar yang tertidur pulas. Aku tersenyum dan berjalan menjauh dari Solar, segera menuju ke tempat pemilik manik emas tersebut berada.
"Solar masih belum bangun ya bang?"
"Belum Gem, nanti juga bangun sendiri. Sudahlah kita makan dulu saja."
Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan segera mengajaknya ke bawah.
"Iya."
•••
Angin dingin yang sejuk mulai menyapaku. Langkah kaki mulai terdengar di lorong sekolah, suara ramai makin menjadi sejak kedatangan aku dan lima saudara kembar yang lainnya.
"Mereka sudah datang!"
Mayoritas orang yang berteriak hanyalah para kaum hawa, alias para wanita.
"Hei, berfoto lah dengan kami."
"Waaah~ mereka memang selalu terlihat keren ya."
"Betul, tapi... mana Solar?"
Suara yang sejak tadi memuji kami, perlahan menjadi hening dan mencari sosok si bungsu.
Yah, sepertinya dia memang memiliki banyak penggemar. Tapi sayang sekali, saat ini Solar sedang tertidur pulas di kamarnya, bagaikan seorang put-- pangeran.
"Maaf ya, dia masih sakit," ujar Gempa menyudahi obrolan antara kami dan para penggemar.
Kami melangkah menjauh dari kerumunan itu, sedangkan mereka hanya terdiam heran.
•••
Waktu berlalu dengan cepat, sekolah sudah selesai sejak tadi. Kami semua mulai sibuk dengan eskul masing-masing, namun karena hari ini eskul yang aku ikuti libur. Jadi aku memilih untuk pulang lebih awal dan menjaga si bungsu.
"Kalau dia bangun, tolong kabarin ya."
Lagi-lagi Gempa mulai memasang ekspresi sendu. Sejak Solar dari dunia lain itu pergi, kondisi di sini jadi terasa suram. Bahkan aku tak ingat sudah berapa lama aku tak mendengar tawa dari saudaraku yang lain. Apalagi Duri yang masih merajuk karena kejadian itu, membuat suasana semakin terasa sulit.
Pluk
Aku menaruh salah satu tanganku di atas kepala Gempa, lalu mulai mengusap-usap kepala yang terdapat topi dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PAWANA [END S.2]
Fanfiction[Lanjutan dari cerita "SANG MENTARI"] Anak dengan manik sapphire itu menatap langit malam dihiasi bintang yang berkelap-kelip, sembari mengingat kejadian yang belum lama terjadi. Sebuah kejadian yang tak terduga itu cukup membuat banyak keributan. A...