"Taufan... ayo sini, nak."
Kedua tangan terentang di hadapanku, bersiap untuk menangkap. Tubuh mungil ini, segera berlari menghampiri wanita yang merupakan ibuku. Senang karena berhasil berlari menuju ke arahnya, aku tertawa girang. Sedangkan sang ibu terkekeh pelan melihat kelakuanku.
Ya, ini adalah ingatanku dengan ibu dulu. Tapi sayangnya kenangan bahagia itu tidak bertahan lama, karena setelah kami bermain bersama. Tak lama kemudian ibuku mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia.
Sejak dulu, di antara yang lain. Hanya akulah yang paling sering menghabiskan waktu dengan ibu, berbeda dengan saudara kembarku. Mereka jarang bersama ibu dan lebih suka menghabiskan waktu dengan sang ayah. Sehingga, mereka belum merasakan kasih sayang seorang ibu.
Dan jika dipikir kembali. Ini adalah awal mula, di mana aku berusaha membuat saudaraku selalu dalam kondisi yang baik. Tak hanya fisiknya, tapi juga mentalnya. Fokus membuat keluargaku menjadi harmonis, tanpa adanya perpecahan.
Tapi, sekarang apa? Bukankah justru memburuk?
•••
Tuk tuk tuk
Aku mulai membuka mataku. Pandangan yang awalnya buram, perlahan membaik. Aku mendapati diriku berada di dalam ruang yang asing. Sebuah ruangan yang penuh obatan dan alat aneh.
Banyak cairan aneh yang berjejer rapih di atas meja, tak jauh dari tempatku berada. Aku mencoba bangun, sayangnya diriku sedang terikat erat dibangku yang dipenuhi kabel. Bahkan, ada beberapa kabel yang terpasang ke tubuhku, layaknya sebuah infus rumah sakit.
"Sudah bangun?"
Sosok asing itu menatapku dari depan pintu ruang, di mana aku dikurung olehnya. Wajahnya yang setengah hancur, menatapku dengan senyum yang mengerikan. Aku berusaha menyembunyikan rasa takut dan mulai memberontak dari bangku.
Namun ikatan ini terlalu kuat, dan setiap kali aku mencoba melepaskan diri. Cairan aneh tiba-tiba masuk kedalam tubuhku melalui sel darah, membuatku merasa mati rasa.
"Hahaha... sudahlah, terima saja takdirmu."
Kakinya yang panjang, mulai berjalan mendekat ke arahku. Semakin dekat sosok itu, semakin jelas pula dirinya. Ternyata sosok tersebut adalah seorang gadis wanita yang mengenakan baju layaknya seorang ilmuwan.
"Perkenalkan, namaku Vio. Seorang ilmuwan yang suka meneliti tentang obat-obatan."
Mendengar pernyataan itu, entah kenapa aku merasakan hal buruk.
"Dan aku ingin bertanya, bagaimana caramu menyembuhkan kembaranmu itu? Apakah dengan obatan? Ataukah... sebuah kekuatan penyembuh?"
Tuh kan, benar! Pertanyaan yang paling berbahaya akhirnya muncul. Namun sangat disayangkan tebakannya salah, karena yang menyembuhkan Blaze bukan aku, melainkan Solar.
Tapi dia tau darimana hal itu? Apakah orang ini kebetulan berada di sana? Ataukah memang sudah sejak awal membuntutiku? Terserahlah, yang penting kebenaran ini tidak boleh terbongkar. Aku tak ingin Solar dalam bahaya, jadi haruskah aku pura-pura dulu saja?
"Darimana kau tau?"
Wanita bernama Vio, menyeringai kecil. "Tentu saja, karena aku juga dokter di sana. Hanya saja aku bekerja ditempat rahasia. Jadi wajar bagiku, untuk tau apa yang terjadi dan bagaimana aku mengenalmu."
Jemarinya yang panjang mulai menyentuh wajahku, lalu menggoyangkannya ke arah kanan dan kiri. Tak lama kemudian, ia melepasnya dan berjalan menuju ke meja, di mana banyak cairan aneh berada.
"Hmm... mungkin aku bisa coba pakai ini," ujar Vio sambil menggoyangkan cairan berwarna ungu di botol kecil.
Mataku mulai membulat ketakutan, lagi-lagi firasat buruk menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PAWANA [END S.2]
Hayran Kurgu[Lanjutan dari cerita "SANG MENTARI"] Anak dengan manik sapphire itu menatap langit malam dihiasi bintang yang berkelap-kelip, sembari mengingat kejadian yang belum lama terjadi. Sebuah kejadian yang tak terduga itu cukup membuat banyak keributan. A...